Gaya Hidup

Pantas Ditiru? Gibran dan Jokowi Akui Lebih Suka Baca Komik dari Buku Politik Sejak Remaja

Dalam wawancara yang berlangsung dengan Najwa Shihab, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan bahwa ia tidak menyukai membaca buku. Ia lebih memilih membaca komik, suatu pernyataan yang kemudian menjadi viral di kalangan netizen. Gibran menuturkan, "Enggak, kalau saya sendiri sih jujur aja orangnya apa ya, nggak suka baca. Enggak kalau saya sih suka baca, sukanya baca ini, komik." Pengakuan Gibran ini menghadirkan diskusi mengenai kecenderungan membaca di kalangan generasi muda dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi pola pikir dan karakter seseorang.

Budaya Membaca di Keluarga Gibran

Selanjutnya, Gibran menjelaskan bahwa di keluarganya tidak ada budaya membaca yang kental. Ia mengakui bahwa yang dilakukan anggota keluarganya lebih banyak melibatkan bermain video game dan membaca komik daripada buku-buku berat. "Sebenernya budaya baca buku di rumah saya nggak ada. Ya itu tadi pada baca komik, main PS," tuturnya, menunjukkan bahwa ketertarikan membaca di rumahnya lebih bersifat sebagai hiburan ketimbang pendidikan.

Sikap Gibran ini menuai berbagai respons dari masyarakat. Beberapa netizen menyoroti dan mempertanyakan pendidikan formal dengan mengaitkannya pada riwayat akademis Gibran, yang dikabarkan hanya meraih index prestasi kumulatif (IPK) 2.30 saat kuliah. Meskipun nilai ini kadang dianggap cukup rendah, banyak yang berpendapat bahwa hal itu tidak sepenuhnya menentukan kualitas seseorang dalam berkarier.

Jokowi: Pengakuan Sederhana Tentang Komik

Tak jauh berbeda, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga pernah menyatakan kebiasaannya membaca komik. Dalam video yang beredar di TikTok, Jokowi mengungkapkan bahwa istri dan anak-anaknya sering membelikan komik, khususnya yang ditujukan untuk anak-anak, seperti komik Doraemon dan Shinchan. "Komik yang itu, yang (buat) anak-anak. Komik Doraemon, komik Shinchan, kalau udah baca ya lupa," ucap Jokowi.

Dari pengakuannya, terlihat bahwa Presiden tidak tertarik untuk membaca buku-buku politik. Ia lebih memilih koleksi komiknya yang lebih banyak dibandingkan dengan buku yang menunjang pekerjaannya sebagai orang nomor satu di Indonesia. "Enggak, hanya saya baca (tentang) Bung Karno, itu baca," ucapnya. Ini menunjukkan bahwa Jokowi, yang dikenal dengan sosok yang mengedepankan kesederhanaan, memandang bacaan komik sebagai sebuah bentuk hiburan dan relaksasi.

Dampak Kecenderungan Membaca Komik

Membaca komik seringkali dipandang sebelah mata oleh sebagian orang karena dianggap kurang instruktif dibandingkan dengan membaca buku akademis atau politik. Namun, beberapa ahli psikologi dan pendidikan berpendapat bahwa membaca komik bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk mengasah imajinasi dan kreativitas. Komik juga dapat membantu membangun keterampilan membaca yang baik, terutama bagi anak-anak dan remaja yang mungkin tidak tertarik dengan buku konvensional.

Perbandingan dengan Kebutuhan Pendidikan saat Ini

Di sisi lain, pernyataan Gibran dan Jokowi menimbulkan pertanyaan lebih luas tentang budaya membaca di Indonesia. Dalam era informasi yang serba cepat ini, banyak anak muda yang lebih tertarik pada media digital dan konten yang bersifat visual, termasuk komik dan manga. Ini berbanding terbalik dengan kebutuhan untuk memahami isu-isu kompleks, termasuk politik dan sosial.

Perkembangan teknologi digital juga berkontribusi pada perubahan kebiasaan baca masyarakat, khususnya generasi muda. Dengan kehadiran platform-platform online yang menyediakan konten visual dan audiovisual, daya tarik untuk membaca buku tradisional semakin berkurang. Banyak orang tua kini khawatir bahwa anak-anak mereka akan kehilangan minat dalam membaca buku jika mereka tidak terpapar literasi yang bervariasi.

Respons Masyarakat Terhadap Pengakuan Gibran dan Jokowi

Sikap kedua pemimpin ini terhadap membaca menuai berbagai tanggapan dari publik. Sebagian netizen menunjukkan dukungan, berpendapat bahwa ketertarikan yang rendah terhadap buku tidak berarti rendahnya intelektualitas seseorang. Di sisi lain, ada yang mengkritik dan mengkhawatirkan bahwa pemimpin publik harus memberikan contoh yang lebih baik mengenai pentingnya budaya membaca.

Perbincangan ini semakin memperluas isu mengenai pendidikan di Indonesia, dan bagaimana pemimpin negara seharusnya mempengaruhi generasi selanjutnya dalam hal budaya membaca. Dalam banyak kasus, pendidikan formal bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan; pengalaman hidup dan kebiasaan baik juga memiliki peran penting dalam membentuk karakter seseorang.

Ada yang Belum Selesai untuk Dibahas

Kedua pengakuan ini memperlihatkan adanya pola yang sama dalam kepemimpinan, tidak hanya dalam konteks kebiasaan membaca, tetapi juga dalam cara pandang terhadap pengetahuan dan pendidikan. Ini menyoroti bahwa minat seseorang dalam belajar dapat berkembang melalui berbagai cara, termasuk baca komik dan bentuk pembelajaran informal lainnya.

Dengan demikian, meskipun Gibran dan Jokowi tidak mengedepankan buku politik, hal ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki cara belajar dan cara mendapatkan pengetahuan yang berbeda. Selanjutnya, penting untuk menggali pengaruh budaya baca, baik itu komik maupun buku, dalam membentuk generasi pemimpin masa depan yang terdidik dan berpengetahuan luas, untuk mewujudkan visi besar bangsa Indonesia.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button