PT PLN (Persero) tengah melakukan revitalisasi terhadap Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) mereka untuk periode 2021-2030. Melalui draf terbaru yang sedang disusun, PLN menetapkan target yang ambisius untuk meningkatkan porsi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) menjadi 75 persen dari total kapasitas pembangkit listrik. Sebelumnya, porsi EBT dalam RUPTL adalah 51 persen, dengan sisa 25 persen berasal dari pembangkit berbasis gas. Kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen PLN dalam mempercepat transisi energi untuk mencapai nol emisi bersih.
Dalam acara Katadata Sustainability for The Future Economy (SAFE) 2024 yang berlangsung di Jakarta, Warsono, Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, menekankan bahwa rencana terbaru ini akan menjadikan RUPTL PLN sebagai yang terhijau dalam sejarah perusahaan. Jumlah investasi dan pembangunan EBT yang semakin besar mencerminkan perubahan signifikan terhadap cara PLN memenuhi kebutuhan energi di seluruh Indonesia.
Warsono menjelaskan lebih rinci mengenai strategi transisi energi yang akan diimplementasikan. PLN berencana untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai potensi EBT yang ada di dalam negeri. Salah satu fokus utama adalah pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berfungsi sebagai basis pembangkit energi terbarukan. Dalam rencana ini, PLN akan mengembangkan PLTA dengan kapasitas sekitar 13-14 Gigawatt. Selain itu, terdapat pula rencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (angin) dengan potensi kapasitas masing-masing sebesar 5 Gigawatt.
Tantangan yang berkaitan dengan transisi energi juga diakui oleh PLN. Salah satunya adalah kesenjangan antara lokasi suplai EBT dan wilayah permintaan energi. Warsono memberikan contoh dengan menekankan bahwa mayoritas potensi suplai energi dari pembangkit geothermal terletak di Sumatra dan Kalimantan, sementara permintaan energi terbesar berada di Jawa. Oleh karena itu, PLN berupaya untuk membangun teknologi green enabler yang memfasilitasi sistem transmisi yang efisien dari daerah-daerah tersebut.
Dari aspek pendanaan, PLN juga menghadapi tantangan dalam mewujudkan pembangunan pembangkit listrik hijau ini. Warsono mencatat bahwa PLN berencana untuk memanfaatkan lebih banyak pendanaan dari sektor swasta dan juga mengincar skema pendanaan global, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP). Kolaborasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya telah diinisiasi untuk memastikan pelaksanaan proyek transisi energi yang diarahkan dalam skema tersebut. Ini menunjukkan langkah konkret PLN untuk memegang peranan penting dalam mencapai tujuan energi bersih di Tanah Air.
Warsono lebih lanjut menegaskan komitmen PLN untuk mendukung pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLN memastikan bahwa mereka tidak akan menambah pembangkit berbasis batu bara kecuali jika proyek tersebut sudah memasuki fase konstruksi. Hal ini menunjukkan adanya perubahan paradigma dalam hal kebijakan energi yang lebih berkelanjutan.
Selain memfokuskan pada peningkatan porsi EBT, PLN juga sedang mencari solusi teknologi untuk menghadapi tantangan sistem transmisi dan distribusi yang mungkin muncul di masa depan. Warsono menyatakan bahwa pengembangan infrastruktur untuk mendukung transisi energi menjadi sangat penting. Ini termasuk mempositikan penggunaan energi terbarukan di seluruh wilayah Indonesia, sehingga energi hijau dapat diakses secara efisien di seluruh pulau.
Rencana PLN untuk menambah porsinya dalam pembangkit EBT sudah pasti akan menjadi sorotan penting di tingkat nasional dan internasional, terutama dalam konteks komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim dan perjanjian internasional yang mendukung pengembangan energi berkelanjutan. Dengan penekanan pada sumber daya energi yang ramah lingkungan, PLN mencontohkan pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya alam sambil mengutamakan keberlanjutan.
Keputusan PLN untuk mempercepat transisi energi tidak lepas dari tuntutan global untuk mengurangi dampak lingkungan dari pembangkit listrik yang berbasis fosil, seperti batubara. Semakin banyak negara beralih ke sumber-sumber energi terbarukan, dan PLN berambisi mengikuti tren tersebut dengan niat yang jelas: untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemimpin dalam transisi energi di kawasan ASEAN.
Mengingat semua tantangan dan peluang yang ada, langkah strategis PLN dalam RUPTL terbarunya menunjukkan komitmen untuk berinvestasi lebih dalam energi terbarukan dan menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak. Dengan kebijakan pembangunan EBT yang difokuskan pada perencanaan yang matang, integrasi teknologi, serta dukungan organisasi internasional, PLN diharapkan dapat memenuhi target ambisiusnya dan berkontribusi bagi keberlangsungan energi di Indonesia.
Rencana dan kebijakan yang tengah dilaksanakan oleh PLN ini tentu saja harus didukung oleh semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat. Kesadaran akan pentingnya energi bersih dan berkelanjutan akan menjadi kunci utama dalam mencapai visi yang dicanangkan PLN, serta mewujudkan harapan untuk dunia yang lebih hijau dan lebih bersih bagi generasi mendatang.