Bangkok: Latihan politik Thailand kembali memasuki fase baru setelah Srettha Thavisin dipecat dari jabatannya sebagai Perdana Menteri pada Rabu, 14 Agustus 2024. Pemecatan ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi atas dasar pelanggaran etika yang dinyatakan terkait keputusan Srettha untuk memberhentikan seorang mantan pengacara yang pernah dipenjara 16 tahun lalu. Keputusan ini memicu kecemasan tentang stabilitas politik di negeri gajah putih tersebut.
Dengan dipecatnya Srettha, proses pemilihan perdana menteri yang baru segera dimulai. Menurut sumber dari Channel News Asia, untuk saat ini, kabinet Thailand akan berfungsi sebagai pemerintahan sementara, dengan Phumtham Wechayachai, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Wakil Perdana Menteri, sebagai pelaksana tugas perdana menteri.
Proses Selanjutnya
Partai-partai politik di Thailand diharuskan untuk menentukan kandidat baru yang akan diajukan setelah Srettha dicopot. Sebelum pemilihan umum tahun 2023, partai-partai politik sudah menyerahkan daftar calon, namun tidak semua kandidat dalam daftar tersebut mungkin akan diajukan. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan negosiasi politik antarpartai mengenai posisi dalam kabinet dan pengaruh kekuatan suara masing-masing partai.
Ketua parlemen akan memanggil seluruh anggota majelis rendah untuk melakukan pemungutan suara. Agar seorang kandidat dapat terpilih sebagai perdana menteri, kandidat tersebut harus memperoleh dukungan dari lebih dari separuh total 493 anggota parlemen, atau setidaknya 247 suara. Jika hasil pemungutan suara tidak memenuhi syarat, proses pemungutan suara akan dilakukan ulang, memberikan kesempatan bagi kandidat lain untuk diajukan.
Koalisi pemerintahan yang saat ini terdiri dari 11 partai politik memiliki 314 kursi di majelis rendah, memperlihatkan kekuatan relatif mereka dalam membentuk pemerintahan baru pasca pemecatan Srettha. Setelah terpilih, perdana menteri baru akan mengemban tanggung jawab untuk membentuk kabinet dan menyampaikan kebijakan pemerintah kepada parlemen sebelum resmi menjabat.
Kandidat Potensial
Banyak pengamat politik yang menyoroti beberapa nama yang dianggap memiliki peluang besar untuk menjadi perdana menteri baru Thailand. Salah satunya adalah Paetongtarn Shinawatra, putri dari mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra. Jika Paetongtarn terpilih, ia akan menjadi perdana menteri ketiga dari keluarga Shinawatra setelah Thaksin dan Yingluck Shinawatra. Popularitasnya yang tumbuh di kalangan pemilih menjadi salah satu alasan mengapa namanya sering disebut sebagai calon kuat.
Selain Paetongtarn, terdapat juga Anutin Charnvirakul, Menteri Dalam Negeri sekaligus pemimpin Partai Bhumjaithai, yang terkenal atas keberhasilannya mendorong legalisasi ganja di Thailand. Kebijakan ini mendapat respon positif dari sebagian segmen masyarakat dan menjadi salah satu ciri khas kepemimpinannya.
Prawit Wongsuwan, mantan kepala militer dan pemimpin Partai Palang Pracharat, juga dianggap sebagai salah satu kandidat yang memiliki peluang untuk mengisi kursi kepemimpinan tersebut. Dikenal karena pengalamannya dalam politik militer, Prawit memiliki dukungan yang kuat dari kalangan veteran dan para tokoh militer aktif.
Kandidat lain yang disebutkan dalam pembicaraan politik Thailand adalah Chaikasem Nitisiri dan Pirapan Salirathavibhaga. Keduanya juga menunjukkan potensi untuk mengisi posisi penting dalam pemerintahan baru, dan nama mereka seringkali muncul dalam diskusi terkait kandidat potensial.
Ketidakpastian politik yang terjadi menyusul pemecatan Srettha mendapatkan perhatian khusus dari pengamat domestik dan internasional. Stabilitas Thailand yang telah terjaga selama beberapa tahun ini kini kembali dipertaruhkan. Pergantian pemimpin di tengah berbagai tantangan sosial dan ekonomi, termasuk dampak dari COVID-19 dan isu-isu ketidakadilan ekonomi, membuat rakyat Thailand mengharapkan pemilu yang transparan dan kualitas pemimpin yang mumpuni.
Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pemecatan Srettha, meskipun bukan hal baru dalam skema politik Thailand, menunjukkan betapa rapuhnya jalinan konstitusi dan hukum di negara tersebut. Dengan banyaknya partai politik dan kepentingan yang terlibat, prosesi pemilihan perdana menteri baru tidak hanya menjadi sekadar pemilihan pemimpin, tetapi juga merupakan indikator bagaimana Thailand akan melangkah untuk menghadapi tantangan politik dan sosial ke depan.
Para analis memprediksi bahwa proses pemilihan kali ini mungkin akan dipenuhi dengan taktik politik dan negosiasi intens antarpartai. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat ketidaksepakatan dalam koalisi saat ini bisa saja menyebabkan kemandekan dalam pemerintahan dan memperpanjang ketidakpastian ekonomi.
Situasi politik yang berkembang di Thailand akan terus dipantau secara ketat, baik oleh masyarakat dalam negeri maupun oleh komunitas internasional. Keputusan akhir mengenai siapa yang akan menggantikan Srettha di kursi perdana menteri diharapkan dapat membawa stabilitas dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat Thailand dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.