Dunia

Tim Kampanye Trump Dituduh Melanggar Hak Cipta, Diminta Hapus Video Musik ABBA

Grup musik legendaris asal Swedia, ABBA, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan mengejutkan terkait kampanye politik mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Menurut laporan kantor berita dari dpa asal Jerman, ABBA memprotes penggunaan lagu-lagu mereka tanpa izin dalam video yang diputar di acara kampanye Trump. Permintaan penghapusan video tersebut, yang menampilkan lagu-lagu hits seperti “The Winner Takes It All” dan “Dancing Queen,” telah disampaikan oleh perwakilan ABBA kepada pihak terkait.

Dalam sebuah pernyataan yang diberikan kepada kantor berita PA, ABBA menegaskan bahwa mereka belum menerima permohonan izin terkait penggunaan musik mereka dalam konteks kampanye politik. "ABBA baru-baru ini menemukan penggunaan musik dan video mereka secara tidak sah di sebuah acara Trump melalui video yang muncul secara online. Sebagai hasilnya, ABBA dan perwakilannya segera meminta penghapusan dan penghapusan konten tersebut," ungkap pernyataan itu.

Tak Hanya ABBA, penggunaan musik tanpa izin dalam kampanye Trump juga menimpa sejumlah artis lainnya. Misalnya, band rock asal AS, Foo Fighters, menolak pemakaian lagu “My Hero” dalam salah satu rapat umum Trump. Dalam keterangan di media sosial, band tersebut secara tegas menjawab “tidak” saat ditanya apakah mereka mengizinkan penggunaan lagu yang dirilis pada tahun 1997 tersebut. Juru bicara Foo Fighters juga menambahkan, "Foo Fighters tidak dimintai izin, dan jika mereka dimintai izin, mereka tidak akan memberikannya."

Celine Dion juga menjadi salah satu artis yang mengecam tindakan ini. Tim manajemennya mengutuk penggunaan lagu "My Heart Will Go On" yang dibawakan dalam rapat umum Trump awal bulan ini. Pihak manajemen menyatakan bahwa penggunaan lagu tersebut "sama sekali tidak diizinkan," menunjukkan ketidakpuasan komunitas musik terhadap tindakan yang dianggap mencampurkan seni dengan politik ini.

Sejumlah artis lain juga telah menyuarakan keberatan mereka terkait penggunaan lagu-lagu mereka. Johnny Marr, gitaris dari The Smiths, misalnya, mengecam Trump karena memainkan lagunya yang berjudul "Please, Please, Please, Let Me Get What I Want" dalam sebuah acara. Steven Tyler dari Aerosmith pun sebelumnya mengambil langkah hukum pada tahun 2018, setelah mengirim dua surat penghentian penggunaan musik pada 2015, untuk menghentikan penggunaan lagu “Livin’ On The Edge” yang terkenal di acara kampanye di Charleston, Virginia Barat.

Hal ini menggambarkan dorongan yang semakin meningkat dari para musisi untuk melindungi karya mereka dari penyalahgunaan dalam konteks politik. Banyak di antara mereka yang merasa tindakan ini merusak citra serta makna dari lagu-lagu yang mereka ciptakan. Pihak yang mewakili Prince, Tom Petty, serta Rihanna juga melakukan tindakan hukum untuk menghentikan penggunaan musik mereka dalam kampanye Trump.

Berdasarkan berbagai laporan, ada kecenderungan bahwa semakin banyak musisi yang merasa perlu mengambil sikap tegas terhadap pemakaian lagu-lagu mereka tanpa izin dalam konteks politik. Ozzy dan Sharon Osbourne juga melarang penggunaan musik Black Sabbath dalam video kampanye Trump, sementara band Rolling Stones, Neil Young, dan Linkin Park telah mengambil sikap serupa setelah lagu-lagu mereka, termasuk “In The End” dari Linkin Park, digunakan tanpa izin dalam konten yang mendukung Trump.

Kejadian-kejadian ini mencerminkan konflik yang semakin dalam antara dunia musik dan bidang politik, terutama terkait masalah hak cipta dan penggunaan karya seni tanpa izin. Di masa lalu, banyak musisi telah menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap penggunaan lagu-lagu mereka dalam kampanye, dan situasi ini kini menyentuh kalangan lebih luas.

Sikap tegas dari ABBA dan artis-artis lainnya menunjukkan bahwa mereka tidak ragu untuk mengambil langkah hukum atau meminta pihak terkait menghapus konten yang tidak sesuai. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya hak cipta dan hak moral terhadap karya seni, tantangan yang dihadapi oleh tim kampanye Trump bisa jadi akan berlanjut. Hal ini menunjukan bahwa industri musik semakin berusaha melindungi karya dan reputasi mereka dari penyalahgunaan yang dapat merugikan.

Konflik ini juga menciptakan ketegangan di media sosial, di mana banyak pengguna bersikap mendukung para artis yang menyuarakan keberatan mereka. Mengingat reputasi ABBA dan artis-artis terkenal lainnya, tindakan mereka dalam memperjuangkan hak cipta dapat mempengaruhi opini publik terhadap penggunaan musik dalam kampanye politik ke depan.

Ketika dunia musik bersatu untuk memperjuangkan hak mereka, tindakan yang diambil oleh para musisi bisa jadi menjadi contoh bagi artis-artis lainnya untuk lebih berhati-hati dalam berurusan dengan pihak politik. Situasi ini juga menyoroti pentingnya pengertian yang lebih baik mengenai izin penggunaan karya seni, baik dari segi hukum maupun etika, di era di mana musik dan politik sering kali bertemu di ruang publik.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button