Gaya Hidup

Studi: Dokter Wanita 76% Lebih Berisiko Bunuh Diri Dibanding Rekan Pria

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam BMJ Journal mengungkapkan bahwa dokter wanita memiliki risiko bunuh diri yang secara signifikan lebih tinggi, yakni hingga 76% dibandingkan dengan populasi umum. Penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of Vienna ini melibatkan analisis 39 studi yang mencakup 20 negara, menyoroti meningkatnya perhatian terhadap kesehatan mental tenaga medis, terutama pasca pandemi COVID-19.

Meskipun data menunjukkan adanya penurunan tingkat bunuh diri di kalangan dokter secara umum, risiko bagi dokter wanita tetap menjadi perhatian utama. Penelitian ini mencatat bahwa meskipun tidak ada peningkatan keseluruhan dalam risiko bunuh diri untuk dokter pria dibandingkan dengan masyarakat umum, risiko bunuh diri untuk dokter pria lebih tinggi daripada profesional lain dengan status sosial ekonomi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa profesi kedokteran, meski dipandang prestisius, menyimpan tantangan mental yang tidak boleh dianggap sepele.

Temuan ini menegaskan perlunya upaya pencegahan yang berkelanjutan dan penelitian lebih lanjut mengenai kesehatan mental dokter. Beberapa faktor yang diidentifikasi berkontribusi terhadap tingginya tingkat risiko bunuh diri di kalangan dokter, terutama wanita, adalah konsekuensi dari tekanan yang diakibatkan oleh pekerjaan mereka, terutama selama krisis kesehatan global. Pandemi COVID-19 telah memberikan beban mental yang lebih berat, meningkatkan insidens depresi dan penggunaan zat terlarang di kalangan tenaga medis.

Pakar kesehatan mental dan organisasi seperti Doctors in Distress menanggapi hasil studi ini dengan menyatakan bahwa perhatian serius dari peneliti, pemimpin kesehatan, dan pembuat kebijakan sangat dibutuhkan. Dengan tingkat bunuh diri yang masih tinggi di kalangan dokter wanita, hal ini menyiratkan adanya kebutuhan mendesak untuk penelitian yang lebih mendalam dan intervensi yang tepat untuk melindungi kesehatan mental para dokter. Para peneliti merekomendasikan penelitian yang lebih komprehensif untuk memahami faktor penyebab lainnya, termasuk kemungkinan diskriminasi dan pelecehan seksual, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.

Kasus tragis baru-baru ini di Indonesia yang melibatkan seorang dokter perempuan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro Semarang, yang dilaporkan meninggal dunia akibat perundungan, semakin menunjukkan tingginya tekanan yang dialami dokter wanita. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga mengungkapkan bahwa ada banyak peserta PPDS yang mengalami keinginan bunuh diri, yang membuat keprihatinan terkait kesehatan mental menjadi semakin mendesak.

Budi Gunadi meminta agar semua pihak menghentikan praktik perundungan dalam bentuk apapun, termasuk di kalangan dokter. Perundungan dapat menyebabkan stres yang signifikan dan berbahaya bagi kesehatan mental, yang pada akhirnya bisa berkontribusi pada keputusan ekstrem seperti bunuh diri.

Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa risiko bunuh diri di kalangan dokter sudah menjadi perhatian selama beberapa dekade. Perkiraan menunjukkan satu dokter meninggal karena bunuh diri setiap hari di Amerika Serikat, dan sekitar satu setiap 10 hari di Inggris. Namun, data tentang tingkat bunuh diri di kalangan dokter masih bervariasi antara negara. Dengan analisis yang lebih baik tentang faktor-faktor yang terlibat, diharapkan ada langkah-langkah yang lebih efektif untuk mengatasi isu ini.

Dokter wanita, dalam hal ini, menjadi kelompok yang paling rentan. Mereka sering menghadapi tantangan unik dalam hal gender, termasuk bias dan pelecehan yang mungkin mempengaruhi kesejahteraan mental mereka. Para peneliti menekankan pentingnya mengembangkan dan mengevaluasi intervensi yang khusus dirancang untuk mendukung kesehatan mental dokter wanita, menanggapi kebutuhan yang berbeda serta tantangan yang dihadapi oleh mereka dalam dunia medis.

Dalam rangka meningkatkan kesehatan mental di kalangan tenaga medis, penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih mendukung. Hal ini termasuk pengurangan stigma yang terkait dengan mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental, peningkatan dukungan psikologis, serta penciptaan budaya di tempat kerja yang mempromosikan kesejahteraan.

Seiring berkembangnya penelitian ini, harapannya adalah bahwa akan ada kekhawatiran yang lebih besar terkait dengan kesehatan mental dokter, dan tindakan pencegahan yang lebih baik dapat diimplementasikan untuk mengurangi angka bunuh diri di kalangan mereka. Kesadaran dan pendidikan di kalangan profesional medis juga sangat penting, agar mereka dapat mengenali tanda-tanda masalah kesehatan mental pada diri sendiri maupun rekan kerja.

Di akhir tahun 2023, dengan data dan enam tahun ke depan, diharapkan fokus juga diberikan pada kebijakan kesehatan yang dapat menjawab kebutuhan kesehatan mental dokter, terutama dokter wanita. Dengan pendekatan yang tepat dan perhatian universal, diharapkan angka bunuh diri di kalangan dokter dapat berkurang, sehingga kesehatan mental mereka menjadi prioritas di seluruh dunia.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button