Dunia

Perang Gaza Masuki Tahun Pertama, Situasi Timur Tengah Berpotensi Memburuk

Perang yang berkepanjangan di Jalur Gaza kembali mencuat ke permukaan seiring dengan peringatan tahun pertama konflik antara Israel dan kelompok pejuang Hamas yang dimulai pada 7 Oktober 2023. Sejak saat itu, situasi di Timur Tengah semakin memanas dengan dampak kemanusiaan yang sangat serius dan bisa diprediksi akan semakin memburuk.

Lebih dari 100.000 orang terjebak dalam konflik. Dengan lebih dari seratus ribu warga sipil—terutama wanita dan anak-anak—yang terpapar langsung dalam kekacauan akibat serangan udara dan pemboman intensif oleh Israel, situasi kemanusiaan di Gaza telah mencapai kondisi yang sangat memprihatinkan. Data menunjukkan bahwa sekitar 70.000 ton bom telah dijatuhkan selama konflik ini, angka yang melampaui jumlah bom yang digunakan selama Perang Dunia II. Infrastruktur penting di Gaza pun mengalami kehancuran yang parah, dan itu semakin memperburuk kondisi kehidupan sehari-hari masyarakat di wilayah tersebut.

Ketegangan yang melibatkan banyak pihak. Peningkatan ketegangan ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai negara di arena global, termasuk Iran, Korea Utara, dan Tiongkok. Keterlibatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, menambah kompleksitas masalah yang ada. Munculnya keterpaduan antara kelompok Syiah dan Sunni yang bersatu demi tujuan yang sama, yaitu kemerdekaan Palestina, juga memunculkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya perang yang lebih besar di kawasan Timur Tengah.

Analisis dari para pengamat. Sejumlah pengamat berpendapat bahwa situasi saat ini sangat berbahaya dan bisa memicu konflik berskala lebih luas tidak hanya terbatas di Gaza tetapi juga meluas ke negara-negara lain di sekitarnya, seperti Lebanon. Dalam sebuah wawancara dengan Medcom.id, Teuku Rezasyah, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, mengungkapkan pandangannya bahwa setelah satu tahun konflik, kondisi di Gaza semakin memburuk, sekaligus menyarankan bahwa resolusi damai tampak semakin sulit dicapai. Pemimpin politik di Palestina dan Israel terlibat dalam diskusi yang sangat terpolarisasi; sementara itu, dukungan internasional pun tampak lesu karena kebuntuan diplomatik yang berkepanjangan.

Upaya internasional yang buntu. Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadakan beberapa pertemuan darurat dan mengeluarkan resolusi yang meminta untuk segera menghentikan kekerasan, hasilnya belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat masih memberikan dukungan kepada Israel baik secara politik maupun militer, menciptakan hambatan dalam menemukan solusi mendalam untuk konflik ini.

Kemungkinan eskalasi lebih lanjut. Sementara itu, pertempuran juga terjadi di perbatasan Israel-Lebanon, yang mungkin meningkatkan risiko terjadinya konflik lebih luas. Ketegangan di kawasan tersebut berpotensi meluas ke negara-negara lain seperti Suriah dan Yordania. Risiko ini semakin besar dengan intensitas pertempuran yang terus meningkat dan bisa mengarah pada konfrontasi berskala lebih besar.

Kekhawatiran atas konsekuensi global. Jika keterlibatan banyak negara berlangsung, ada potensi bahwa konflik ini dapat meluas menjadi perang yang lebih besar dan bahkan memicu Perang Dunia III. Kekhawatiran ini semakin nyata jika pihak-pihak yang terlibat terpaksa menarik dukungan dari negara-negara lain yang mungkin memberikan bantuan militer atau teknologi kepada salah satu pihak.

Respons terhadap pembunuhan pemimpin Hamas. Akibat pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap para pemimpin Hamas dan Hizbullah, ada dampak signifikan dalam konteks dialog damai. Penandatanganan gencatan senjata semakin sulit terwujud karena balasan keras dari kelompok perlawanan setiap kali pemimpin mereka diserang. Hal ini menciptakan siklus kekerasan yang tampaknya sulit untuk dihentikan.

Harapan bagi masa depan hubungan Barat dan Israel. Ketika melihat ke depan, sulit untuk membayangkan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, untuk berbalik melawan Israel dalam waktu dekat. Hubungan diplomatik yang telah terjalin lama dan kepentingan geopolitik yang saling terkait membuat dukungan itu tetap kuat.

Peluang di pengadilan internasional. Dalam konteks hukum internasional, upaya untuk membawa Israel ke pengadilan, seperti Mahkamah Pidana Internasional (ICC), juga menemui jalan buntu. Penolakan dari Israel dan sekutunya, ditambah dengan tantangan pengumpulan bukti yang valid, menghalangi upaya ini. Maka, pencarian keadilan bagi korban konflik ini menjadi semakin rumit.

Dalam situasi krisis yang berkepanjangan ini, masa depan Gaza dan kawasan Timur Tengah tetap suram, dengan banyak tanda tanya mengenai kemungkinan tercapainya perdamaian dan penyelesaian konflik yang bertahan. Dalam jangka pendek, harapan untuk meraih jalan menuju kedamaian tampak semakin tipis, baik di antara pihak yang berkonflik ataupun dukungan internasional yang terus mengalami kebuntuan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button