Indonesia

SK Kemenkumham Perpanjang Masa Bakti DPP PDIP hingga 2025 Digugat di PTUN

Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang memperpanjang masa bakti Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hingga tahun 2025 kini menghadapi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut dilayangkan oleh empat kader PDIP, yaitu Pepen Noor, Ungut, Ahmad, dan Endang Indra Saputra, yang berpendapat bahwa perpanjangan tersebut melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.

Pernyataan dari Kuasa Hukum

Anggota Tim Advokasi yang mewakili para penggugat, Victor W. Nadapdap, mengungkapkan rasa ketidakpuasan tersebut pada Sabtu, 7 September 2024, dengan menyatakan, "Kuasa diberikan untuk mengajukan gugatan Tata Usaha Negara terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia." Hal ini menunjukkan bahwa penggugat ingin menegakkan prinsip-prinsip demokratis yang dinyatakan dalam AD/ART partai.

Pokok Gugatan

Gugatan ini merujuk pada SK No. M.HH-05.11.02 Tahun 2024, yang dianggap bertentangan dengan pasal 17 AD/ART PDIP. Pasal ini secara jelas menyebutkan bahwa masa bakti kepengurusan DPP hanya berlangsung lima tahun, yaitu dari 2019 hingga 2024. Dalam konteks ini, perpanjangan masa jabatan yang tidak melalui mekanisme kongres dianggap cacat hukum, karena kongres merupakan forum tertinggi dalam partai yang berhak memutuskan perubahan AD/ART.

Victor menegaskan bahwa keputusan memperpanjang masa jabatan DPP tanpa melalui kongres adalah sebuah pelanggaran serius. Dia menambahkan, "Berdasarkan AD/ART, masa jabatan DPP PDIP berakhir pada 9 Agustus 2024, dan segala bentuk perpanjangan harus melalui kongres partai, bukan keputusan sepihak."

Tuntutan Gugatan

Dalam penyampaian gugatan, para penggugat meminta kepada PTUN untuk memerintahkan Kemenkumham mencabut SK yang memperpanjang masa jabatan DPP PDIP hingga 2025. Victor menyatakan keyakinannya terhadap putusan PTUN Jakarta dalam hal ini, "Kami percaya dan meyakini putusan PTUN Jakarta untuk memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM RI mencabut dan membatalkan Surat Keputusan (SK) No. M.HH-05.AH.11.02 tahun 2024 tentang pengesahan struktur, komposisi, dan personalia PDIP masa bakti 2019-2024 yang diperpanjang hingga tahun 2025."

Pernyataan PDIP

Sebelumnya, perpanjangan masa jabatan ini diumumkan dalam acara pembacaan sumpah kader PDIP oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, pada 5 Juli 2024. Dalam acara tersebut, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, disebutkan memiliki hak prerogatif dalam mengambil keputusan seperti ini. Namun, penggugat mempertanyakan keabsahan keputusan tersebut, menekankan bahwa tidak ada ketentuan dalam AD/ART yang memberi kewenangan kepada ketua umum untuk memperpanjang masa bakti secara sepihak.

Proses Hukum Berikutnya

Gugatan ini menjadi sorotan karena melibatkan isu kepemimpinan dalam salah satu partai politik besar di Indonesia. Dalam konteks politik yang semakin kompleks menjelang pemilihan umum, dinamika internal PDIP ini bisa berpengaruh terhadap stabilitas partai dan arah kebijakan politik ke depannya.

Tanggapan Pihak Lain

Berbagai pihak di dalam dan luar PDIP mengamati perkembangan gugatan ini dengan seksama. Banyak yang beranggapan bahwa keputusan untuk memperpanjang masa jabatan dapat menciptakan ketidakpuasan di kalangan kader atau bisa jadi dipandang sebagai langkah untuk menjaga stabilitas kepemimpinan dalam menghadapi kompetisi politik mendatang.

Analisis Situasi

Perpanjangan masa jabatan DPP PDIP ini bukan hanya menyentuh isu internal partai, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak lebih luas terkait praktik demokrasi di Indonesia. Dalam konteks sistem politik, penting bagi partai politik untuk mengikuti mekanisme yang telah disepakati dalam AD/ART agar legitimasi kepemimpinan mereka dapat dipertahankan.

Kesimpulan Analisis

Situasi ini menggambarkan bahwa meskipun partai politik memiliki struktur dan ketentuan yang mengatur internal mereka, tetap ada tantangan dalam menerapkan aturan tersebut secara transparan dan adil. Proses gugatan di PTUN diharapkan dapat menjadi momen penting untuk mendorong partai politik lainnya di Indonesia agar lebih patuh terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang telah disepakati dalam kerangka kerja mereka.

Dengan demikian, gugatan terhadap SK Kemenkumham ini bisa menjadi catatan penting dalam perjalanan politik dan hukum di Indonesia, serta memberi pelajaran bagi internal PDIP tentang pentingnya mekanisme demokrasi yang demokratis dan transparan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button