Di era mobilitas yang terus berkembang, dukungan pemerintah terhadap pengembangan kendaraan listrik (EV) menjadi semakin penting, terutama di negara-negara dengan potensi pasar yang besar seperti China, India, dan Vietnam. Kebijakan dan strategi pembiayaan yang diterapkan di negara-negara ini menawarkan pelajaran berharga yang bisa diadopsi oleh negara lain, termasuk Indonesia.
Di China, pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan yang mendetail mengenai pembiayaan asuransi untuk kendaraan listrik. Dalam sebuah forum baru-baru ini, Rizky Fauzianto dari Rocky Mountain Institute (RMI) mengungkapkan bahwa China memiliki formula khusus untuk menentukan premi asuransi kendaraan listrik. Kebijakan ini memberikan panduan jelas tentang bagaimana perusahaan asuransi dapat menetapkan premi berdasarkan berbagai faktor risiko yang ada. Berkat kebijakan tersebut, premi asuransi untuk kendaraan listrik di China dapat ditekan hingga 23%, sekaligus menciptakan insentif bagi masyarakat untuk beralih dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
Sementara itu, di Vietnam, Dukungan dari Asian Development Bank (ADB) turut berperan dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Vietnam memperoleh pinjaman sebesar US$135 juta yang dialokasikan untuk produsen lokal VinFast. Dukungan ini tidak hanya terbatas pada produksi kendaraan listrik, tetapi juga mencakup pengembangan stasiun pengisian daya. VinFast memiliki rencana ambisius untuk meningkatkan armada kendaraan listrik, termasuk kendaraan roda dua dan roda empat, yang mungkin akan digunakan dalam layanan ride-hailing dan pengiriman barang. Menurut Rizky, kebijakan Vietnam dalam hal pembiayaan dan dukungan investasi memberi sinyal positif untuk masa depan kendaraan listrik di kawasan tersebut.
Di India, Small Industries Development Bank of India (SIDBI) berperan aktif dalam memperkuat sektor pembiayaan kendaraan listrik. SIDBI menyediakan fasilitas jaminan pinjaman untuk lembaga pembiayaan yang memberikan kredit kepada kendaraan komersial berbasis listrik. Selain itu, banyak korporasi dan individu filantropis di India yang menawarkan pinjaman lunak, dengan total nilai mencapai US$6 juta, untuk mendukung pelaku usaha di sektor kendaraan listrik. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dan sektor swasta dalam mempercepat adopsi kendaraan listrik di negara tersebut.
Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan yang berbeda terkait pembiayaan kendaraan listrik. Suwandi Wiratno, ketua umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), menyatakan bahwa volume kendaraan listrik di Indonesia masih tergolong rendah dan infrastruktur pendukung yang belum optimal menjadi penghalang utama untuk pengembangan lebih lanjut. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan pembiayaan cenderung ragu untuk memberikan kredit kepada calon pemilik kendaraan listrik. Mereka juga menetapkan persyaratan uang muka yang lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar konvensional.
Risiko bisnis yang paling mengkhawatirkan bagi lembaga pembiayaan adalah potensi gagal bayar. Suwandi menyoroti bahwa ketika perusahaan pembiayaan berupaya menjual kembali kendaraan listrik, mereka harus mempertimbangkan harga jual yang wajar dan mencari tahu apakah ada pasar potensial untuk kendaraan-kendaraan tersebut. Situasi ini menjelaskan perlunya penguatan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia, dari tahap hulu hingga hilir, agar penjualan kendaraan listrik dapat meningkat.
Jika kita melihat perbandingan kebijakan, China, India, dan Vietnam telah menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk pembiayaan EV dibandingkan dengan yang ada di Indonesia. Kebijakan di China terbukti efektif menurunkan biaya premi asuransi, sementara di Vietnam, dukungan finansial dari ADB memperkuat basis industri kendaraan listrik lokal. Di India, sistem jaminan pinjaman dari SIDBI dan partisipasi aktif sektor swasta menunjukkan sinergi antara berbagai pemangku kepentingan dalam mendongkrak pasar EV.
Masing-masing negara memiliki pendekatan unik terhadap pembiayaan EV yang dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia. Melihat betapa efektifnya pelbagai kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara ini, penting bagi Indonesia untuk mengadopsi dan menyesuaikan kebijakan serupa. Pembentukan ekosistem kendaraan listrik yang kuat memerlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, sektor finansial, dan industri otomotif.
Dari sini, Indonesia diharapkan dapat mengambil langkah proaktif dalam mendorong adopsi kendaraan listrik sekaligus menciptakan infrastruktur yang mendukung. Dukungan kebijakan yang solid dan akses pembiayaan yang lebih luas akan membantu mendorong inisiatif hijau di Indonesia, sejalan dengan tren global menuju keberlanjutan dan pengurangan emisi karbon.
Meskipun tantangan masih ada, dengan mengambil pelajaran dari China, India, dan Vietnam, Indonesia memiliki kesempatan untuk mempercepat transisi ke kendaraan listrik dan mengembangkan ekosistem yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.