Bisnis

Power Wheeling Dinilai Berisiko Menggerus APBN: Apa Dampaknya bagi Keuangan Negara?

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pasal power wheeling dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang sedang dibahas di DPR RI. Menurutnya, penerapan power wheeling dapat berpotensi merugikan keuangan negara dan menggerus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Fahmy menegaskan bahwa membiarkan Independent Power Plant (IPP) menjual listrik secara langsung kepada konsumen bertentangan dengan konstitusi. Ia menekankan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak seharusnya dikuasai oleh negara. Hal ini menunjukkan bahwa liberalisasi dalam sektor kelistrikan yang diusung RUU EBET dapat membawa dampak negatif yang signifikan.

Menurut Fahmy, lebih dari 90 persen penjualan listrik berasal dari pelanggan industri. Dengan adanya skema power wheeling, potensi untuk menggerus pendapatan negara menjadi semakin nyata. Ia menekankan bahwa skema ini tidak hanya akan mengurangi pendapatan, tetapi juga meningkatkan biaya operasional PT PLN (Persero). Hal ini disebabkan oleh kebutuhan untuk menyediakan pembangkit cadangan yang diperlukan untuk mendukung sumber energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), yang sifatnya intermitten tergantung pada kondisi cuaca.

Kenaikan biaya operasional ini akan berimplikasi langsung pada harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Jika tarif listrik yang ditetapkan berada di bawah HPP, maka negara harus menanggung selisih tersebut melalui APBN. Ini berarti anggaran negara harus digunakan untuk membayar kompensasi guna menutupi biaya operasional yang semakin membengkak. Kompensasi ini, menurut Fahmy, bisa mengganggu anggaran untuk program-program strategis yang dicanangkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, seperti program makan bergizi gratis.

Pembahasan RUU EBET yang sempat tertunda kini kembali dijadwalkan untuk dibahas di Komisi VII DPR RI. Penundaan sebelumnya disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat di antara pihak-pihak terkait tentang pasal power wheeling. Meskipun pasal tersebut telah dihapus pada awal 2023, kini muncul kembali dalam pembahasan setelah tiga bulan. Saat ini, RUU EBET tidak hanya sedang dibahas, tetapi juga sudah memasuki tahap perumusan dan sinkronisasi.

Mekanisme power wheeling sendiri merupakan suatu cara yang memungkinkan pihak swasta atau IPP untuk menyuplai listrik ke konsumen langsung dengan memanfaatkan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki oleh PLN. Namun, dengan pandangan Fahmy dan sejumlah pengamat lainnya, kebijakan ini dipandang dapat memperburuk kondisi APBN dan menimbulkan tantangan bagi masa depan sektor energi Indonesia.

Implikasi dari kebijakan ini tidak hanya terbatas pada APBN, tetapi juga tentang ketahanan energi nasional. Dalam ranah pemanfaatan energi terbarukan, di mana Indonesia memiliki potensi yang besar, penggunaan power wheeling bisa menjadi rintangan bagi perkembangan infrastruktur yang lebih terintegrasi dan efisien. Dalam jangka panjang, sektor ini memerlukan perhatian dan regulasi yang matang untuk mencegah situasi yang merugikan, baik bagi konsumen maupun negara.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, keinginan untuk memajukan penggunaan energi terbarukan di Indonesia tetap perlu didukung. Namun, harus diingat bahwa proses transisi menuju penggunaan energi yang lebih berkelanjutan harus dilakukan dengan bijaksana dan tidak mengorbankan kepentingan nasional. Salah satu cara adalah dengan memastikan bahwa kerangka regulasi yang diusulkan, seperti RUU EBET, tidak membawa dampak yang dapat membebani APBN secara berlebihan.

Pasal power wheeling dalam RUU EBET membawa sebuah tantangan besar bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya menjawab kebutuhan pasar namun juga menjaga kestabilan ekonomi nasional. Menjaga keseimbangan antara liberalisasi pasar dan perlindungan terhadap kepentingan publik adalah kunci untuk mencapai tujuan energi yang berkelanjutan di Indonesia.

Dalam konteks ini, diskusi dan kajian lebih lanjut menjadi penting untuk memahami segala kemungkinan implikasi dari kebijakan yang diusulkan. Partisipasi semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pengamat, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk mendapatkan perspektif yang menyeluruh dan solusi yang optimal.

RUU EBET merupakan langkah strategis dalam pembaruan sektor energi, namun implementasinya harus mampu memenuhi dua aspek penting: mendorong investasi dan inovasi dalam energi terbarukan sementara tetap menjaga kestabilan keuangan negara. Sektor energi yang sehat akan berfenomena positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Sebagai masyarakat, penting untuk terus memantau perkembangan RUU EBET dan memberikan masukan konstruktif agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar menguntungkan bagi semua pihak dan menjawab tantangan energi di masa depan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button