Otomotif

Pakar Wanti-wanti Dampak Rencana Larangan Mobil BBM Terhadap Industri Otomotif

Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengkaji kebijakan yang berpotensi memberikan dampak besar bagi industri otomotif nasional, yaitu rencana pelarangan penjualan mobil baru berbasis bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2045. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mendorong adopsi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di tanah air, sejalan dengan upaya Indonesia mencapai target net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Pakar otomotif Yannes Martinus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan pandangannya mengenai dampak kebijakan tersebut. Menurutnya, jika kebijakan larangan penjualan mobil berbasis internal combustion engine (ICE) diterapkan, industri otomotif domestik akan mengalami perubahan yang signifikan. Dalam jangka pendek hingga menengah, agen pemegang merek (APM) yang masih mengandalkan mobil berbasis BBM akan menghadapi penurunan penjualan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kendaraan listrik sebagai solusi transportasi masa depan.

Yannes juga menegaskan bahwa APM perlu beradaptasi dengan cepat untuk mengembangkan portofolio kendaraan yang lebih berkelanjutan dan kompetitif. Jika tidak, mereka berisiko kehilangan pangsa pasar kepada merek-merek lain yang lebih siap menghadapi transisi ini. "Dalam skenario terburuk, jika APM tidak dapat bertransformasi dengan sukses, mereka mungkin terpaksa melakukan PHK atau bahkan menutup pabrik-pabrik mereka yang memproduksi mobil ICE konvensional," ujarnya saat diwawancarai.

Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah seberapa siap Indonesia untuk memenuhi target net zero emission tersebut. Yannes mempertanyakan penetrasi kendaraan listrik yang masih lambat saat ini. Dia menggarisbawahi bahwa wacana tentang kendaraan listrik adalah tekanan dari negara-negara G7 dan Uni Eropa, yang tampaknya membebani negara-negara berkembang. "Sekarang saja mereka masih pusing dengan urusan ketahanan energinya masing-masing," tandasnya.

Secara statistik, Yannes menjelaskan bahwa kelangkaan BBM di dunia diprediksi mulai terjadi sekitar tahun 2050, dengan produksi minyak bumi yang akan mulai menurun secara bertahap pada tahun 2040. Hal ini akan menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga yang signifikan, sehingga permintaan akan melebihi pasokan dan mengganggu sistem transportasi, industri, serta kehidupan sehari-hari.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) yang terlibat dalam merumuskan kebijakan ini juga mengakui bahwa mereka sedang mendalami mekanisme pelarangan penjualan kendaraan baru berbasis BBM. Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, menjelaskan bahwa karena adanya target net zero emission yang harus dicapai pada tahun 2060, maka penjualan kendaraan beremisi harus dihentikan dalam waktu dekat. "Biasanya itu 15 tahun sebelum target net zero," ujarnya. Dengan kata lain, paling lambat pada tahun 2045, semua kendaraan baru yang dijual di Indonesia harus berstatus zero emission vehicle atau bebas emisi.

Rancangan strategi dan roadmap untuk sektor otomotif nasional yang tengah dibahas melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, yang mencakup Kemenko Marves, Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Bappenas. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perhatian serius dari pemerintah untuk memastikan transisi ini dapat dilakukan dengan baik.

Dalam konteks ekonomi, transisi ini bisa membawa tantangan yang cukup berat bagi industri otomotif nasional. Banyak perusahaan otomotif yang telah beroperasi selama bertahun-tahun dengan bergantung pada model bisnis yang kini berpotensi ditekan oleh kebijakan baru tersebut. Kebutuhan untuk berinvestasi dalam teknologi baru dan infrastruktur berkaitan dengan kendaraan listrik akan menjadi beban tambahan, terutama di tengah ketidakpastian pasar.

Namun, di sisi lain, transisi ke kendaraan listrik juga membuka peluang baru. Dengan meningkatnya adopsi kendaraan listrik, sektor otomotif dapat berkembang dengan menciptakan lapangan kerja baru yang berfokus pada teknologi dan inovasi yang lebih bersih. Pihak pemerintah pun harus mempersiapkan insentif yang menarik bagi produsen dan konsumen untuk mempercepat peralihan ini.

Dalam penuturan Yannes, saat ini kesadaran masyarakat tentang kendaraan listrik memang masih rendah. Namun, seiring dengan bertambahnya informasi dan promosi tentang manfaat kendaraan listrik bagi lingkungan dan ekonomi, masyarakat diharapkan dapat semakin terbuka untuk beralih ke teknologi tersebut. Untuk itu, peran serta pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur dan dukungan bagi kendaraan listrik sangatlah penting.

Kebijakan larangan penjualan mobil berbasis BBM pada 2045 ini jelas bukan hanya sekedar langkah sederhana. Ia merupakan bagian dari sebuah visi jangka panjang untuk merespons tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak. Meskipun menimbulkan berbagai kekhawatiran, transisi ini juga bisa menjadi katalisator untuk perkembangan industri otomotif yang lebih inovatif dan berkelanjutan.

Kepada para pemangku kepentingan, baik pemerintah, produsen otomotif, hingga konsumen, tantangan dan peluang ini harus ditanggapi dengan sikap proaktif. Pertimbangan matang dan perencanaan strategis menjadi kunci untuk memastikan bahwa Indonesia dapat melakukan transisi ini dengan baik, mempertahankan daya saing, dan menyediakan peluang ekonomi baru seiring dengan perubahan kebijakan yang akan datang.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.

Artikel Terkait

Back to top button