Pemimpin politik Hamas, Yahya Sinwar, dilaporkan tewas dalam baku tembak dengan pasukan Israel dalam sebuah operasi militer yang terjadi di Gaza. Laporan mengenai kematiannya ini datang dari berbagai sumber, termasuk media Israel dan TRT World, yang menyatakan bahwa Sinwar merupakan target utama bagi militer Israel. Operasi ini dilakukan tanpa adanya informasi intelijen yang dipublikasikan sebelumnya dan berlangsung pada Jumat, 19 Oktober 2024.
Dalam insiden tersebut, Yahya Sinwar terlibat dalam sebuah konfrontasi militer sambil mengenakan seragam lengkap dan bersenjata. Ini menjadi sorotan, mengingat sebelumnya terdapat klaim dari Israel yang menyebutkan bahwa dirinya bersembunyi di terowongan bersama para sandera Hamas di Gaza selama berbulan-bulan. Konfrontasi ini menunjukkan bahwa Sinwar tidak bersembunyi, melainkan lebih memilih untuk terlibat langsung dalam pertempuran.
Pihak militer Israel melaporkan bahwa pada Kamis sebelumnya, situasi di lapangan menunjukkan aksi gerakan konstan Sinwar, yang merefleksikan kesiapan terkena serangan. Penyiaran publik Israel menyatakan, “Gerakan konstan Sinwar di lapangan memperlihatkan keinginannya untuk bertempur, mengingat dia juga dilengkapi dengan senjata dan perlengkapan militer.”
Sebelum baku tembak yang fatal ini, tentara Israel menyatakan bahwa mereka telah menjalankan banyak operasi dalam kerjasama dengan badan keamanan Shin Bet selama beberapa bulan terakhir, dengan tujuan untuk mempersempit ruang gerak Sinwar. Data menunjukkan bahwa kegiatan militer ini berfokus pada aspek pengamatan dan pelaksanaan misi untuk mengecilkan kemungkinan Sinwar dalam bertindak.
Operasi yang mengakibatkan kematian Sinwar itu melibatkan unit khusus dari Brigade 828, yang dalam pengoperasiannya berhasil menembak mati tiga anggota Hamas lainnya di Gaza selatan. Diketahui bahwa identifikasi Sinwar sebagai salah satu korban dilakukan melalui tes DNA pasca insiden. Meski demikian, militer Israel tidak merilis rincian lebih lanjut mengenai lokasi spesifik kematian Sinwar, tetapi laporan media mengindikasikan bahwa peristiwa tersebut terjadi di kota Rafah, selatan Gaza.
Kematian Yahya Sinwar menandai sebuah babak baru dalam konflik berkelanjutan antara Israel dan Hamas. Selama masa kepemimpinannya, Sinwar dikenal dengan pendekatan yang tegas terhadap konflik dan berperan penting dalam pengambilan keputusan strategis yang berkaitan dengan serangan-serangan terhadap Israel. Dia diangkat sebagai pemimpin Hamas di Gaza setelah pemilihan internal pada tahun 2017, di mana ia mengikuti jejak pendahulunya, Ismail Haniyeh.
Keberadaan Sinwar sebagai pemimpin ditandai dengan pernyataan-pernyataan kontroversial dan dukungan yang berkelanjutan terhadap strategi perlawanan terhadap Israel. Dia menjadi figur penting dalam memperkuat kekuatan militer Hamas, di mana beberapa analisis menunjukkan bahwa di bawah kepemimpinannya, Hamas semakin mampu melakukan serangan yang ditargetkan terhadap infrastruktur dan kekuatan pertahanan Israel.
Reaksi terhadap kematian Sinwar muncul dari berbagai pihak. Pihak Hamas kemungkinan besar akan melakukan serangkaian langkah balasan sebagai bukti terbuka bahwa mereka tidak akan mentolerir kehilangan pemimpin mereka. Dalam konteks ini, Hamas mungkin akan mencari figur pengganti atau tampil dengan rencana yang akan menanggapi serangan Israel dan melanjutkan perjuangan mereka.
Di sisi lain, pemerintah Israel menyambut kabar ini sebagai kemenangan strategis, mengingat sinyal yang diberikan oleh deja yang ditinggalkan oleh Sinwar. Menurut mereka, ini menunjukkan bahwa setiap usaha untuk menanggulangi ancaman dari Hamas akan menunjukan hasil positif.
Para analis militer dan politik menyebut bahwa meski kematian Sinwar merupakan sebuah pencapaian bagi militer Israel, efek jangka panjangnya terhadap Hamas dan situasi di Gaza mungkin tidak sejelas yang diharapkan. Para pemimpin Hamas yang baru mungkin akan mengadopsi pendekatan yang sama dalam melawan Israel, dan hal ini berpotensi memicu siklus kekerasan yang lebih lanjut.
Dalam situasi yang lebih luas, konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Hamas menunjukkan bahwa faktor-faktor lokal dan internasional terus memainkan peranan penting dalam dinamika yang ada. Posisi sinergis antara peristiwa ini dan berbagai kebijakan luar negeri negara-negara lain, serta faktor sosial-ekonomi di dalam wilayah tersebut, menjadi sorotan dalam diskusi mengenai masa depan perdamaian dan stabilitas di Gaza.
Kabar mengenai kematian Yahya Sinwar menimbulkan tanda tanya besar mengenai langkah-langkah yang akan diambil oleh Hamas ke depan dan bagaimana hal ini akan mempengaruhi situasi keamanan di Israel. Stres yang meningkat di lapangan dapat berarti bahwa masyarakat sipil di Gaza akan menghadapi dampak lebih jauh dari eskalasi konflik yang terjadi, perlu diperhatikan bahwa terlepas dari kepemimpinan baru, harapan untuk perdamaian yang langgeng dan stabil tetap menjadi tantangan yang sulit untuk dicapai.