Calon Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J. Trump, kembali menjadi sorotan setelah dalam debat capres yang dilangsungkan pada 10 September 2024, ia membela rencananya untuk menaikkan tarif impor hingga 60%. Dalam debat tersebut, Wakil Presiden AS, Kamala Harris, mengkritik Trump dengan menyebut kebijakannya sebagai "Pajak Penjualan Trump" untuk semua barang baku. Menanggapi kritik tersebut, Trump menjelaskan bahwa yang sebenarnya dimaksud Harris adalah tarif perdagangan.
Tarif Impor dan Keuntungan yang Diharapkan
Dalam serangkaian pernyataannya, Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif ini dimaksudkan agar semua negara, setelah 75 tahun, membayar kembali keuntungan yang didapat dari AS. "Tarif ini akan memberikan kita banyak keuntungan," ujar Trump, menyiratkan bahwa pada masa pemerintahannya, AS telah mengumpulkan "miliaran dolar" dari Tiongkok. Dia juga menegaskan bahwa inflasi yang mungkin ditimbulkan dari kebijakan tersebut tidak akan membebani rakyat Amerika, melainkan justru akan membuat Tiongkok dan negara-negara lain yang telah "menipu" AS selama ini yang harus membayar.
Konsekuensi Inflasi dan Perang Dagang
Meski Trump menyampaikan argumennya dengan antusias, banyak ekonom terkemuka, termasuk pemenang Nobel Ekonomi Joseph Stiglitz, mengingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi memperburuk inflasi. Stiglitz dan rekannya menulis surat yang memperingatkan bahwa kenaikan tarif ini akan meningkatkan harga barang dan beban kepada konsumen. Meski demikian, Trump tetap bersikukuh bahwa dampak kebijakannya akan lebih dirasakan oleh pihak Tiongkok.
Dalam peta politik saat ini, situasi semakin rumit ketika Trump menyebut bahwa meski Harris menuduhnya memberikan defisit perdagangan kepada AS, administrasi Presiden Joe Biden terus menerapkan kebijakan tarif Trump, terutama terhadap impor besi dan aluminium dari Tiongkok, berdasarkan laporan dari Tax Foundation pada April 2024.
Dampak terhadap Indonesia
Walaupun Indonesia tidak menjadi fokus utama dari kebijakan tarif ini, dampaknya terhadap perdagangan Indonesia patut dicermati. Sebagai mitra dagang terbesar Tiongkok, kenaikan tarif impor AS dapat menyebabkan efek domino yang merugikan bagi perekonomian Indonesia. Tim Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) menunjukkan dalam simulasi yang dilakukan pada tahun 2022, bahwa penerapan tarif sebesar 25% dapat mengakibatkan penurunan ekspor Indonesia ke pasar AS melalui Tiongkok mencapai USD 330 juta, sementara ekspor ke Tiongkok dari AS bisa turun hingga USD 17 miliar.
Selain itu, survei yang dilakukan oleh tim Unair juga menunjukkan bahwa perubahan 1% pada harga ekspor Tiongkok akan mengakibatkan kenaikan sekitar 0,19% pada harga barang di Indonesia. Ini menunjukkan bagaimana ketergantungan ekonomi Indonesia pada hubungan dagang dengan Tiongkok sangat signifikan dan berpotensi membahayakan jika kebijakan tarif ini dilaksanakan.
Pengaruh Tarif terhadap Ekonomi Global
Adanya rencana Trump untuk menerapkan tarif impor sebesar 60% hingga 100% menyoroti kembali ketegangan dagang global yang dimulai sejak 2018. Hal ini dapat memperburuk situasi ekonomi global yang sudah rentan pasca-pandemi COVID-19. Negara lain juga akan merasakan dampaknya, termasuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergantung pada ekspor ke Tiongkok dan Amerika Serikat.
Pakar ekonomi dan pengamat industri kini tengah menunggu reaksi resmi dari pemerintah Indonesia serta analisis lebih lanjut tentang bagaimana kebijakan ini dapat menimbulkan risiko bagi perekonomian domestik.
Kepentingan dan Strategi Indonesia
Penting bagi Indonesia untuk mempersiapkan strategi yang matang dalam menghadapi potensi dampak dari kebijakan Trump. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah diversifikasi pasar ekspor Indonesia agar tidak terlalu bergantung pada Tiongkok dan AS. Mencari mitra dagang baru di kawasan Asia atau memperkuat kerjasama regional dalam ASEAN dapat menjadi alternatif yang menguntungkan.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga perlu meningkatkan daya saing produk lokal dengan mengoptimalkan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan kualitas barang yang diekspor. Dengan melakukan efisiensi dalam proses produksi dan memperhatikan kualitas, kemungkinan dampak negatif dari kebijakan tarif ini dapat diminimalisir.
Kesimpulan dan Harapan untuk Masa Depan
Seiring dengan semakin ketatnya iklim perdagangan global dan pengaruh politik yang signifikan, langkah Trump untuk menaikkan tarif impor patut mendapat perhatian. Terlebih lagi bagi Indonesia, yang dalam konteks ini harus mewaspadai dan mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan dampak ekonomi yang mungkin muncul. Berada pada posisi yang strategis sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengambil langkah proaktif untuk melindungi kepentingannya di pasar global sembari menjalin hubungan baik dengan mitra dagang lainnya.
Kedepannya, baik pemerintah maupun pelaku usaha harus secara cermat memantau situasi ini dan bersiap untuk beradaptasi, sehingga Indonesia tetap dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi meskipun dalam situasi yang tidak menentu.