Indonesia

Perangkat Desa Diwaspadai: Rawan Tak Netral Saat Pilkada, Ini Penyebabnya!

Jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengangkat isu penting terkait ketidaknetralan perangkat desa dalam konteks kampanye. Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu DIY, Umi Illiyina, menegaskan bahwa posisi perangkat desa, khususnya kepala desa, sangat rentan terhadap pengaruh politik yang dapat memengaruhi netralitas mereka saat menjalankan tugas.

“Singgungannya berat dengan akar rumput. Lurah (kepala desa) bisa menjadi penentu,” ucap Umi saat konferensi pers di Yogyakarta pada Selasa, 3 September 2024. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran adanya benturan kepentingan yang dapat mengganggu integritas proses demokrasi, terutama ketika kepala desa memiliki hubungan langsung dengan pemilih yang menjadi target suara dalam Pilkada.

Seiring dengan itu, Umi juga mengingatkan bahwa kepala desa merupakan bagian dari penyelenggara negara dan diharapkan untuk menjaga netralitas mereka. Hal ini penting karena kepala desa seringkali memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan masyarakat di tingkat desa. Netralitas perangkat desa, seperti kepala desa, sangat krusial untuk memastikan bahwa setiap suara dicatat dan dihargai secara adil tanpa adanya intervensi politik yang berlebihan.

Dalam konteks ini, Bawaslu juga mulai memperluas pengawasan terhadap Ash (Aparatur Sipil Negara). Penegasan bahwa netralitas harus menjadi prioritas mulai dari penetapan calon kepala daerah pada 22 September 2024, menunjukkan perhatian serius Bawaslu terhadap potensi pelanggaran yang mungkin terjadi. “Jangan sampai ASN tidak menjaga netralitas pascapenetapan. Kerawanan pelanggaran lain dapat terjadi di masa kampanye, masa tenang, penghitungan suara, dan rekapitulasi,” tambah Umi.

Menghadapi Pilkada 2024, Bawaslu berencana untuk menekankan langkah-langkah pencegahan melalui pengawasan yang lebih ketat. Terlebih, Umi menanggapi kekhawatiran tentang kemungkinan adanya calon tunggal dalam Pilkada. Ia berpendapat bahwa kehadiran dua hingga tiga pasangan calon adalah bagian dari dinamika yang wajar dalam kontestasi politik. Hal ini diharapkan dapat membuka peluang bagi masyarakat untuk menentukan pilihan mereka dengan lebih baik.

Tidak kalah penting, potensi politik uang atau money politic tetap menjadi perhatian utama bagi Bawaslu. Umi menekankan bahwa seperti halnya pada Pemilu 2024 sebelumnya, praktik politik uang berpotensi merusak esensi demokrasi. “Seperti di Kota Yogyakarta, pengaturannya harus lebih rinci lagi. Siapapun yang memberi dan menerima (politik uang) bisa terkena pidana,” jelasnya. Sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana mengantisipasi dan melaporkan praktik politik uang juga menjadi fokus utama. Umi menggarisbawahi bahwa pencegahan bukan hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu semata, tetapi juga memerlukan kolaborasi aktif dari masyarakat.

Dalam upaya menciptakan lingkungan Pilkada yang bersih dan transparan, Bawaslu berharap masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengawasi dan melaporkan setiap pelanggaran yang terjadi. Kerjasama antara masyarakat dan pemangku kepentingan terkait sangat diperlukan untuk menjaga proses demokrasi yang sehat dan berintegritas.

Situasi ini menjadi tantangan bagi perangkat desa dan ASN untuk menjaga netralitas mereka, terlebih dalam konteks politik yang penuh tekanan dan godaan. Dengan memahami betapa pentingnya peran mereka dalam proses demokrasi, diharapkan dapat muncul kesadaran kolektif untuk menjunjung tinggi prinsip netralitas dan keadilan dalam penyelenggaraan Pilkada.

Bawaslu DIY, dengan segala upaya yang dilakukan, berkomitmen untuk menciptakan Pemilihan Umum yang bebas dari kecurangan dan pelanggaran. Dalam konteks ini, kuatnya pengawasan terhadap perangkat desa diharapkan dapat menghasilkan hasil Pilkada yang lebih dapat diterima oleh masyarakat, serta menghindari kekecewaan yang sering muncul akibat kecurangan pemilu.

Dengan memasuki tahap yang lebih lanjut menuju Pilkada 2024, keberlangsungan demokrasi di tingkat desa dan pengawasan efektif dari Bawaslu harus menjadi fokus utama. Setelah pemilihan presiden dan legislatif sebelumnya, kini saatnya untuk menunjukkan pelajaran yang telah dipetik dari pengalaman tersebut.

Akhirnya, kesuksesan Pilkada 2024 tidak hanya ditentukan oleh calon yang bertanding, tetapi juga oleh bagaimana sistem politik dan all stakeholder berperan aktif untuk menjaga integritas dan netralitas. Sebuah Pilkada yang bersih dan adil bergantung pada komitmen semua pihak, dari pemerintah hingga masyarakat. Dengan demikian, cita-cita untuk memiliki perangkat desa yang netral dan profesional dalam menyelenggarakan Pemilu akan semakin mendekati kenyataan, memastikan suara rakyat didengar dan dihargai.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button