Pendidikan

Polisi Tangkap 85 Anak dalam Unjuk Rasa, KPAI Imbau Tidak Bersikap Represif

Jakarta, 23 Agustus 2024 – Dalam suatu unjuk rasa yang digelar untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di gedung DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024, sebanyak 85 anak telah diamankan oleh pihak kepolisian. Kegiatan unjuk rasa yang dimulai sekitar pukul 18.00 WIB itu melibatkan banyak pelajar yang, menurut laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), turut serta dengan memakai atribut pelajar.

KPAI mencatat bahwa sekitar 300 hingga 400 anak terlihat mengikuti aksi tersebut, yang sebagian besar berasal dari kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Tol, dan Benhil. Meskipun pengunjuk rasa sudah dibubarkan sekitar pukul 19.00 WIB oleh kepolisian, beberapa anak tetap berpartisipasi dalam aksi tersebut yang diwarnai dengan tindakan membakar ban sebagai bentuk protes.

Sikap Polisi dan Perlindungan Anak

Menurut Aris Adi Leksono, seorang komisioner di KPAI, mereka menemukan bukti adanya kekerasan terhadap anak-anak selama unjuk rasa. Beberapa pelajar dilaporkan mengalami luka dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat setelah diserang. Dari hasil penyisiran yang dilakukan KPAI, tujuh anak berhasil diamankan di Polda Metro Jaya, sementara 78 anak lainnya dibawa ke Polres Jakarta Barat.

KPAI menekankan bahwa tindakan represif dari pihak kepolisian terhadap anak-anak yang terlibat dalam unjuk rasa ini tidak dibenarkan. Aris Adv Leksono meminta kepada aparat untuk mengutamakan pendekatan persuasif dalam menangani situasi tersebut, serta menjamin perlindungan bagi anak-anak. "KPAI mendesak petugas kepolisian untuk tidak bersikap represif. Kesejahteraan anak harus menjadi prioritas dalam setiap situasi," tuturnya.

Kerjasama dengan Lembaga Perlindungan

KPAI juga melakukan koordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk Komnas HAM, KontraS, dan YLBHI, terkait perlindungan hak anak dalam situasi darurat seperti ini. Pihak KPAI menekankan perlunya pendampingan hukum bagi anak-anak yang terlibat dalam aksi unjuk rasa tersebut. Aris menegaskan pentingnya membantu anak-anak mendapatkan perlindungan dan tahu hak-hak mereka ketika berada di situasi yang berpotensi berbahaya.

Khawatir akan dampak jangka panjang dari keterlibatan anak-anak dalam aksi unjuk rasa, KPAI berupaya untuk memberikan dukungan psikologis kepada anak-anak yang mengalami trauma akibat peristiwa tersebut. "Kami akan memastikan bahwa mereka mendapatkan layanan psikologis untuk membantu mereka pulih dari pengalaman buruk yang mereka lalui," ungkap Aris.

Protes dan Aspirasi Anak Muda

Keterlibatan anak-anak dalam unjuk rasa merupakan hal yang menyiratkan tingginya kepedulian mereka terhadap isu-isu sosial di Indonesia. Meskipun aksi tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang keselamatan mereka, para pelajar merasa bahwa menyampaikan suara mereka merupakan kewajiban. Banyak dari mereka menyampaikan aspirasi dan harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik, yang menjadi alasan utama mereka bergabung dalam aksi ini meskipun berpotensi berhadapan dengan aparat.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran politik di kalangan generasi muda, aksi seperti ini menunjukkan bahwa mereka ingin terlibat aktif dalam isu-isu yang memengaruhi kehidupan mereka. Penangkapan anak-anak pada unjuk rasa tersebut menjadi sorotan bagi masyarakat, yang menimbulkan pro dan kontra mengenai kebebasan berekspresi dan batasan hukum dalam kenakalan remaja.

Panggilan untuk Perubahan dalam Penanganan Kasus Anak

Situasi di lapangan juga mencerminkan perlunya revisi dalam penanganan anak-anak yang terlibat dalam unjuk rasa. KPAI mendorong agar aparat penegak hukum lebih memahami konteks situasi dan membuat kebijakan yang mendukung perlindungan anak tanpa mengabaikan aspek hukum yang berlaku. Menurut Aris, pendekatan preventif dan rehabilitatif jauh lebih dibutuhkan ketimbang tindakan represif yang dapat membawa dampak negatif bagi psikologi anak-anak.

KPAI mencatat bahwa undang-undang dan peraturan yang mengatur perlindungan anak perlu diperkuat dan ditegakkan dengan baik. Dasar hukum yang kuat akan membantu agar kebijakan perlindungan anak benar-benar dapat diterapkan dan dipraktikkan secara efektif oleh aparat.

Sikap Publik dan Respon Masyarakat

Respons masyarakat terhadap penangkapan 85 anak dalam unjuk rasa ini bervariasi. Banyak kelompok masyarakat dan lembaga non-pemerintah yang mengecam tindakan kepolisian dan mendukung seruan KPAI untuk perlindungan anak. Beberapa organisasi hak asasi manusia bahkan berencana mengadakan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya hak anak dan perlunya pembenahan dalam tindakan aparat terhadap mereka.

Di sisi lain, ada juga suara-suara yang mendukung penegakan hukum, berpendapat bahwa tindakan tegas diperlukan untuk menjaga ketertiban umum. Namun, perdebatan ini memunculkan pertanyaan penting tentang bagaimana pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.

Dalam konteks ini, lembaga-lembaga terkait diharapkan dapat berperan aktif dalam merumuskan kebijakan yang mencakup perlindungan terhadap anak-anak, serta memberikan ruang bagi mereka untuk menyalurkan aspirasi dan pendapat secara aman. Hal ini akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk menjadikan perlindungan hak anak sebagai prioritas utama, terutama dalam menghadapi berbagai isu sosial dan politik yang ada di tengah masyarakat.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button