Kesehatan

Psikolog Jelaskan Bedanya: Sering Memuji Diri Hebat, Megalomania atau Narsistik?

Bertemu dengan seseorang yang sering memuji diri sendiri dan merasa lebih hebat dari orang lain dapat menciptakan ketidaknyamanan. Banyak orang mungkin bingung untuk mendefinisikan perilaku ini, apakah termasuk narsistik atau megalomania. Menurut Psikolog Klinis Marissa Meditania, M. Psi., narsistik dan megalomania memiliki ciri-ciri yang mirip, yaitu merasa lebih unggul dari orang lain, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda.

Narsistik: Pusat dari Segala Sesuatu

Narsistik merupakan kondisi di mana individu merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Orang dengan sifat narsistik cenderung selalu ingin dipuji dan menyukai perhatian, seringkali dengan menurunkan citra orang lain untuk memperkuat pandangan positif terhadap diri mereka. Marissa menjelaskan, "Narsistik itu lebih ke arah ingin dipuji, jadi dia melebih-lebihkan dirinya. Achievement yang biasa saja dibuat seolah-olah besar."

Kondisi narsistik yang berlebihan dapat berkembang menjadi gangguan psikologis yang dikenal sebagai narcissistic personality disorder (NPD). Dalam kasus yang ekstrem, perilaku ini bisa berujung pada delusi atau keyakinan yang salah. Menurut penelitian yang dimuat dalam PubMed, orang dengan NPD memiliki pola pikir dan perilaku yang khas yang ahli temukan, yang negatif terhadap hubungan sosial mereka. Beberapa ciri-ciri yang umum terlihat pada individu dengan NPD, antara lain:

  • Perasaan penting diri yang berlebihan.
  • Fantasi akan kesuksesan, kekuasaan, kecantikan, atau cinta yang ideal.
  • Kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan.
  • Kurangnya empati.
  • Merasa iri pada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri pada mereka.
  • Sikap arogan dan sombong.
  • Sikap meremehkan dan memandang rendah orang lain.

Megalomania: Keinginan untuk Berkuasa

Di sisi lain, megalomania merupakan kondisi psikologis di mana individu merasa memiliki kekuatan atau kekuasaan yang sangat besar, sering kali tidak realistis. Marissa menambahkan, "Megalomania itu lebih ke arah merasa punya power dan terus berkuasa. Seringkali ini sudah tidak realistis atau tidak nyata, sesuatu yang dibuat-buat dalam dirinya sendiri."

Megalomania termasuk dalam gangguan psikologis yang dapat muncul dalam kondisi kesehatan mental seperti bipolar, delirium, dan delusi. Ciri-ciri umum individu dengan megalomania, antara lain:

  • Delusi kebesaran: Merasa memiliki kekuatan, kekayaan, atau pengaruh yang luar biasa.
  • Perilaku sombong dan arogan: Merendahkan orang lain dan merasa superior.
  • Kurangnya empati: Sulit memahami atau peduli terhadap perasaan orang lain.
  • Kebutuhan akan kekaguman: Mencari perhatian dan pujian secara terus-menerus.
  • Perilaku manipulatif: Sering menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi.

Kesamaan dan Perbedaan antara Narsistik dan Megalomania

Meskipun terdapat kesamaan menghasilkan perasaan superioritas, baik narsistik maupun megalomania, memperlihatkan cara yang berbeda dalam mengekspresikan diri mereka. Narsistik lebih fokus pada keinginan untuk selalu dipuji dan mendapatkan pengakuan, dengan cenderung menjelekkan atau merendahkan orang lain. Megalomania, di sisi lain, berkaitan lebih dengan delusi kekuasaan yang tidak realistis dan ketidakpuasan akibat tidak mendapatkan pengakuan yang sesuai.

Memahami perbedaan di antara kedua kondisi ini penting, terutama ketika perilaku tersebut mulai mengganggu kehidupan sehari-hari. Baik narsistik maupun megalomania dapat berkembang menjadi gangguan psikologis yang lebih serius sehingga memerlukan penanganan dari profesional kesehatan mental.

Dalam konteks sosial yang lebih luas, pengenalan terhadap karakteristik ini dapat membantu individu dalam berinteraksi dan memahami perilaku orang lain. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaran yang lebih baik tentang isu kejiwaan ini, serta menghindari stigma negatif terhadap mereka yang mengalami kesulitan. Komunikasi yang baik dan empati dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung bagi individu yang memiliki perilaku ini.

Berkaca pada data dan temuan di atas, penting untuk diingat bahwa baik narsistik maupun megalomania membutuhkan perhatian serius dan penanganan yang tepat. Apabila kita menjumpai seseorang dengan perilaku yang mencurigakan, bukan hanya kita perlu memahami kondisi tersebut tetapi juga mempertimbangkan untuk memberikan dukungan atau menyarankan mereka untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental.

Sikap terbuka dan saling mendukung merupakan elemen penting dalam mengatasi stigma terhadap gangguan psikologis, agar individu yang membutuhkan bantuan dapat kembali menjalani kehidupan yang sehat dan seimbang. Dengan demikian, diharapkan masyarakat lebih peka terhadap kondisi kejiwaan ini dan lebih siap untuk memberikan dukungan yang konkret.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button