Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa total kredit atau pembiayaan berkelanjutan yang disalurkan hingga tahun 2023 mencapai angka signifikan yaitu Rp1.959 triliun. Pencapaian ini menunjukkan adanya pertumbuhan yang konsisten dalam sektor pembiayaan berkelanjutan di Indonesia, sejalan dengan upaya regulator dan pemangku kepentingan untuk mendorong aspek keberlanjutan dalam kegiatan ekonomi.
Dalam penjelasannya, Dian menjelaskan bahwa total kredit berkelanjutan mengalami peningkatan dari Rp927 triliun pada tahun 2019 menjadi angka tersebut pada 2023. Rincian pertumbuhan tahun per tahun menunjukkan bahwa pada tahun 2020 mencapai Rp1.181 triliun, kemudian meningkat lagi menjadi Rp1.409 triliun pada tahun 2021, dan mencapai Rp1.571 triliun pada tahun 2022. Pertumbuhan yang signifikan ini mencerminkan peningkatan kesadaran dan komitmen dari perbankan dan pihak terkait lainnya terhadap pentingnya pembiayaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Realisasi penyaluran kredit berkelanjutan ini mengacu pada ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan OJK (POJK) 51/2017 dan POJK 60/2017, yang kemudian direvisi dengan POJK 18/2023 terkait definisi Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL). Peraturan dan pedoman ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas dan terstruktur bagi sektor perbankan dalam mempercepat penyaluran pembiayaan berkelanjutan.
Sebagai langkah lebih lanjut, OJK telah menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) dan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), yang berfungsi untuk mengkategorikan berbagai jenis pembiayaan yang dianggap berkelanjutan. Ini akan membantu bank untuk mengacu pada kategori berkelanjutan berdasarkan sektor dan sub-sektor yang relevan, sehingga memudahkan dalam penyaluran dana.
Namun, perjalanan menuju pengembangan pembiayaan berkelanjutan tidak tanpa tantangan. Dian menekankan bahwa sinergi dan sinkronisasi kebijakan menjadi salah satu tantangan utama yang harus dihadapi. Pentingnya dukungan dari sektor riil dan penerapan pembiayaan pada level Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga menjadi faktor krusial. Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bank agar mampu memahami dan menilai pembiayaan berkelanjutan juga diperlukan. Hal ini menjadi vital untuk mengoptimalkan upaya mitigasi dan adaptasi dalam transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Dian menyampaikan bahwa OJK akan terus melakukan pembaruan terhadap regulasi dan kebijakan guna mendukung pencapaian Net Zero Emissions (NZE). Kehadiran standar internasional dan praktik terbaik diharapkan dapat mendorong perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit pada segmen hijau dan keberlanjutan. Upaya ini tidak hanya melibatkan regulator, tetapi juga memerlukan dukungan dan kolaborasi dari berbagai kementerian dan lembaga terkait. OJK mengadakan diskusi dan sinergi kebijakan untuk mempersiapkan kerangka ekonomi yang berkelanjutan.
Salah satu langkah strategis adalah menargetkan pencapaian nasional net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Hal ini adalah refleksi dari komitmen Indonesia dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak. Diharapkan, dalam proses tersebut, semua pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, dapat bekerja sama secara konstruktif dalam mendukung transisi ke ekonomi yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, kesadaran masyarakat mengenai pentingnya aspek keberlanjutan dalam investasi dan pembiayaan juga terus meningkat. Masyarakat kini lebih memahami bahwa investasi yang berkelanjutan tidak hanya memberi keuntungan finansial, tetapi juga berkontribusi pada upaya perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial. Dengan semakin banyaknya informasi dan pendidikan mengenai investasi berkelanjutan, diharapkan akan muncul minat dan dukungan yang lebih besar dari masyarakat terhadap praktik keuangan yang ramah lingkungan.
Dalam konteks ini, perbankan juga dituntut untuk lebih inovatif dalam merancang produk-produk pembiayaan yang ramah lingkungan, sehingga dapat menarik lebih banyak nasabah yang peduli akan keberlanjutan. Hal ini sejalan dengan tren global yang mengarah pada keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan semua data dan pencapaian yang ada, total kredit berkelanjutan senilai Rp1.959 triliun ini bukan hanya menjadi indikator pertumbuhan ekonomi, tetapi juga simbol dari komitmen Indonesia dalam menciptakan sistem keuangan yang lebih berkelanjutan. Melalui langkah-langkah yang tepat dan kerjasama yang erat antara semua pihak, diharapkan Indonesia dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan mewujudkan ekonomi yang ramah lingkungan.