Super Topan Yagi, yang kini sedang melaju ke Pulau Hainan di Tiongkok, diperkirakan akan memberikan dampak besar setelah sebelumnya melanda Hong Kong dan beberapa wilayah selatan Tiongkok. Topan ini memiliki kecepatan angin maksimum mencapai 240 kilometer per jam, setara dengan badai Kategori 4, dan merupakan badai tropis terkuat kedua di dunia pada tahun 2024, setelah badai Beryl yang tercatat di Atlantik sebagai Kategori 5.
Menyusul penemuan para ilmuwan terkait pemanasan laut akibat perubahan iklim, mereka mencatat bahwa hal ini berkontribusi pada peningkatan intensitas badai seperti Yagi. Dalam waktu yang singkat, badai ini meningkat dari kecepatan awal 90 kilometer per jam menjadi kategori besar menjelang masuknya ke perairan hangat Laut China Selatan. Diperkirakan Yagi akan mendarat di wilayah Utara Hainan dan bergerak ke arah pedalaman Provinsi Guangdong. Juga, badai ini membawa potensi hujan lebat dan banjir pesisir yang signifikan.
Penduduk Hainan telah merasakan efek dari kedatangan Yagi, dengan berbagai langkah mitigasi yang dilakukan. Hal ini termasuk penutupan sekolah, bisnis, pantai, dan layanan transportasi untuk mengantisipasi dampak yang lebih parah. Semua penerbangan dan kereta api di daerah tersebut dihentikan hingga badai berlalu. Sementara itu, video-video yang beredar di media sosial menunjukkan betapa dahsyatnya badai ini, dengan kilat menyambar di langit malam dan ombak besar setinggi tujuh meter menghantam pantai serta menerjang pepohonan.
Meskipun saat ini bukan merupakan musim liburan puncak, Hainan, yang dikenal karena pantai indah dan resort mewahnya, tetap menjadi daya tarik wisata. Dikhawatirkan, dampak dari super topan ini akan menimpa sektor-sektor ekonomi di pulau tersebut, terutama wilayah yang kurang berkembang.
Lebih dari 400.000 penduduk telah dievakuasi dari Hainan, termasuk 34.000 kapal nelayan dan pekerja konstruksi. Pemerintah setempat telah menutup semua objek wisata dan menginstruksikan penduduk untuk waspada terhadap angin kencang yang dapat menimbulkan kerusakan. Warga setempat bersiap menghadapi perusak dengan memperkuat jendela dan pintu kaca mereka serta menempatkan karung pasir di depan pintu untuk mencegah banjir. Di beberapa area, antrean panjang terjadi di supermarket karena banyak yang bergegas untuk membeli makanan dan kebutuhan lain.
Menjelang kedatangan Yagi, Hainan menghadapi ancaman serius dari potensi kerusakan. Dalam catatan sejarah, jika topan ini memenuhi prediksi, Yagi akan menjadi badai terkuat yang menyerang Hainan sejak Topan Rammasun pada tahun 2014 yang menewaskan 62 orang di beberapa provinsi, termasuk Hainan dan Guangdong, serta menyebabkan kerugian ekonomi langsung sebesar 38 miliar yuan, setara dengan sekitar Rp82 triliun. Sebelum mencapai Tiongkok, Yagi telah menghantam Filipina dan menyebabkan sedikitnya 13 orang tewas akibat hujan lebat yang melanda wilayah Luzon dengan curah hujan mencapai 400 milimeter.
Sementara itu, sebagai bentuk peringatan, Hong Kong telah menaikkan peringatan badai ke tingkat ke-3 tertinggi menjelang kedatangan Yagi. Langkah ini berimbas pada pembatalan penerbangan, penutupan sekolah, dan penghentian aktivitas di pasar saham setempat.
Badan Meteorologi Hong Kong menunjukkan keprihatinan terhadap status cuaca, mengingat Yagi berpotensi membawa dampak yang jauh lebih besar daripada badai sebelumnya. Data terbaru menunjukkan ketidakpastian tentang jalur badai yang bisa berpotensi mengarah ke daerah padat penduduk.
Fenomena topan yang terjadi saat ini merupakan bagian dari siklus alam yang dipengaruhi oleh perubahan iklim global. Penelitian menunjukkan bahwa semakin panasnya suhu air laut akan mendukung pembentukan badai yang lebih parah dan lebih intens. Oleh karena itu, para ahli iklim mengimbau agar pemerintah dan publik lebih serius dalam melakukan persiapan penyelamatan dan memperkuat infrastruktur demi mengurangi dampak di masa mendatang.
Seiring dengan perkembangan situasi terkini, pemantauan yang intensif terhadap pergerakan Yagi dan dampaknya diharapkan dilakukan secara berkala. Masyarakat di sekitar wilayah yang berisiko dapat melakukan langkah-langkah pencegahan agar tetap aman ketika keadaan darurat muncul.
Kondisi yang tidak terduga ini mengingatkan kita tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam, yang semakin menjadi ancaman nyata bagi negara-negara pesisir, termasuk Tiongkok.