Bisnis

Penurunan Daya Beli Akselerasi Risiko Kredit Macet pada BNPL, Waspadai Dampaknya!

Penurunan daya beli masyarakat di Indonesia semakin mengkhawatirkan, terutama di tengah meningkatnya penggunaan layanan beli sekarang bayar nanti (BNPL). Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, memperingatkan bahwa kondisi ini berpotensi menyebabkan peningkatan angka kredit macet di lembaga keuangan. Hal ini mengindikasikan adanya ancaman terhadap stabilitas keuangan yang dapat mengganggu kinerja dan likuiditas lembaga jasa keuangan.

Esther menjelaskan bahwa banyaknya masyarakat yang beralih ke layanan paylater mencerminkan penurunan daya beli, di mana kenaikan inflasi lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan upah. "Artinya, kenaikan harga tidak diikuti dengan kenaikan upah, sehingga masyarakat yang harus memenuhi kebutuhan sehari-hari merasa terpaksa berutang melalui paylater," ujarnya. Dengan kata lain, layanan ini menjadi solusi sementara untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak meskipun di tengah ketidakstabilan finansial individu.

Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pembiayaan untuk BNPL per Juli 2024 tercatat tumbuh 73,55 persen year on year (yoy), mencapai Rp7,81 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, meskipun masih lebih rendah dibandingkan dengan produk paylater yang ada di perbankan. Sementara itu, baki debet kredit BNPL di perbankan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi, yaitu 36,66 persen yoy, dengan total mencapai Rp18,01 triliun dan jumlah rekening mencapai 17,90 juta.

Risiko kredit BNPL menjadi salah satu isu penting yang perlu dicermati. OJK mencatat bahwa risiko kredit untuk BNPL perbankan saat ini menurun ke level 2,24 persen. Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan bahwa kualitas kredit perbankan tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) gross yang relatif stabil di level 2,27 persen, sedangkan NPL net berada di angka 0,79 persen. Namun, tren penurunan pada Loan at Risk (LaR) yang kini berada di 10,27 persen mengindikasikan adanya potensi risiko di masa depan.

Situasi ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat kredit macet di sektor BNPL dapat mengganggu likuiditas lembaga keuangan dan memperburuk kondisi perekonomian masyarakat secara keseluruhan. Peningkatan penggunaan BNPL menunjukkan bahwa masyarakat semakin berutang untuk memenuhi kebutuhan pokok, yang dapat mengarah pada siklus utang yang sulit untuk diputus. Ini bukan hanya masalah individu, namun juga merupakan dampak sistemik yang dapat mempengaruhi stabilitas lembaga keuangan.

Dalam konteks ini, penting bagi lembaga keuangan untuk menyusun strategi yang efektif dalam mengelola risiko kredit. Pengetatan proses penilaian kredit bisa menjadi langkah awal untuk mencegah terjadinya kredit macet yang lebih besar. Selain itu, edukasi keuangan kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan, agar mereka lebih memahami dampak dan risiko yang terkait dengan penggunaan jasa paylater.

Perluasan regulasi terhadap layanan BNPL juga harus menjadi perhatian OJK dan pemerintah. Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan perkembangan layanan ini dapat berlangsung secara sehat dan aman bagi masyarakat. Pemerintah perlu memastikan bahwa lembaga keuangan yang menawarkan layanan BNPL bertanggung jawab dalam melakukan penyaluran kredit dan mengedukasi pengguna agar tidak terjerat utang yang lebih dalam.

Ketidakpastian ekonomi global, inflasi yang meroket, serta kenaikan harga-harga kebutuhan pokok telah menciptakan tekanan yang cukup besar bagi daya beli masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan makroekonomi yang responsif dan intervensi dari pemerintah pada sektor-sektor yang terdampak sangat diperlukan. Masyarakat membutuhkan dukungan untuk meningkatkan pendapatan dan keberlanjutan konsumsi tanpa harus bergantung pada utang.

Lembaga keuangan dan pemerintah perlu bekerja sama agar dampak negatif dari penurunan daya beli dapat diminimalkan. Strategi yang perlu dipertimbangkan termasuk peningkatan akses terhadap produk keuangan yang lebih sehat, seperti pinjaman tanpa bunga untuk kebutuhan mendesak, serta program-program sosial yang dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk terbebas dari tekanan ekonomi.

Di tengah ketidakpastian ini, tindakan proaktif dari semua pemangku kepentingan akan menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan mencegah terjadinya krisis kredit yang lebih besar. Upaya ini juga harus diiringi dengan langkah-langkah konkret untuk memperbaiki daya beli masyarakat, termasuk dengan meningkatkan upah dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.

Semuanya kembali kepada bagaimana respons lembaga keuangan dan pemerintah dalam menghadapi tantangan ini. Pada akhirnya, keberhasilan dalam menangani potensi risiko kredit macet BNPL akan sangat bergantung pada kemampuan semua pihak untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi kondisi ekonomi yang serba tidak pasti.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button