Pendidikan

Sri Mulyani Utak-atik Anggaran Pendidikan Wajib 20%, Komisi X: Potensi Penurunan Rp130 Triliun

Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, menolak usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ingin mengubah cara pengalokasian anggaran pendidikan. Pada 7 September 2024, dalam acara Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan di Jakarta, Huda menjelaskan bahwa usulan Sri Mulyani mengacu pada pendapatan negara, yang berpotensi mengurangi anggaran pendidikan hingga Rp130 triliun. Huda menekankan bahwa formula saat ini yang mewajibkan alokasi 20 persen dari belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus dipertahankan untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan pendidikan di Indonesia.

Sri Mulyani, dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI sebelumnya, mengusulkan agar alokasi anggaran pendidikan wajib yang sebesar 20 persen ditinjau kembali. Menurutnya, selama ini, pengalokasian anggaran pendidikan sering kali tidak menentu karena bergantung pada belanja negara yang berfluktuasi. Ia berpendapat bahwa jika anggaran pendidikan dialokasikan dari pendapatan negara, hal itu akan lebih tepat dan konsisten.

Pentingnya Stabilitas Anggaran Pendidikan
Huda menegaskan bahwa jika pengalokasian anggaran pendidikan diubah menjadi berasal dari pendapatan negara, maka dampaknya akan sangat signifikan. Dengan skema baru yang diusulkan, terdapat kemungkinan bahwa anggaran pendidikan akan mengalami penurunan yang drastis, yang tentunya akan berdampak negatif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Ia menyebutkan, penurunan tersebut dapat mencapai Rp130 triliun, yang seharusnya dialokasikan dengan jelas dan tetap terjaga.

Dalam kesempatan itu, Huda menyatakan, “Komisi X tegas menolak dan menyatakan bahwa mandatory 20 persen anggaran Pendidikan tetap harus dari belanja APBN.” Penegasan ini menunjukkan adanya kekhawatiran mendalam dari Komisi X tentang kemungkinan dampak negatif dari kebijakan yang direncanakan.

Alasan di Balik Usulan Sri Mulyani
Sri Mulyani berargumen bahwa belanja negara memiliki banyak ketidakpastian yang dapat mengakibatkan fluktuasi dalam anggaran pendidikan. Dalam rencana kerjanya, ia mensyaratkan bahwa pengelolaan APBN harus tetap bersifat patuh terhadap konstitusi. Di mana, 20 persen dari setiap pendapatan negara memang seharusnya diarahkan untuk pendidikan. Hal ini mengacu pada kebutuhan mendasar untuk menginternalisasikan pendidikan sebagai bagian penting dari pembangunan nasional.

“Kami sudah membahasnya di Kementerian Keuangan. Ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi, di mana 20 persen setiap pendapatan kita harusnya untuk pendidikan,” ucap Sri Mulyani dalam rapat tersebut. Menurutnya, reformasi ini diyakini bisa menghasilkan pengelolaan yang lebih efektif dan efisien terhadap alokasi anggaran pendidikan.

Respon dari Stakeholder Pendidikan
Penolakan yang disampaikan oleh Komisi X juga memperoleh dukungan dari berbagai pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan, yang mengkhawatirkan konsekuensi langsung dari usulan tersebut. Banyak yang berpendapat bahwa pendidikan harus dipandang sebagai investasi jangka panjang yang memerlukan perencanaan dan dukungan keuangan yang stabil. Suara-suara ini meminta agar anggaran pendidikan tidak terpengaruh oleh fluktuasi pendapatan pemerintah yang bisa dipengaruhi oleh kondisi ekonomi.

Sebagian pihak menemukan bahwa jelasnya alokasi dari belanja negara memberikan kepastian lebih bagi pengelolaan institusi pendidikan yang beragam di seluruh Indonesia. Sekolah-sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya sangat bergantung pada kestabilan anggaran yang dapat direncanakan dalam jangka panjang.

Tantangan dalam Kebijakan Pendidikan
Perdebatan ini mencerminkan tantangan yang lebih besar terkait dengan kebijakan pemerintahan dalam pengembangan pendidikan nasional. Sebagai negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memerlukan sumber daya pendidikan yang tidak hanya memadai tetapi juga dapat diandalkan dalam pencapaian indikator pendidikan yang diharapkan. Pendidikan adalah fondasi penting bagi pembangunan ekonomi dan social, sehingga kestabilan dalam pendanaan pendidikan harus dijaga dengan baik.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun ada peningkatan dalam jumlah anggaran pendidikan dari tahun ke tahun, ada juga tantangan yang muncul dari alokasi yang tidak selalu merata. Masalah ini menjadi semakin kompleks seiring dengan meningkatnya kebutuhan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Dampak bagi Masa Depan Pendidikan
Penting untuk memperhatikan bahwa setiap perubahan dalam kebijakan anggaran pendidikan bukan hanya berdampak pada sistem pendidikan saat ini tetapi juga berpengaruh terhadap generasi mendatang. Dengan kualitas pendidikan yang buruk, Indonesia mungkin akan menghadapi tantangan serius dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

Ketidakpastian mengenai anggaran pendidikan dapat merusak sistem pendidikan yang telah dibangun dengan susah payah. Sumber daya pendidikan yang terbatas dapat berkontribusi pada ketimpangan sosial dan menghambat kemajuan bangsa. Untuk itu, Komisi X serta berbagai stakeholder pendidikan menegaskan perlunya pendanaan yang tepat dan aman demi masa depan pendidikan yang lebih baik.

Dengan hadirnya polemik ini, dapat dipastikan bahwa perdebatan mengenai pengelolaan anggaran pendidikan akan terus menjadi fokus perhatian publik. Keputusan dari pemerintah diharapkan tidak hanya didasarkan pada data keuangan semata tetapi juga pada visi dan misi pendidikan yang berkelanjutan untuk Indonesia.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button