Indonesia

Penyebar Pertama Video Porno Mirip Anak David Bayu Resmi Diburu Polisi, Keluarga Beri Respons

Polisi Jakarta telah menangkap dua orang yang diduga terlibat dalam penyebaran dan penjualan video syur mirip Audrey Davis (AD), anak dari musisi ternama David Bayu. Penangkapan dilakukan pada hari Minggu, 4 Agustus 2024, setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan mendalam terkait kasus ini melalui aplikasi Telegram, yang dikenal sebagai platform komunikasi dengan fitur privasi tinggi.

Penangkapannya mencakup dua tersangka, yaitu MRS dari Pasuruan, Jawa Timur, dan JE dari Padang, Sumatra Barat. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah pihak kepolisian menemukan jejak digital di telepon genggam mereka. Kombes Ade Safri Simanjuntak, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, mengungkapkan bahwa semua yang terlibat dalam kasus ini sedang dalam proses penelusuran. Dalam penjelasannya, ia menegaskan bahwa “semua yang terlibat akan kita tracing.”

Pihak kepolisian tidak hanya memfokuskan penyelidikan pada penyebar video yang sudah ditangkap, tetapi juga tengah mencari penyebar pertama dari video tersebut. Pemeriksaan terhadap Audrey Davis direncanakan pada Selasa, 6 Agustus, dengan tujuan mendapatkan keterangan yang lebih jelas mengenai siapa yang pertama kali menyebarkan video itu. Kombes Ade menyatakan bahwa informasi dari AD sangat penting untuk menelusuri ke belakang dan menemukan pelaku utama yang menyebarluaskan video vulgar tersebut.

Sebelum penangkapan, pihak kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka yang kemudian mengakui perannya masing-masing. Tersangka MRS berperan sebagai admin yang mengoperasikan saluran Telegram tempat video tersebut disebarkan. Menurut pengakuannya, ia mulai menyebarkan konten asusila tersebut sejak September 2023. Dalam penyitaan barang bukti, pihak kepolisian menemukan konten gambar dan video yang merujuk pada konten asusila yang diduga mencerminkan AD.

Di sisi lain, tersangka JE diketahui mengoperasikan akun Twitter dengan nama @HwanDongZhow. Ia mengklaim bahwa ia hanya mentransmisikan dan menyebarluaskan konten asusila sejak 21 Juli 2024. Pihak kepolisian juga menemukan barang bukti yang relevan di handphone JE, yang menunjukkan keterlibatannya dalam penyebaran konten yang melanggar hukum.

Adapun kedua tersangka dijerat dengan beberapa pasal hukum, yaitu Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 serta Pasal 7 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Tindakan hukum ini dilakukan sebagai bentuk komitmen kepolisian dalam memberantas penyebaran konten asusila, yang tidak hanya merugikan korban tetapi juga dapat mempengaruhi banyak pihak.

Kejadian ini menyoroti bahaya yang ditimbulkan oleh penyebaran konten asusila di media sosial dan aplikasi pesan instan seperti Telegram. Melalui platform ini, penyebaran konten negatif dapat dengan mudah dan cepat menjangkau khalayak luas, dan sangat menyakitkan bagi orang-orang yang menjadi korban. Selain itu, cara penyebaran yang menggunakan akun anonim atau saluran khusus membuat pelaku sulit ditelusuri, tetapi bukan hal yang mustahil bagi pihak berwajib yang berkomitmen untuk melindungi masyarakat.

Kasus ini juga menjadi contoh betapa pentingnya upaya edukasi mengenai privasi dan keamanan digital, terutama bagi kalangan remaja dan anak muda. Adanya video yang menyudutkan seseorang, terlebih jika itu melibatkan anak dari tokoh publik, bisa menimbulkan dampak psikologis yang serius. Dalam banyak kasus, korban sering kali menjadi subjek bullying atau stigma negatif yang berkepanjangan, yang pada akhirnya bisa berpengaruh pada kesehatan mental mereka.

Polisi menyatakan bahwa mereka akan terus melakukan penelusuran dan pembongkaran jaringan penyebar konten pornografi. Dengan melibatkan tim cyber, diharapkan hal ini dapat menjadi langkah signifikan untuk mengatasi kejahatan siber sejenis di masa mendatang. Penegakan hukum yang tegas merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan untuk menentang maraknya kasus penyebaran konten negatif, terutama yang melibatkan anak di bawah umur.

Masyarakat juga diharapkan lebih aktif dalam melaporkan tindakan yang mencurigakan dan tidak etis di media sosial. Dengan kerjasama yang baik antara pihak kepolisian dan masyarakat, diharapkan penyebaran konten asusila dapat diminimalisir secara signifikan. Kejadian ini tidak hanya menjadikan sebuah pelajaran, tetapi juga panggilan untuk lebih waspada terhadap jagat digital yang semakin berkembang di era saat ini.

Dalam konteks ini, dukungan terhadap korban, baik secara moral maupun psikologis, sangat penting. Keluarga, teman, dan lingkungan sosial harus mampu memberikan dukungan yang diperlukan untuk membantu seseorang yang sedang menghadapi tekanan akibat penyebaran konten negatif. Langkah hukum yang diambil terhadap para pelaku diharapkan dapat memberikan efek jera dan mendorong kebangkitan kesadaran bersama mengenai bahayanya penyebaran konten pornografi di dunia maya.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button