Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan kekhawatiran bahwa Korea Utara (Korut) sedang mempersiapkan pengiriman hingga 10.000 tentara untuk mendukung Rusia dalam konflik yang berlangsung di Ukraina. Pernyataan tersebut menandakan adanya peningkatan kerja sama militernya antara Moskow dan Pyongyang, yang semakin memicu perhatian global dan kekhawatiran mengenai eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan pada 18 Oktober 2024, Zelensky menegaskan, “Kami tahu sekitar 10.000 tentara Korea Utara sedang mereka siapkan untuk dikirim guna melawan kami.” Pernyataan ini diambil dari laporan yang dirilis oleh Time. Walaupun pejabat Ukraina telah menyatakan bahwa mereka memperoleh informasi terkait keberadaan tentara Korea Utara di Ukraina, hingga saat ini belum ada bukti konkret yang diungkapkan mengenai keterlibatan mereka dalam pertempuran.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri AS, Kurt Campbell, mengungkapkan bahwa mereka melihat tanda-tanda peningkatan dukungan material dari Korea Utara kepada Rusia. Dukungan ini mencakup artileri dan rudal, meskipun laporan tentang pengiriman personel masih dalam proses evaluasi. Campbell juga menunjukkan tanda-tanda pengiriman persenjataan yang dapat digunakan oleh Rusia dalam perangnya melawan Ukraina.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte saat berbincang dengan Zelensky dalam konferensi pers menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa tentara Korea Utara terlibat langsung dalam konflik di Ukraina. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada dugaan pengiriman pasukan, situasi di lapangan masih memerlukan investigasi lebih lanjut.
Rusia sendiri menanggapi laporan mengenai pengerahan tentara Korea Utara dengan menyebutnya sebagai “satu lagi berita palsu.” Ini menunjukkan adanya ketegangan informasi yang terjadi di antara para pihak terkait dalam konflik ini.
Jika pengiriman pasukan itu benar-benar terjadi, maka ini akan menjadi langkah signifikan dalam hubungan militer Pyongyang dan Moskow. Menurut analis, hubungan ini mulai terjalin lebih erat setelah pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada bulan Juni. Mereka sepakat untuk saling memberikan bantuan militer jika salah satu dari mereka diserang, yang memperkuat dugaan bahwa kedua negara mungkin menjalin aliansi militer.
Korea Utara memiliki sekitar 1,28 juta tentara aktif, berdasarkan laporan dari buku putih pertahanan Korea Selatan, yang menjadikan negara tersebut sebagai salah satu kekuatan militer terbesar di dunia. Tuduhan bahwa Kim Jong Un mengirimkan peluru artileri dan rudal balistik kepada Rusia demi mendukung Kremlin telah disanggah oleh baik Pyongyang maupun Moskow. Pasalnya, kedua negara juga diuntungkan dari bantuan yang diberikan oleh Rusia, yang diyakini mendukung ekonomi Korea Utara dan membantu Kim Jong Un dalam program persenjataan mereka.
Situasi ini menambah kekhawatiran bagi banyak negara, terutama karena sejumlah negara barat masih berupaya untuk mempertahankan dukungan publik bagi Ukraine dalam menghadapi invasi Rusia yang telah berlangsung lebih dari dua setengah tahun. Kewaspadaan ini mendorong tekanan pada Zelensky untuk mencari cara agar konflik tersebut dapat segera diakhiri.
Zelensky baru-baru ini menyampaikan "rencana kemenangannya" kepada para anggota parlemen di Kyiv. Dalam rencananya, ia menguraikan berbagai persyaratan yang diperlukan untuk memungkinkan berakhirnya invasi Rusia dan menegaskan penolakannya untuk berkompromi. Ia menolak melakukan konsesi terkait perolehan teritorial atau menjajaki kemungkinan negosiasi yang dapat menjurus pada konflik beku, sebuah pendekatan yang telah menjadi perdebatan di berbagai kalangan.
Dukungan internasional terhadap Ukraina juga semakin terlihat mendalam. Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan anggota NATO lainnya, masih memberikan bantuan dalam bentuk finansial dan material untuk mendukung usaha ketahanan Ukraina. Namun, semakin lama konflik ini berlangsung, semakin besar tantangan yang dihadapi untuk mempertahankan dukungan tersebut di dalam negeri masing-masing.
Dalam perkembangan terbaru, situasi di Semenanjung Korea semakin memanas, dengan Korea Utara menetapkan Korea Selatan sebagai negara musuh. Ini menandai berlanjutnya ketegangan di kawasan, di mana konflik di Ukraina berpotensi membawa dampak yang lebih luas baik secara politik maupun militer.
Kekhawatiran mengenai keterlibatan Korea Utara dalam pertempuran di Ukraina menjadi sorotan media internasional. Pengiriman pasukan dari Pyongyang merupakan sinyal bahwa aliansi antara Korea Utara dan Rusia dapat berkembang lebih jauh, yang dapat berimplikasi pada keseimbangan kekuatan di kawasan. Lebih jauh, langkah ini dapat memicu respons dari negara-negara lain, serta mempengaruhi dinamika dukungan dan strategi dalam menghadapi konflik yang berkepanjangan di Ukraina.
Dengan situasi yang terus berkembang, baik Ukraina maupun pihak-pihak luar akan memantau dengan seksama setiap langkah yang diambil oleh Korea Utara dan Rusia. Ketegangan regional dan internasional ini akan tetap menjadi fokus perhatian, terutama bagi mereka yang peduli terhadap stabilitas kawasan serta keamanan global.