Indonesia

Simak! Penundaan Pembatasan BBM Subsidi Dinilai Tepat, Berikut Alasannya

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyatakan dukungannya terhadap keputusan pemerintah untuk menunda pelaksanaan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menurutnya, langkah ini sangat tepat dilakukan mengingat kondisi ekonomi kelas menengah yang tengah menghadapi tantangan berat. Dalam penjelasannya kepada media pada Kamis, 3 Oktober 2024, Mulyanto menegaskan bahwa jika pembatasan ini dilaksanakan, dampaknya akan semakin memperparah situasi ekonomi kelas menengah yang sudah terpuruk.

Mulyanto menekankan bahwa masyarakat kelas menengah adalah pendorong utama bagi aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Ia mengingatkan bahwa ketika kelas menengah mengalami kesulitan, dampaknya akan terasa pada seluruh aspek ekonomi, yang ultimately dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. "Kalau ini dilakukan akan semakin memukul kelas menengah. Dan kalau masyarakat kelas menengah bermasalah, akan berdampak pada aktivitas ekonomi secara luas," ungkap Mulyanto.

Data mutakhir yang disampaikan oleh Mulyanto mengindikasikan adanya penurunan signifikan dalam jumlah kelas menengah di Indonesia. Hal ini terlihat jelas dari anjloknya jumlah pekerja formal yang jauh berkurang, sedangkan jumlah pekerja informal terus meningkat. Sebuah analisis perbandingan data selama lima tahun (2014-2019 dan 2019-2024) menunjukkan perubahan mendasar dalam penyerapan tenaga kerja pada kedua periode tersebut.

Pada periode 2014-2019, sektor formal lebih mampu menyerap angkatan kerja, yang tentunya memberikan jaminan pendapatan lebih stabil bagi masyarakat. Namun, situasi berbalik drastis pada periode 2019-2024, di mana angkatan kerja lebih banyak terserap oleh sektor informal. Mulyanto mencatat bahwa ini juga diperparah oleh PHK di sektor industri, khususnya pada buruh industri tekstil dan turunannya yang menyisakan banyak pekerja kehilangan pekerjaan.

"Dapatan yang mengecewakan ini jangan diperburuk lagi dengan pembatasan BBM bersubsidi karena secara langsung akan memperlemah daya beli mereka yang sudah lemah," tambahnya. Tuntutan dan kebutuhan di lapangan menjadi semakin mendesak, terutama terkait dengan daya beli masyarakat yang semakin menurun.

Mulyanto juga berpendapat bahwa kebijakan penting seperti pembatasan BBM bersubsidi seharusnya diputuskan oleh pemerintahan baru yang dilantik, sehingga tidak menambah beban pada pemerintahan yang sedang berjalan saat ini. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah lebih fokus pada penyelesaian program-program yang sudah ada daripada menjelang babak baru dengan kebijakan yang berpotensi menimbulkan masalah baru. "Sebaiknya mereka menyelesaikan sisa program yang sedang berjalan tanpa membuat kebijakan baru yang berpotensi menimbulkan masalah," tegasnya.

Pernyataan Mulyanto ini menjadi titik perhatian penting terhadap dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan pemerintah, khususnya terkait dengan pembatasan BBM bersubsidi. Menampilkan kesadaran akan kondisi masyarakat yang terhimpit oleh keterbatasan ekonomi, suara Mulyanto mencerminkan harapan banyak elemen masyarakat yang ingin agar pemerintah lebih bijak dalam merumuskan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Dalam konteks lebih luas, penundaan pembatasan BBM bersubsidi ini juga berpotensi mengurangi gejolak sosial yang bisa muncul akibat meningkatnya harga-harga barang dan kebutuhan pokok sebagai dampak dari kebijakan tersebut. Hal ini penting untuk diperhatikan, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dampaknya pada ekonomi domestik.

Penundaan ini juga dapat memberikan waktu bagi pemerintah untuk mengevaluasi lebih jauh tentang strategi penyaluran subsidi yang lebih tepat sasaran. Dalam jangka panjang, strategi ini diharapkan bisa lebih baik menyentuh kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan, tanpa justru menambah beban yang tidak perlu bagi kelas menengah yang sedang berjuang.

Pertanyaan yang kini menghantui banyak pihak adalah seberapa lama penundaan ini akan berlangsung dan kebijakan apa yang akan diterapkan di masa depan untuk menjamin keberlangsungan ekonomi nasional tanpa membebani masyarakat kelas menengah. Wacana ini tentu harus melibatkan masukan dari berbagai pihak, mulai dari para ekonom, pegiat sosial, hingga masyarakat umum guna mendapatkan gambaran yang komprehensif akan langkah pemerintah selanjutnya.

Melihat kondisi terkini, menjadi jelas bahwa penundaan pembatasan BBM subsidi bukan hanya sekedar keputusan administratif, melainkan juga sebuah langkah strategis untuk menghindari dampak negatif lebih lanjut bagi perekonomian secara keseluruhan. Harapan kini terletak pada kebijakan yang lebih inklusif dan sensitif terhadap kebutuhan masyarakat agar perekonomian Indonesia bisa pulih dan kembali mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button