Pendidikan

UN Tidak Perlu Dikembalikan, Namun AN Perlu Dievaluasi untuk Tingkatkan Kualitas Pendidikan

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, mengambil langkah signifikan dengan menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantikannya dengan Asesmen Nasional (AN) sebagai alat evaluasi pembelajaran di sekolah. Langkah ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat mengenai apakah UN seharusnya dikembalikan. Kini, setelah Nadiem tidak lagi menjabat sebagai menteri, pandangan mengenai masa depan UN semakin menarik untuk dibahas, terutama dalam konteks evaluasi AN yang memerlukan perhatian lebih.

Kebijakan Nadiem dan Dampaknya

Penghapusan UN adalah salah satu kebijakan kontroversial Nadiem Makarim selama masa jabatannya. UN dianggap tidak mampu merefleksikan keseluruhan proses pembelajaran siswa, karena sejatinya hanya mengukur kemampuan akademis dalam satu momen waktu. Sebaliknya, AN dirancang untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang perkembangan siswa dalam jangka waktu tertentu. Namun, keputusan ini tidak luput dari kritik dan pro dan kontra di masyarakat.

Posisi Mendikdasmen Abdul Mu’ti

Abdul Mu’ti, yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji kembali kebijakan tentang UN. Meski demikian, Mu’ti belum berkomentar secara pasti mengenai kemungkinan kembalinya UN. Hal ini menunjukkan bahwa diskusi serta evaluasi mengenai sistem penilaian pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata final.

Pendapat Pengamat Pendidikan

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, berpendapat bahwa UN tidak perlu dikembalikan, dan lebih penting untuk mengevaluasi pelaksanaan AN. Dalam sebuah diskusi publik, Ubaid menyatakan, “Jangan kita balik ke UN. Tapi evaluasi AN. Data AN harus dibuka ke publik.” Ia menyoroti pentingnya transparansi dalam data AN agar masyarakat dapat mengetahui secara pasti hasil evaluasi pendidikan di Indonesia.

Kelebihan dan Kekurangan AN

Dalam pandangan Ubaid, AN memiliki kelebihan dibandingkan UN. AN bukan hanya mengukur kemampuan akademis siswa secara terpisah, tetapi dapat menilai berbagai komponen pendidikan, termasuk kualitas pengajaran dan keadaan sekolah secara keseluruhan. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa selama ini hasil AN tidak dipublikasikan secara luas, sehingga orang tua dan masyarakat sipil sulit mengetahui situasi pendidikan yang sebenarnya. “AN ini bisa melihat semuanya. Tapi masalahnya AN datanya ditaruh di laci. Tidak bisa kita lihat bersama,” ungkap Ubaid.

Keterbukaan data AN diusulkan sebagai langkah penting untuk menggerakkan perbaikan dan keterlibatan masyarakat dalam dunia pendidikan. Ubaid percaya bahwa jika data AN tersedia, masyarakat bisa memahami hasil rapor pendidikan dengan lebih baik, bukan hanya berdasarkan akreditasi sekolah. Hal ini dapat menciptakan kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan.

Pentingnya Evaluasi Berkelanjutan

Dengan perubahan kebijakan ini, nampaknya perubahan hanya sebatas pada penggantian nama dan metode evaluasi, bukan pada hasil akhir yang diperoleh. Ubaid menekankan bahwa evaluasi yang berkesinambungan dan berbasis data merupakan suatu kebutuhan. “Jadi kita tahu hasil rapor pendidikan ini seperti apa. Selama ini kita sipil enggak tahu, tahunya hanya akreditasi,” ujarnya. Keberadaan data dan informasi yang jelas bukan hanya penting untuk pemerintah, tetapi juga bagi siswa, orang tua, serta masyarakat yang peduli terhadap pendidikan.

Implikasi Bagi Kebijakan Pendidikan di Masa Depan

Diskusi tentang AN dan potensi pengembalian UN menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih dalam tahap penyesuaian dan perlu evaluasi yang mendalam. Dalam hal ini, AN perlu diperkuat, dan tidak semata-mata menggantikan UN. Ini juga memberikan sinyal kepada pengambil kebijakan bahwa masyarakat saat ini berorientasi pada transparansi dan inklusivitas dalam pendidikan.

Kembalinya perhatian publik pada sistem penilaian di sekolah menunjukkan bahwa perdebatan tentang UN dan AN bukan sekadar masalah administrasi pendidikan, tetapi juga pertanyaan mendasar tentang bagaimana pendidikan harus dilakukan dan dievaluasi di Indonesia. Keterbukaan dan kolaborasi antara semua pihak menjadi kunci untuk mengembangkan sistem yang lebih baik.

Kesimpulan dari Semua Pendapat

Secara keseluruhan, pandangan yang berkembang menunjukkan bahwa masyarakat lebih mendukung penghapusan UN dan menggantinya dengan AN yang dikembangkan lebih lanjut. Hal ini menciptakan ruang untuk adanya perdebatan yang lebih luas serta kolaborasi antara pihak-pihak terkait. Bagaimana masa depan sistem evaluasi pendidikan di Indonesia masih harus dilihat, tetapi jelas bahwa langkah pertama menuju perbaikan adalah menyingkirkan pendekatan yang hanya fokus pada hasil akhir semata. Dengan keterbukaan dan evaluasi yang tepat, harapannya, pendidikan di Indonesia dapat mengalami perkembangan yang lebih baik dan bermanfaat bagi semua pihak.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button