Pesulap Pak Tarno Manggung di Kursi Roda: 7 Mitos dan Fakta Penting tentang Penyakit Stroke

Pesulap kawakan Pak Tarno baru-baru ini mencuri perhatian publik dengan penampilannya yang memukau, meskipun harus menggunakan kursi roda. Dalam sebuah wawancara, istri Pak Tarno, Dewi, mengungkapkan bahwa sang pesulap tetap memiliki semangat yang tinggi meski telah mengalami stroke sebanyak empat kali. Menurut Dewi, stroke ini mempengaruhi sisi kiri tubuh Pak Tarno, membuatnya kesulitan untuk bergerak dan beraktivitas.

Stroke adalah penyakit serius yang mempengaruhi pembuluh darah otak dan bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, stroke masih menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di Indonesia. Meskipun demikian, masyarakat umumnya kurang memahami gejala-gejala stroke dan banyak terjebak dalam mitos yang salah mengenai penyakit ini. Hal ini jelas menjadi kendala dalam penanganan yang tepat bagi penderita stroke.

Mitos pertama seputar stroke adalah bahwa penyakit ini hanya menyerang orang tua. Nyatanya, stroke dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia. Meskipun risiko meningkat seiring bertambahnya usia—terutama di atas 55 tahun—jumlah kasus stroke pada orang yang berusia produktif (25-45 tahun) terus meningkat di Indonesia. Beberapa faktor risiko stroke pada usia muda termasuk kelainan pada pembuluh darah, penyakit darah, dan gaya hidup yang tidak sehat.

Mitos kedua menyebutkan bahwa stroke hanya terjadi pada penderita penyakit jantung. Walaupun individu dengan penyakit jantung memang memiliki risiko yang lebih tinggi, fakta menunjukkan bahwa stroke bisa terjadi pada siapa saja, bahkan pada yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Faktor risiko lainnya seperti diabetes, hipertensi, dan kebiasaan merokok juga sangat berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya strok.

Mitos selanjutnya mengatakan bahwa stroke tidak bisa dicegah. Sebaliknya, stroke dapat dicegah. Menurut pakar kesehatan, sampai dengan 80% kasus stroke bisa dihindari melalui penerapan gaya hidup sehat. Ada sebuah akronim yang dikenal sebagai "CERDIK" yang dapat diingat sebagai langkah pencegahan:

  • C: Cek kesehatan secara berkala
  • E: Enyahkan asap rokok
  • R: Rajin aktivitas fisik
  • D: Diet sehat dengan gizi seimbang
  • I: Istirahat yang cukup
  • K: Kelola stres dengan baik

Mitos keempat menyatakan bahwa stroke tidak memerlukan penanganan medis segera. Padahal, stroke adalah kondisi darurat medis yang harus segera diatasi. Tindakan medis yang cepat, seperti trombolisis, bisa membantu mengurangi risiko kecacatan dan kematian. Waktu terbaik untuk melakukan penanganan stroke adalah dalam waktu 4,5 jam setelah serangan. Inilah mengapa edukasi terkait gejala stroke sangat penting agar para korban dapat mendapatkan pertolongan secepatnya.

Ada juga mitos yang mengklaim bahwa menusuk jarum ke telinga, jari tangan, atau kaki dapat mengatasi stroke. Ini adalah kesalahan besar. Stroke disebabkan oleh masalah pada pembuluh darah di otak, dan menusuk bagian tubuh lain tidak hanya tidak efektif tetapi juga dapat menimbulkan infeksi jika jarum yang digunakan tidak steril.

Selanjutnya, terdapat mitos yang mengatakan bahwa pengobatan stroke bisa dihentikan ketika gejala menghilang. Ini sangat berisiko. Penghentian pengobatan secara mendadak dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan stroke berulang. Oleh karena itu, kontrol rutin dan kepatuhan pada pengobatan berdasarkan petunjuk medis sangat penting. Prinsip "PATUH" menjadi panduan untuk pencegahan:

  • P: Periksa kesehatan secara berkala
  • A: Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat
  • T: Tetap menjaga diet sehat dan gizi seimbang
  • U: Upayakan beraktivitas fisik yang aman
  • H: Hindari merokok, minuman beralkohol, dan zat berbahaya lainnya

Mitos terakhir yang sering beredar adalah bahwa jika gejala stroke hilang, maka tidak perlu memeriksakan diri ke dokter. Ini adalah hal yang keliru. Gejala stroke sementara, yang dikenal sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), membutuhkan penanganan medis. TIA merupakan tanda awal dari stroke, dan setengah dari kasus stroke terjadi setelah serangan TIA dalam waktu 24 jam. Penanganan yang cepat dan tepat pada TIA dapat mengurangi risiko terjadinya stroke yang lebih serius.

Kesadaran dan edukasi tentang gejala serta penanganan stroke sangat penting, apalagi dengan meningkatnya kasus stroke pada berbagai usia. Upaya untuk memperbaiki penanganan stroke di Indonesia harus dimulai dengan mendobrak mitos yang keliru dan membangun pemahaman yang lebih baik di masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat stroke yang terus meningkat.

Artikel Terkait

Back to top button