Pendidikan

Setelah Pernah Membantah, Undip Akui Ada Kasus Perundungan di Dalam Program PPDS

Ratusan mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan Spesialis Dokter (PPDS) dari Universitas Diponegoro (Undip) kini tengah berbicara tentang isu perundungan di lingkungan pendidikan mereka. Setelah sebelumnya membantah adanya fenomena perundungan di dalam program studi ini, pihak Undip akhirnya mengakui bahwa perundungan tersebut memang terjadi, baik secara verbal maupun non-verbal, yang berdampak negatif bagi mahasiswa.

Pengakuan ini mulai mengemuka setelah sejumlah alumni dan mahasiswa saat ini berbagi pengalaman pahit mereka selama menjalani pendidikan di PPDS Un dip. Beberapa dari mereka menceritakan bagaimana sistem pendidikan yang berlangsung di lingkungan ini sering kali menekankan kekuatan hierarki, di mana senioritas mengambil peran dominan dalam interaksi sehari-hari. Kejadian perundungan tersebut sering kali disertai dengan intimidasi, cemoohan, dan perlakuan tidak manusiawi yang bertujuan untuk membuat mahasiswa baru merasa rendah diri.

Alih-alih mengembangkan potensi, perundungan di lingkungan PPDS Undip justru menciptakan suasana yang menakutkan bagi mahasiswa baru yang seharusnya belajar dan berkembang demi masa depan mereka sebagai dokter spesialis. Salah satu mahasiswa yang enggan disebutkan namanya mengatakan, "Pengalaman saya di PPDS sangat menyakitkan. Saya merasa dihina dan tidak dihargai. Setiap kali saya bertanya, sering kali saya dijawab dengan ejekan. Hal ini membuat saya merasa tertekan dan kehilangan semangat."

Menghadapi tekanan yang demikian besar, tak jarang mahasiswa mengalami masalah kesehatan mental. Data yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan kejadian depresi dan kecemasan di kalangan mahasiswa PPDS, dan banyak di antara mereka merasa tidak ada tempat untuk mengungkapkan keluhan ini. Masalah ini juga mencuat ketika beberapa mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menuntut perubahan. Mereka meminta pihak kampus untuk lebih memperhatikan kesehatan mental serta menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung.

Rektor Undip, yang sebelumnya menolak adanya tuduhan perundungan ini, akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi. Dalam pernyataan tersebut, pihak rektorat mengakui adanya perundungan dalam PPDS, tetapi menegaskan bahwa mereka telah melakukan upaya untuk menangani kasus-kasus ini. “Kami sangat menyesalkan bahwa situasi ini terjadi. Kami berkomitmen untuk memperbaiki budaya di dalam PPDS dan memastikan bahwa alat pengawasan dan dukungan untuk mahasiswa diformalkan,” ujarnya.

Sebagai respons terhadap pengakuan pihak universitas ini, mereka pun merencanakan serangkaian program yang bertujuan untuk mencegah perundungan. Undip berencana untuk mengadakan pelatihan bagi dosen dan mahasiswa tentang pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung, serta memberikan ruang bagi mahasiswa yang mengalami perundungan untuk melapor tanpa rasa takut akan konsekuensi.

Dalam melakukan penelitian lebih lanjut terhadap masalah ini, sejumlah organisasi mahasiswa juga bekerja sama dengan berbagai lembaga pemerhati pendidikan untuk menerapkan survei dan penelitian lanjutan. Mereka ingin mengumpulkan data konkret dan merumuskan solusi jangka panjang yang bisa diterapkan di seluruh program pendidikan spesialis dokter di seluruh Indonesia. Soal kesehatan mental juga menjadi perhatian utama mereka, agar generasi dokter yang akan datang bisa dilahirkan dalam keadaan yang sehat secara mental.

Masyarakat luas kini mulai menyoroti masalah ini karena dampaknya yang mengkhawatirkan. Kesehatan mental mahasiswa di Indonesia kerap kali terabaikan, meskipun penting untuk keberlanjutan pendidikan dan kesehatan profesi kesehatan di masa depan. Organisasi profesi juga ikut mendukung upaya ini, mendorong Universitas untuk lebih responsif terhadap kebutuhan mahasiswa, terutama terkait kesehatan mental dan kesejahteraan mereka.

Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa PPDS menjadi sorotan media dan masyarakat, mempertegas bahwa perundungan di institusi pendidikan bukanlah masalah sepele. Tuntutan mereka tidak hanya mencakup pengakuan atas kehadiran perundungan, tetapi juga seruan untuk transparansi dan reformasi kebijakan di lembaga pendidikan. Harapan mereka adalah agar pendidikan yang didapatkan bukan hanya lebih teoritis, tetapi juga berorientasi pada kesejahteraan psikologis mahasiswa.

Situasi ini memberikan gambaran bahwa masalah perundungan dalam lingkungan pendidikan tinggi bisa terjadi di mana saja, termasuk di institusi pendidikan dengan reputasi baik. Dengan pengakuan dari pihak Universitas Diponegoro, banyak pihak berharap akan ada langkah konkret yang diambil untuk membangun budaya pendidikan yang lebih sehat dan inklusif.

Akhirnya, keberanian mahasiswa untuk berbicara dan melawan perundungan telah membuka jalan bagi diskusi yang lebih besar mengenai perlunya perlindungan terhadap mahasiswa di semua tingkat pendidikan. Keterbukaan dan dukungan dari institusi pendidikan dalam masalah ini diharapkan bisa menjadi contoh bagi universitas lain di Indonesia dalam mengatasi praktik perundungan yang menghancurkan.

Dengan ini, diharapkan pelajaran dari kasus di Undip dapat menjadi titik tolak bagi perbaikan di dunia pendidikan, bukan hanya di bidang kedokteran tetapi juga disiplin ilmu lainnya untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih manusiawi dan memanusiakan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button