Rupiah terpantau masih berada dalam tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga penutupan perdagangan pada Senin sore, 12 Agustus 2024. Dalam pergerakan pasar, mata uang Garuda ini melemah sebesar 30 poin atau 0,19 persen, sehingga berada pada posisi Rp15.955 per USD, sesuai dengan data yang dilansir dari Bloomberg. Sumber data lain, Yahoo Finance, juga mencatatkan bahwa rupiah mengalami penurunan yang sama, mempertahankan nilai yang sama di Rp15.955 per USD. Selain itu, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa kurs rupiah merosot ke level Rp15.963 per USD, turun dari posisi sebelumnya di Rp15.914 per USD.
Latar belakang pelemahan rupiah ini terjadi di tengah pengumuman pasar yang mengantisipasi rilis data neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Juli 2024. Menurut analisis yang disampaikan oleh Rully Nova, analis dari Bank Woori Saudara, kondisi ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap inflasi di AS yang akan dirilis pada Rabu mendatang, serta data neraca perdagangan Indonesia yang dijadwalkan akan diumumkan pada hari Kamis. “Rupiah hari ini melemah dipengaruhi oleh antisipasi data inflasi AS yang akan rilis Rabu lusa dan data neraca perdagangan Indonesia pada Kamis,” ujarnya.
Dalam proyeksi surplus neraca perdagangan Indonesia, diperkirakan akan mencapai USD1,4 miliar pada Juli 2024. Namun, angka ini menunjukkan tren penurunan dibandingkan dengan hasil bulan sebelumnya, di mana surplus neraca perdagangan untuk Juni 2024 tercatat sebesar USD2,39 miliar. Penurunan surplus ini tentunya menjadi perhatian, terutama bagi pelaku pasar yang khawatir akan dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar rupiah.
Di sisi lain, inflasi inti di AS untuk Juli 2024 diperkirakan akan mencapai 2,9 persen, mengalami penurunan dari angka sebelumnya yang tercatat 3 persen pada bulan Juni 2024. Meski begitu, inflasi bulanan diprediksi akan menunjukkan kenaikan menjadi 0,2 persen, setelah sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,1 persen. Pergerakan inflasi ini tentu akan menjadi fokus, mengingat data tersebut dapat memengaruhi kebijakan moneter di AS dan berimbas pada nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah.
Pelemahan rupiah pada hari ini mencerminkan kondisi psikologis pasar yang cenderung berhati-hati menjelang rilis data penting. Ini juga menunjukkan betapa pasar valuta asing sangat dipengaruhi oleh data makroekonomi di negara-negara utama, terutama AS, yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Ketidakpastian mengenai data inflasi dan neraca perdagangan sering kali membuat investor melakukan aksi jual terhadap aset berisiko, termasuk mata uang negara berkembang seperti rupiah.
Selain faktor eksternal, pelaku pasar juga memperhatikan potensi dampak dari kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembacaan terhadap kebijakan suku bunga dan langkah-langkah yang diambil untuk mengendalikan inflasi lokal turut menjadi pertimbangan dalam fluktuasi nilai tukar.
Melihat hari-hari ke depan, penting bagi investor dan pelaku pasar untuk terus memantau perkembangan data ekonomi yang akan dirilis. Apakah surplus neraca perdagangan Indonesia akan sesuai ekspektasi dan bagaimana respons pasar terhadap data inflasi AS adalah dua faktor kunci yang akan menentukan arah pergerakan rupiah selanjutnya.
Dalam konteks global, banyak negara saat ini juga menghadapi tantangan yang sama terhadap stabilitas mata uang mereka. Gejolak ekonomi, gangguan rantai pasokan, dan ketidakpastian geopolitik turut memberi kontribusi terhadap ketidakpastian nilai tukar. Oleh karena itu, aksi jual atau pembelian terhadap rupiah akan sangat bergantung pada informasi terbaru dan kepercayaan pasar terhadap perekonomian domestik Indonesia.
Secara keseluruhan, meskipun rupiah masih menunjukkan tren melemah, situasi ini merupakan cermin saling ketergantungan antara nilai tukar domestik dan berbagai faktor eksternal yang memengaruhi keseluruhan kesehatan ekonomi. Dengan adanya data yang akan dirilis dalam waktu dekat, diharapkan bisa memberikan kejelasan dan arah bagi pelaku pasar untuk bereaksi sesuai dengan kondisi yang berlaku.
Melalui pemantauan dan analisis yang tepat, pelaku pasar diharapkan mampu mengambil keputusan investasi yang lebih bijak di tengah volatilitas yang ada saat ini. Hal ini menjadi penting agar stabilitas nilai tukar dan perekonomian Indonesia tetap terjaga dalam menghadapi dinamika global yang terus berubah.