Bank Indonesia (BI) mencatat adanya arus keluar dana asing dari pasar keuangan domestik selama pekan ini. Berdasarkan data yang dipublikasi, pada periode 2 hingga 5 September 2024, total dana dari investor asing (nonresiden) yang keluar tercatat mengalami penjualan bersih (outflow) sebesar Rp2,49 triliun.
Keluarnya dana asing ini disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya adalah penurunan aliran investasi ke Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang menyaksikan arus keluar mencapai Rp7,38 triliun. Meski demikian, kondisi ini tidak serta merta menjatuhkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Malahan, rupiah justru menunjukkan penguatan, menembus angka yang mengesankan di Rp15.300-an per USD.
Dari sektor pasar surat berharga negara (SBN), investor asing justru melakukan pembelian bersih sebesar Rp2,65 triliun. Di pasar saham, aliran dana juga terlihat positif dengan kenaikan investasi sebesar Rp2,24 triliun. Hal ini menunjukkan adanya ketertarikan investor asing meskipun terjadi arus keluar di beberapa segmen lain.
Sementara itu, dalam catatan tahun 2024, data yang diperoleh hingga 5 September 2024 menunjukkan bahwa nonresiden telah melakukan pembelian bersih sebesar Rp28,80 triliun di pasar saham, Rp11,15 triliun di SBN, dan Rp186,92 triliun di SRBI. Dalam konteks semester kedua 2024, aliran modal asing tercatat dengan nilai yang signifikan, yaitu Rp28,46 triliun di pasar saham, Rp45,11 triliun di SBN, dan Rp56,57 triliun di SRBI.
Meskipun arus modal asing menunjukkan tren keluar, indikator premium risiko atau Credit Default Swap (CDS) untuk Indonesia mengalami peningkatan, berada di level 68,92 basis poin (bps) pada tanggal 5 September 2024. Peningkatan ini, dari sebelumnya 66,21 bps pada 30 Agustus 2024, mencerminkan peningkatan risiko dalam berinvestasi di SBN.
Dinamikanya Rupiah yang Menguat
Menyusul keluar masuknya modal asing, rupiah menunjukkan ketahanan luar biasa. Menurut data dari Bloomberg, pada tanggal 6 September 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.377 per USD, menguat sebesar 24 poin atau setara 0,15 persen dibandingkan hari sebelumnya, yang tercatat di Rp15.401 per USD. Di sisi lain, Yahoo Finance memberikan informasi serupa, mencatat nilai tukar rupiah di level Rp15.360 per USD, yang menunjukkan penguatan 34 poin atau setara 0,22 persen dari posisi sebelumnya di Rp15.405 per USD.
Juga berdasarkan data dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah berada di level Rp15.372 per USD, dengan kenaikan 38 poin dari perdagangan sebelumnya yang berada di level Rp15.410 per USD.
Respons Bank Indonesia
Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono, menegaskan pentingnya respons yang cepat dan efisien terhadap dinamika pasar. "Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia," ujarnya. Dia menekankan bahwa BI berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ketidakstabilan pasar keuangan global, termasuk perubahan kebijakan moneter di negara lain, berpotensi mempengaruhi investor dalam membuat keputusan. Namun, Indonesia terbukti mampu mempertahankan kekuatannya dalam situasi yang tidak menentu ini. Kepercayaan investor, meski terpengaruh oleh arus keluar modal, tetap terjaga yang terefleksikan dalam penguatan nilai tukar rupiah.
Hal ini penting di tengah tantangan ekonomi global yang terus berubah, di mana aliran investasi asing dapat berfluktuasi dengan cepat tergantung pada sentimen pasar. Dengan strategi yang tepat dan kebijakan yang mendukung, tantangan ini dapat dimitigasi, dan stabilitas ekonomi dapat dijaga.
Pada saat yang bersamaan, masyarakat dan pelaku ekonomi lainnya juga diharapkan untuk tetap waspada terhadap perkembangan pasar global yang cepat berubah. Dengan informasi yang akurat dan analisis pasar yang baik, diharapkan mampu menciptakan langkah-langkah strategis untuk menjaga dan meningkatkan performa investasi di Indonesia.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun ada gejolak di pasar, ada juga potensi pertumbuhan yang signifikan, terutama bagi investor asing yang masih melihat peluang dalam ekonomi Indonesia. Dalam hal ini, peran pemerintah dan BI menjadi krusial untuk memastikan bahwa pertumbuhan ini dapat berlangsung dalam jangka panjang dan menjadi salah satu pilar utama stabilitas ekonomi nasional.