Pendidikan

Pendidikan Hari Ini: Mengatasi Krisis Nilai dan Norma dalam Pembelajaran Generasi Muda

Krisis pendidikan di Indonesia menjadi sorotan tajam dalam beberapa tahun terakhir, manfaat dan dampak dari nilai-nilai serta norma luhur yang selama ini menjadi pondasi bangsa mengalami penurunan signifikan. Ki Darmaningtyas, seorang pengamat pendidikan dari Tamansiswa, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan saat ini dalam acara Focus Group Discussion (FGD) mengenai Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara yang diselenggarakan oleh BPIP RI.

Di tengah kompleksitas tantangan yang ada, Darmaningtyas menilai bahwa pendidikan di Indonesia saat ini tidak lagi berfungsi sebagai proses pencerdasan bangsa. Menurutnya, pendidikan telah berganti wajah menjadi sekadar pemenuhan kewajiban konstitusional belaka. "Saya melihat nilai yang cukup krusial, yaitu bahwa pendidikan bukan lagi sebagai proses pencerdasan bangsa, tetapi sekadar pemenuhan kewajiban konstitusional," kata Darmaningtyas, sebagaimana dikutip dari acara tersebut pada Rabu, 4 September 2024. Pernyataan ini mencerminkan kondisi pendidikan yang semakin terasing dari nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya diinternalisasi dalam pengajaran.

Lebih lanjut, Darmaningtyas menegaskan bahwa pendidikan saat ini mengalami dehumanisasi, yang berarti pendidikan tidak lagi bertujuan untuk membuat manusia lebih manusiawi, tetapi malah justru menjauhkan nilai-nilai kemanusiaan. "Tapi sekarang yang terjadi ini pendidikan menjadi proses dehumanisasi. Itu secara filosofis," imbuhnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai luhur dalam pendidikan, yang menjadi inti dari pembentukan karakter dan kepribadian seseorang.

Sementara itu, dari sisi ideologi dan politik, ada fenomena yang lebih memprihatinkan lagi, yaitu amalisasi atau formalisasi agama di lingkungan pendidikan. Darmaningtyas mengamati bahwa hal ini turut berkontribusi terhadap meningkatnya sikap intoleran di antara guru dan peserta didik. Salah satu contoh nyata adalah perdebatan mengenai penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka dalam peringatan HUT ke-79 RI. "Ya kita lihat, saya agak sedih dengan perdebatan soal pakai tidak pakai jilbab pada anggota Paskibraka, kemarin," ungkap Darmaningtyas. Insiden semacam ini seharusnya menggugah kesadaran kita bahwa pendidikan harus menjadi arena yang memupuk keanekaragaman dan toleransi, bukan sebaliknya.

Darmaningtyas menambahkan bahwa dalam konteks pendidikan, kita seharusnya dapat mendorong pembangunan karakter yang baik, yang didasarkan pada nilai-nilai humanis dan toleran. "Hal ini menjadi ironi tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebab, harusnya dalam dunia pendidikan anak bertumbuh dan berkembang secara toleran dan baik dalam nilai maupun norma," jelasnya. Dengan kata lain, pendidikan yang baik dan sehat harus mampu menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual namun juga berbudi pekerti luhur.

Serangkaian tantangan ini memicu pertanyaan mendalam tentang arah dan makna pendidikan di Indonesia. Pendidikan seharusnya menjadi sarana untuk menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan, bukan memperburuk polarisasi di masyarakat. Darmaningtyas menegaskan, "Jangan malah terjadi pendangkalan pandangan terhadap penyelenggaran pendidikan ini." Dalam konteks ini, penting bagi para penentu kebijakan, pendidik, dan orang tua untuk bersama-sama mengevaluasi dan mereformasi pendekatan pendidikan agar sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.

Pendidikan yang terhilang dari nilai dan norma akan berpotensi menjerumuskan generasi muda ke dalam sikap intoleran dan konflik. Krisis nilai yang terjadi telah mengubah paradigma pendidikan dari mencetak generasi penerus yang menghargai perbedaan menjadi generasi yang cenderung eksklusif. Ini menjadi tantangan besar yang perlu diatasi dengan segera. Mengingat Indonesia adalah negara yang beraneka ragam suku, agama, dan budaya, pendidikan harus menjadi instrumen utama dalam menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di antara warga negara.

Penting untuk diingat bahwa pendidikan tidak hanya berlangsung dalam ruang kelas, tetapi juga dalam lingkungan sosial di mana anak-anak bermukim dan berinteraksi. Norma dan nilai yang diajarkan dalam keluarga dan masyarakat luas juga memegang peranan krusial dalam pembentukan karakter anak. Oleh karena itu, kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan nilai-nilai positif.

Melihat secara lebih luas, Darmaningtyas mengajak semua pihak untuk mengembangkan sebuah kurikulum pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada pencapaian akademis semata, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai moral dan etika. Pendidikan yang berbasis karakter harus menjadi landasan utama, agar generasi muda tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga peka terhadap isu-isu sosial dan kemanusiaan.

Krisis nilai dan norma dalam pendidikan bukanlah fenomena yang bisa diabaikan. Dibutuhkan kesadaran kolektif untuk membangun kembali pendidikan yang bermartabat dan berintegritas di Indonesia. Dengan memperkuat nilai-nilai luhur dalam pendidikan, diharapkan kita bisa melahirkan generasi penerus yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana, toleran, dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button