Indonesia

Pencabutan TAP MPRS 33/1967: Langkah Strategis Mengembalikan Martabat Soekarno

Jakarta: Pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 baru-baru ini diumumkan sebagai langkah signifikan dalam mengembalikan martabat Soekarno, seorang tokoh kontroversial yang dikenal sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia. Tindakan ini tidak hanya dianggap sebagai upaya untuk memperbaiki kisah sejarah yang kelam, tetapi juga sebagai momen penting bagi bangsa Indonesia untuk mengakui kontribusi dan peran besar Soekarno dalam meraih kemerdekaan.

TAP MPRS yang dikeluarkan pada tahun 1967, pada masa pemerintahan Orde Baru, secara jelas mencabut kekuasaan Soekarno di Indonesia dengan membuat tuduhan bahwa ia terlibat dalam peristiwa G30S/PKI pada 1965. Tuduhan tersebut telah menjadi stempel negatif yang menandai perjalanan politik dan sejarah Soekarno selama beberapa dekade. Pencabutan TAP ini menandai awal dari upaya untuk meluruskan sejarah dan memberikan keadilan bagi sosok yang dikenal sebagai Bapak Bangsa.

Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), menegaskan bahwa pencabutan TAP MPRS menjadi langkah krusial dalam memulihkan martabat Soekarno. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada 11 September 2024, Benny menyatakan, "Pencabutan TAP MPRS ini membuka jalan bagi rehabilitasi nama baik Soekarno dan mengembalikan pengakuan atas peran besarnya dalam sejarah bangsa." Dia menambahkan bahwa langkah ini memberikan kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menyusun kembali narasi sejarah yang lebih akurat dan transparan.

Peristiwa G30S/PKI bukanlah insiden sederhana. Dalam konteks geopolitik yang lebih luas, Soekarno selama masa kepresidenannya menjalin hubungan erat dengan blok Timur dan mempromosikan gerakan Non-Aligned, yang membuatnya dianggap sebagai ancaman oleh kekuatan barat, terutama Amerika Serikat. Pengungkapan dokumen-dokumen yang terjadi belakangan ini menunjukkan adanya keterlibatan CIA dan unsur militer dalam kudeta politik yang berupaya menggulingkan Soekarno. Hal ini menunjukkan bahwa tuduhan yang dialamatkan kepada Soekarno tidak sekadar hasil dari kepentingan politik domestik, tetapi juga merupakan bagian dari intrik politik internasional.

Ironisnya, meskipun Soekarno menjadi korban dalam situasi yang sangat sulit, ia tidak pernah diberikan kesempatan untuk membersihkan namanya melalui pengadilan. Banyak yang merasa bahwa ketidakadilan ini menghantui bukan hanya Soekarno tetapi juga keluarganya dan para pendukung setianya selama bertahun-tahun. Benny mengungkapkan, "Bung Karno tidak pernah diberi kesempatan untuk membersihkan namanya di pengadilan," yang mencerminkan rasa ketidakadilan yang mendalam yang telah dirasakan oleh banyak orang.

Pelurusan sejarah ini juga dianggap sangat penting untuk membentuk identitas bangsa Indonesia ke depan. Soekarno, dengan gagasan-gagasannya yang revolusioner, termasuk Pancasila, serta perannya yang krusial dalam memimpin perjuangan kemerdekaan, harus mendapatkan penghormatan yang setimpal. Hal ini diharapkan dapat menghapus stigma politik yang selama ini menghantui keluarga Soekarno.

Dari perspektif hukum, John Pieris, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Indonesia, berpendapat bahwa pencabutan TAP MPRS perlu diiringi dengan penerbitan TAP MPR baru untuk membersihkan nama Soekarno sepenuhnya. Ia menekankan pentingnya tindakan lanjutan agar nama Soekarno tidak hanya dicabut dari stigma buruk, tetapi juga mendapatkan kejelasan hukum yang diperlukan. "Pencabutan TAP ini penting, tetapi harus ada tindakan lanjutan untuk memastikan nama Soekarno dibersihkan dari tuduhan," ujarnya.

Lebih jauh, John menekankan bahwa penerbitan ketetapan baru dari MPR mengenai pemulihan nama baik Soekarno menjadi unsur penting dalam konteks hukum di Indonesia, sesuai dengan teori hukum dan teori perundang-undangan yang berlaku. Dia setuju bahwa pelurusan sejarah dibutuhkan dan bahwa pengungkapan siapa dalang di balik peristiwa G30S/PKI harus diungkap untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tersebut merupakan langkah penting dalam proses panjang untuk merestorasi keadilan bagi Soekarno dan keluarganya. Masyarakat Indonesia kini memiliki peluang untuk melihat fakta-fakta sejarah dengan lebih jernih, sekaligus menghargai peran Soekarno dalam pembentukan negara ini.

Rehabilitasi nama baik Soekarno tidak hanya sekadar untuk keperluan hukum, tetapi juga untuk menegakkan akuntabilitas sejarah yang selama ini terkubur dalam narrasi yang bias. Seiring dengan pencabutan ini, publik diharapkan dapat terlibat dalam diskursus yang lebih terbuka mengenai sejarah Indonesia, serta bagaimana sejarah tersebut membentuk pandangan kolektif masyarakat terhadap bangsa dan negara.

Dengan pencabutan TAP ini, mungkin saatnya bagi bangsa Indonesia untuk mulai menulis ulang narasi sejarahnya, termasuk membuka kembali diskusi terkait pencapaian-pencapaian Soekarno yang sering kali diabaikan, Tindakan ini tidak hanya mengembalikan martabat Soekarno, tetapi juga membawa harapan baru bagi anak cucu untuk mengenal pemimpin negara mereka dengan cara yang lebih utuh dan seimbang.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button