Teknologi

SKKL Rawan Putus, Askalsi Dorong Peningkatan Tata Kelola Laut di Indonesia

Asosiasi Penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut (Askalsi) baru-baru ini mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kondisi kabel laut di Indonesia yang semakin rawan putus akibat tingginya permintaan untuk penggelaran jaringan serat optik. Ketua bidang Restorasi & Facility Management Askalsi, Sugiharto (Toto), menjelaskan bahwa pertumbuhan ini berkaitan erat dengan adopsi internet yang makin luas di masyarakat. Lokasi fungsional penggelaran kabel cenderung terfokus pada wilayah strategis, seperti di sekitar Pulau Jawa-Sumatra, Jawa-Kalimantan, serta Kalimantan-Sulawesi, baik dari internasional maupun domestik.

Permintaan yang tinggi untuk penggelaran serat optik telah menciptakan ruang zonasi kabel yang semakin sempit. Sugiharto memperingatkan bahwa jika kabel ditempatkan berdekatan, ada risiko kabel akan putus ketika perbaikan kabel dilakukan, karena kabel lain dapat ikut tertarik saat diangkat. “Ini jadi risiko karena perbaikan itu dua kali kedalaman air. Jika kabel digelar secara berdekatan, kemungkinan akan putus saat perbaikan kabel,” ungkapnya dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Dalam konteks ini, Askalsi meminta pemerintah untuk menyediakan data yang lebih komprehensif mengenai peta bawah laut Indonesia agar penggelaran jaringan tulang punggung internet bisa dilaksanakan dengan aman. Sugiharto berharap agar pemerintah dapat melakukan kajian yang mendalam terhadap lokasi kabel laut agar letak kabel pemail global dan lokal tidak saling berdekatan. Langkah ini diharapkan dapat meminimalisasi risiko gangguan yang mungkin terjadi pada kabel serat optik.

Lebih lanjut, Sugiharto menyoroti perlunya pemerintah memberikan dukungan yang konkret, seperti menyediakan area laut yang bebas dari rumpon atau alat bantu penangkap ikan. Hal ini penting, mengingat gangguan kabel serat optik yang sering terjadi akibat tarikan dari rumpon di area-area tertentu, termasuk di sekitar Medan dan Papua. Gangguan ini bukan hanya merusak kabel, tetapi juga memengaruhi kualitas layanan internet secara keseluruhan.

Roger Pardede, Ketua bidang Hubungan Antar Lembaga Askalsi, menambahkan bahwa permasalahan ini tidak berhenti pada insiden kabel putus. Keterbatasan jumlah kapal khusus untuk perbaikan kabel di Indonesia turut menjadi kendala. Akibatnya, waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki kabel yang putus bisa berlangsung berbulan-bulan, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kualitas layanan internet di dalam negeri.

“Untuk menggelar saja kami butuh waktu 1,5 tahun. Untuk perbaikan, kadang juga harus menunggu lama,” kata Roger. Dalam konteks ini, keterbatasan akses terhadap fasilitas perbaikan kabel laut bisa dikategorikan sebagai bencana.

Di sisi lain, terus berkembangnya teknologi dan kebutuhan oleh masyarakat untuk terhubung secara digital tentunya membawa tantangan dan peluang. Permintaan yang terus meningkat mengharuskan penyelenggara sistem komunikasi kabel laut untuk beradaptasi dan memastikan bahwa jaringan yang ada tidak hanya kuat, tetapi juga mampu bertahan dalam kondisi yang tidak terduga.

Seiring dengan pertumbuhan infrastruktur ini, penting bagi Indonesia untuk memiliki tata kelola kelautan yang lebih transparan dan terintegrasi. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan, sekaligus menjamin keamanan penggelaran kabel laut. Mengingat potensi besar yang dimiliki Indonesia di bidang telekomunikasi dan teknologi digital, keberadaan sistem kabel laut yang aman dan efisien sangat diperlukan untuk menjalankan inovasi dan perkembangan di sektor ini.

Tata kelola yang baik dapat memberi dampak yang signifikan tidak hanya bagi industri telekomunikasi, tetapi juga bagi masyarakat luas. Dengan internet yang stabil, berbagai sektor, mulai dari pendidikan hingga ekonomi, dapat diuntungkan. Oleh karena itu, komitmen dari pemerintah dan pihak terkait untuk meningkatkan tata kelola laut Indonesia menjadi hal yang sangat krusial.

Penekanan pada kolaborasi antar pemerintah dan pelaku usaha di bidang telekomunikasi juga perlu ditekankan sebagai langkah konstruktif. Diskusi terbuka, pertukaran data yang transparan, serta penyediaan data geospasial yang akurat akan memungkinkan perencanaan penggelaran kabel laut yang lebih aman dan efisien. Melalui strategi ini, bukan hanya infrastruktur komunikasi yang bisa diperkuat, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan akan meningkat.

Dalam dunia yang semakin terhubung, memperkuat infrastruktur telekomunikasi bukan sekadar soal penyediaan jaringan yang baik, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana kita melindungi dan mengelola sumber daya alam yang kita miliki. Askalsi, dengan semua harapan dan tuntutannya, mengingatkan bahwa perjalanan menuju masa depan yang lebih baik di bidang telekomunikasi dimulai dari pengelolaan yang baik di tingkat dasar, yaitu di laut.

Dengan tantangan yang ada, harapan agar tata kelola kelautan di Indonesia meningkat bukan hanya mencerminkan kepentingan industri, melainkan juga kebutuhan masyarakat luas untuk mengakses informasi dan layanan yang dapat memajukan kehidupan mereka. Modernisasi dan perhatian terhadap detail dalam pengelolaan kabel laut menjadi langkah penting menuju terwujudnya infrastruktur yang andal di Indonesia.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button