Kanker serviks menjadi salah satu perhatian utama di dunia kesehatan, terutama bagi wanita. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker ini merupakan kanker yang paling umum keempat pada wanita secara global, dengan sekitar 660.000 kasus baru dan 350.000 kematian yang dilaporkan pada tahun 2022. Angka-angka ini menyoroti betapa pentingnya pencegahan dan pengobatan kanker dengan pendekatan yang komprehensif.
Kanker serviks, atau kanker leher rahim, biasanya baru menunjukkan gejala ketika sudah berada pada stadium lanjut. Oleh karena itu, penting bagi para wanita untuk melakukan deteksi kanker serviks sejak dini. Di Indonesia, kanker serviks menjadi jenis kanker kedua yang paling ditakuti dan sering terjadi pada wanita setelah kanker payudara.
Penyebab utama dari kanker serviks adalah infeksi Human Papillomavirus (HPV), sebuah infeksi menular seksual yang umum. Studi menunjukkan bahwa hampir semua individu yang aktif secara seksual akan terinfeksi HPV pada suatu saat dalam hidup mereka, umumnya tanpa gejala. Namun, infeksi HPV yang bersifat persisten dapat menyebabkan berkembangnya sel-sel abnormal yang berpotensi menjadi kanker. Sekitar 95% kasus kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang tidak diobati. Proses perubahan dari sel abnormal menjadi kanker ini biasanya memakan waktu 15 hingga 20 tahun, namun bisa berlangsung lebih cepat pada orang dengan sistem imun yang lemah.
Pentingnya skrining atau pemeriksaan rutin kanker serviks tidak dapat dikesampingkan. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dimulai sebelum kanker menyebar ke organ lain, sehingga menurunkan risiko kekambuhan. Dalam hal ini, Dr. dr. Chamim, yang merupakan direktur utama Brawijaya Hospital Saharjo, menjelaskan bahwa skrining kanker sangat krusial. Ia mengungkapkan bahwa "Faktor yang paling penting adalah pemeriksaan rutin kanker serviks untuk mengetahui apakah kanker tersebut masih dalam tahap awal atau dalam tahap prakanker."
Menjawab tantangan ini, Brawijaya Hospital Saharjo telah membangun Brawijaya Oncology Center, sebuah pusat layanan onkologi yang menerapkan konsep layanan multidisiplin yang komprehensif. Pusat ini dirancang untuk memberikan pelayanan yang menyeluruh kepada pasien dari tahap skrining hingga rehabilitasi, termasuk diagnosa, terapi pembedahan, kemoterapi, terapi hormonal, serta perawatan suportif dan paliatif untuk kanker stadium lanjut.
Pusat layanan ini tidak hanya fokus pada kanker serviks tetapi juga mengatasi berbagai spesialisasi onkologi, seperti bedah onkologi, ginekologi onkologi, bedah digestif, dan hemato onkologi. Dengan pendekatan lintas disiplin ini, pasien mendapatkan penanganan yang lebih terintegrasi, yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat keberhasilan pengobatan.
Opsi pengobatan untuk kanker serviks bervariasi, mulai dari pembedahan, kemoterapi, hingga terapi radiasi. Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung pada stadium kanker dan kondisi kesehatan pasien. Dr. Chamim juga menekankan bahwa kombinasi dari berbagai metode pengobatan dengan dukungan tim medis lintas disiplin dapat membantu mengoptimalkan hasil bagi pasien.
Kanker serviks, meskipun dapat memiliki dampak yang sangat serius, dapat dicegah dan diobati dengan intervensi yang tepat. Salah satu langkah pencegahan yang sangat dianjurkan adalah vaksinasi HPV, yang telah terbukti efektif dalam mengurangi insidensi virus penyebab kanker serviks. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, vaksin HPV dapat mengurangi risiko kanker serviks hingga 90% jika diberikan sebelum seorang wanita aktif secara seksual.
Pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya deteksi dini dan vaksinasi juga menjadi bagian integral untuk menanggulangi angka kematian akibat kanker serviks. Upaya penyuluhan melalui program-program kesehatan komunitas yang mengedukasi masyarakat tentang HPV dan kanker serviks diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong perilaku pencegahan.
Data mengenai kanker serviks menunjukkan bahwa deteksi dini dan pencegahan memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengurangi kasus dan kematian akibat penyakit ini. Dalam konteks ini, pemerintah dan lembaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan program skrining gratis dan vaksinasi HPV, terutama di daerah-daerah yang memiliki akses terbatas terhadap layanan kesehatan.
Transformasi dalam cara pelayanan kesehatan, dengan pendekatan yang multidisiplin dan komprehensif, bukan hanya menjawab kebutuhan pasien pengidap kanker serviks, tetapi juga menjadi model yang dapat diadopsi untuk penanganan berbagai jenis kanker lainnya. Dengan demikian, harapan ke depan adalah penurunan angka insidensi dan mortalitas kanker serviks di Indonesia serta peningkatan kualitas hidup pasien melalui akses terhadap layanan kesehatan yang lebih baik.
Diperlukan kesadaran bersama dari pihak pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan dan pengobatan kanker secara menyeluruh. Peran aktif dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini, sehingga kanker serviks tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi wanita di Indonesia.