Pendidikan

Prabowo Sebut Oposisi Budaya Barat, Pakar Unair: Oposisi Penting untuk Check and Balances

Pernyataan kontroversial Presiden RI terpilih Prabowo Subianto mengenai oposisi politik yang dihubungkannya dengan budaya barat memicu debat di kalangan pakar politik di Indonesia. Prabowo, yang memilih pendekatan kolaboratif dengan berbagai partai politik lainnya, menyatakan bahwa oposisi politik merupakan aspek yang tidak sesuai dengan budaya dan karakter bangsa. Pernyataan ini membawa perhatian kepada pentingnya keberadaan oposisi dalam sistem demokrasi, terutama di tengah keinginan untuk membentuk kabinet yang inklusif.

Irfa’i Afham, pakar politik dari Universitas Airlangga (Unair), memberikan tanggapan terhadap pernyataan Prabowo tersebut. Menurutnya, keberadaan oposisi dalam sebuah sistem demokrasi sangatlah penting. Demokrasi, kata dia, selalu menghendaki adanya keberagaman dalam politik, yang mencakup keberagaman ideologi, partai politik, dan identitas. Keberagaman ini bukan hanya sekadar bentuk, tetapi merupakan elemen krusial untuk memastikan adanya mekanisme checks and balances dalam pemerintahan.

Dalam konteks ini, Irfa’i menegaskan bahwa “Oposisi sangat penting untuk checks and balances”. Ia mengingatkan bahwa dalam praktik demokrasi, tujuan dari keberagaman adalah untuk memunculkan oposisi yang dapat melakukan kritik terhadap kekuasaan. Tanpa adanya oposisi, akan ada risiko pemegang kekuasaan bertindak sesuai keinginan tanpa pengawasan yang memadai. Kritikan-kritikan ini, tegas Irfa’i, berfungsi untuk menjaga jalannya pemerintahan agar tetap berjalan sesuai dengan harapan rakyat dan prinsip-prinsip demokrasi.

Menggali lebih dalam, Irfa’i merujuk pada sejarah kelam otoritarianisme di Indonesia, di mana kebebasan politik sangat dibatasi dan oposisi diabaikan. Ia mengingatkan bahwa dalam periode tersebut, kritik terhadap penguasa sering kali dilihat sebagai ancaman, bukan sebagai alat untuk mengoreksi dan mempertahankan keberlanjutan demokrasi. “Tanpa kritik, pemegang kekuasaan akan berbuat sesuka hati,” ungkapnya, menambahkan bahwa kritik justru merupakan kebutuhan untuk memastikan penguasa bertanggung jawab.

Lebih jauh, dosen ilmu politik ini menjelaskan bahwa keberagaman politik juga memungkinkan terjadinya pergantian elite. Demokrasi di Indonesia, ujarnya, dapat berjalan dengan baik karena adanya keberagaman, bukan penyeragaman total. Dia menjelaskan bahwa pendiri bangsa Indonesia merancang sistem yang mengakomodasi berbagai pandangan politik, baik dari spektrum kanan maupun kiri. Hal ini, menurutnya, telah membantu menciptakan dinamika politik yang berarti, menghasilkan Republik Indonesia yang demokratis.

Namun, Irfa’i juga menyoroti kelemahan yang ada dalam oposisi politik saat ini, yang sering kali bersifat sementara dan tidak permanen. Ia mencatat bahwa konflik yang muncul di kalangan partai politik acapkali tidak diselesaikan melalui dialog dan adu gagasan, melainkan melalui proses-proses politik yang transaksional. “Oposisi politik di Indonesia masih lemah,” kata Irfa’i, menambahkan bahwa hal ini menciptakan tantangan bagi politik Indonesia ke depan.

Ia mengusulkan bahwa Indonesia memerlukan oposisi politik yang berjangka panjang, yang mampu mengajukan ide-ide dan kritik yang konstruktif melalui jalur yang demokratis. “Oposisi-oposisi yang humanis dengan gagasan kebangsaan yang kuat perlu diperkuat,” tambahnya. Ia menekankan bahwa dalam proses perawatan kehidupan politik yang sehat, eksistensi masyarakat sipil sangat krusial untuk mengawasi dan mengoreksi jalannya kekuasaan.

Irfa’i juga mengingatkan bahwa proses politik yang dihasilkan dari keberadaan oposisi akan membantu dalam menciptakan iklim politik yang lebih sehat. Dalam pandangannya, keberagaman politik tidak hanya terbatas pada perbedaan partai, tetapi juga mencakup spektrum ideologi dan suara masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi seluruh elemen masyarakat sangat penting dalam memastikan bahwa suara rakyat tidak terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan.

Pernyataan Prabowo yang menyubsidi pemikiran bahwa oposisi merupakan sesuatu yang tidak lazim dalam konteks Indonesia dapat dilihat sebagai tantangan bagi kebangkitan semangat demokrasi di Tanah Air. Dengan mempertimbangkan banyaknya pengalaman sejarah yang dialami bangsa ini, sangat penting agar masyarakat dan politisi mengedepankan dialog dan saling menghormati demi kelangsungan demokrasi yang lebih baik.

Kenyataan bahwa oportunisme politik dan penyeragaman dapat muncul dari keinginan untuk membentuk pemerintahan yang kuat, hendaknya diwaspadai. Sebab, sejarah telah membuktikan bahwa konsolidasi yang berlebihan dapat mengancam pluralisme dan demokrasi itu sendiri.

Di tengah penggambaran Prabowo sebagai pemimpin yang ingin menyatukan berbagai elemen politik, tantangan untuk menjaga demokrasi yang sehat dan inklusif tetap menjadi salah satu isu yang mendesak untuk dibahas. Penegakan prinsip-prinsip demokrasi, yang mencakup pengakuan terhadap oposisi sebagai bagian tak terpisahkan, adalah sebuah langkah krusial dalam memastikan bahwa Indonesia dapat terus melangkah maju sebagai bangsa yang demokratis dan berkeadilan.

Dengan semangat keberagaman ini, diharapkan dapat tercipta politik yang tidak hanya mengakomodasi kepentingan segelintir orang, tetapi juga mewakili suara seluruh rakyat Indonesia. This article aims to shed light on the importance of political opposition in ensuring a vibrant democracy in Indonesia while considering historical contexts and contemporary realities.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button