Pendidikan

Tak Berpengalaman dan Jarang ke Kantor: Jangan Lagi Pilih Pemimpin yang Begini!

Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009, Jusuf Kalla, baru-baru ini memberikan kritik tajam terhadap posisi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Dalam sebuah acara bertajuk "Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan" yang berlangsung di Jakarta pada 6 September 2024, JK menyatakan bahwa Nadiem adalah satu-satunya Menteri Pendidikan yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya di bidang pendidikan.

Kritikan terhadap Nadiem Makarim menunjukkan kebijakan pengangkatan pejabat yang kurang tepat. JK menyampaikan bahwa untuk posisi kunci seperti Mendikbudristek, diperlukan sosok yang sudah berpengalaman dan memiliki latar belakang yang kuat di dunia pendidikan. Sebagai contoh, JK merujuk pada berbagai Menteri Pendidikan yang mendahului Nadiem, yang semuanya, menurutnya, memiliki keahlian di bidang tersebut.

Dimulai dari Ki Hadjar Dewantara, yang dikenal sebagai pelopor pendidikan nasional dan alumni Taman Siswa, hingga Malik Fajar, yang juga diakui karena kapabilitasnya dalam bidang pendidikan, tidak tampak adanya kelemahan dalam pengalaman mereka. Menurut JK, Nadiem sangat jauh berbeda dari para pendahulunya yang memiliki keterlibatan yang mendalam dan pemahaman riset pendidikan serta kebudayaan di Indonesia.

JK menegaskan betapa pentingnya pemimpin kementerian tersebut untuk mengetahui dinamika pendidikan yang ada di seluruh Indonesia. Ia mengkritik fakta bahwa Nadiem "jarang ke kantor" dan tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan berbagai kalangan di daerah. Hal ini, menurut JK, dapat mengakibatkan ketidakpahaman yang mendalam terhadap isu-isu pendidikan yang dihadapi masyarakat.

Lebih lanjut, JK menyinggung bahwa Nadiem memimpin kementerian dengan nomenklatur yang terpanjang dari berbagai perubahan nama kementerian sebelumnya. Sejak diubah menjadi Kemendikbudristek, kementerian ini mengintegrasikan tanggung jawab yang lebih luas dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, yang tentunya butuh pemahaman serta pengalaman luas agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Dengan menekankan bahwa kepemimpinan yang efektif di sektor pendidikan memerlukan lebih dari sekadar latar belakang bisnis yang dimiliki Nadiem, JK menunjukkan bahwa tantangan yang ada memerlukan seorang pemimpin yang memiliki pengalaman praktis.

"Bagaimana bisa seorang menteri yang jarang ke kantor dapat memahami dan memecahkan masalah pendidikan yang kompleks di bangsa ini?" tanya JK dalam pernyataannya yang menunjukkan ketidakpuasan atas kepemimpinan saat ini. Ketersediaan waktu dan interaksi langsung dengan guru-guru, lembaga pendidikan, serta masyarakat adalah kunci untuk memahami berbagai aspek pendidikan yang dapat berdampak pada kebijakan dan perbaikan sistem pendidikan.

Lanjutan dari kritik JK ini menyoroti kekhawatiran tentang tren yang mungkin berulang di masa depan. Ia berandai-andai jika memiliki kesempatan untuk memilih Menteri Pendidikan berikutnya, maka Nadiem bukanlah pilihannya. Pelajaran berharga yang dapat diambil dari situasi ini adalah pentingnya memilih pemimpin berdasarkan kompetensi dan pengalaman konkret, bukan hanya latar belakang atau prestasi di sektor lain.

Permohonan JK untuk calon Menteri pendidikan di masa depan mengingatkan pada pentingnya memilih figur yang tepat untuk menghadapi tantangan besar di lapangan pendidikan. Dia berharap ke depannya, tidak ada lagi menteri yang tidak memiliki pemahaman mendalam dan pengalaman dalam dunia pendidikan, agar setiap kebijakan yang diambil dapat lebih relevan dan efektif.

Dengan situasi pendidikan di Indonesia yang sarat dengan tantangan, mulai dari akses pendidikan hingga kualitas kurikulum, dukungan dari pemerintah serta kementerian terkait menjadi sangat krusial. Oleh karena itu, pemilihan menteri yang tepat menjadi salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk memperbaiki dan membenahi masalah pendidikan di Indonesia.

JK mengingatkan agar masyarakat dan pemangku kepentingan tidak mengabaikan pentingnya keterlibatan dan pengalaman dalam memilih pemimpin di sektor pendidikan. Harapannya adalah agar ke depan Indonesia dapat memiliki pemimpin yang benar-benar memahami pendidikan dan mampu menghadapi berbagai tantangan yang ada, sehingga kualitas pendidikan di tanah air bisa terus meningkat dan menjangkau semua lapisan masyarakat.

Kritik tersebut menyentuh pada isu yang lebih besar terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia dalam pemerintahan, di mana pemilihan menteri harus mempertimbangkan pengalaman dan kemampuan yang relevan dengan tugas yang diemban. Seiring berjalannya waktu, semua pihak diharapkan dapat lebih cermat dalam menilai calon pemimpin kementerian dan mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu, demi masa depan bangsa yang lebih baik.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button