Teknologi

Startup Teknologi AI: Hanya 1% yang Menonjol di Tengah Gelembung yang Menggembung

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) saat ini tengah mengalami sorotan besar, terutama di industri startup. Dalam sebuah konferensi baru-baru ini, CEO Baidu, Robin Li, mengungkapkan pandangannya bahwa banyak perusahaan rintisan yang terjun ke dunia AI sedang berada dalam fase gelembung, yang bisa pecah dan meninggalkan dampak serius pada banyak startup. Menurut Li, hanya sekitar satu persen perusahaan yang mampu menonjol dan menciptakan dampak signifikan dalam pasar.

Gelembung Teknologi AI dan Kegagalan Proyek
Li mengibaratkan situasi saat ini dengan gelembung dot-com pada tahun 90-an, di mana meskipun terlihat menjanjikan, banyak perusahaan yang tidak mampu bertahan dalam jangka panjang. Ia memperingatkan bahwa teknologi AI yang ada saat ini, terutama model bahasa besar yang dihasilkan oleh banyak startup, sering kali tidak memiliki keunikan yang cukup untuk bersaing. "Momen ini disebutnya sebagai gelembung pecah," ujar Li, yang mengindikasikan potensi kehampaan yang dapat menimpa sektor ini.

Data dari Hewlett Packard Enterprise (HPE) menunjukan bahwa sekitar 21% proyek AI mengalami kegagalan di tahun 2023. Masalah utama yang menghambat kemajuan proyek-proyek ini termasuk ketidakcocokan teknologi dengan ekspektasi dan berbagai tantangan teknis. Regional Sales Director HPE, Gwee Yee Teong, menyatakan bahwa 31% teknologi AI tidak berfungsi seperti yang diharapkan, dan tantangan dalam penyebaran serta pengujian model AI menjadi faktor kontribusi signifikan dalam kegagalan ini.

Statistik Kegagalan
Teong melanjutkan, faktor lain yang mendorong kegagalan termasuk kurangnya tenaga ahli di bidang AI yang mencakup 26% dari proyek yang gagal, serta harapan yang tidak realistis dari pemangku kepentingan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya keterampilan di industri menjadi hal yang sangat krusial dan perlu diselesaikan. "Menyusun rencana untuk pelatihan dan re-skilling menjadi hal yang sangat penting," ungkap Teong.

Lebih lanjut, HPE juga mengidentifikasi lima hambatan utama dalam menerapkan AI: kepercayaan atau bias data (32%), kurangnya personil terampil (32%), biaya solusi (29%), operasionalisasi kerangka kerja AI (28%), dan kesulitan dalam memilih algoritma yang tepat (24%). Meskipun ada tantangan ini, 92% organisasi di Asia Pasifik menggunakan teknologi AI. Ini menunjukkan bahwa walaupun banyak kesulitan, ada juga niat yang kuat untuk berinovasi.

Dampak Masa Depan Terhadap Pekerjaan
Li juga meramalkan bahwa dalam kurun waktu 10 hingga 30 tahun ke depan, teknologi ini berpotensi untuk menggantikan banyak pekerjaan manusia. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan besar dalam dinamika pasar kerja dapat terjadi, yang akan menuntut masyarakat untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang pesat. "Masyarakat perlu menyiapkan diri untuk menyambut momen tersebut," imbuhnya.

Ketidakpastian ini menjadikannya tantangan bagi startup yang ingin mengadopsi teknologi AI. Dukungan dari tingkat manajemen puncak juga sangat esensial dalam memastikan keberhasilan teknologi dapat diterapkan secara efektif. Keterlibatan dan komitmen dari pemimpin organisasi akan sangat mempengaruhi keberhasilan integrasi AI dalam proses bisnis.

Perubahan dalam Pola Pengeluaran
Meski ada tantangan yang signifikan, banyak perusahaan mulai mengubah anggaran dan menempatkan proyek AI pada prioritas yang lebih tinggi. Tren ini bisa menjadi sinyal bahwa meski situasi saat ini menunjukkan banyaknya kegagalan, ada harapan bagi perusahaan-perusahaan yang mampu berinovasi dan beradaptasi dengan permintaan pasar yang terus berubah.

Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan AI, komitmen untuk membangun tim yang terampil dan memahami teknologi AI menjadi sangat penting. Selain itu, adanya dukungan dari pemangku kebijakan, serta kolaborasi dengan institusi pendidikan untuk meningkatkan keterampilan di sektor ini dapat membantu mengatasi isu kekurangan talenta.

Pandangan dari Robin Li dan data terkait tantangan dalam kesuksesan proyek AI menjadi pengingat bahwa meskipun teknologi AI memiliki potensi yang besar, masyarakat dan pelaku industri harus realistis dalam mengejar inovasi. Dengan demikian, kemampuan untuk membedakan diri dari sekadar mengikuti tren dapat menjadi kunci bagi keberhasilan dalam industri yang sangat dinamis ini.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button