Teknologi

Optimalkan Pemanfaatan Internet untuk Pendidikan di Desa Tertinggal, Apa Penyebabnya?

Pemanfaatan internet untuk sektor pendidikan di desa tertinggal di Indonesia dipandang belum optimal, meskipun teknologi telah hadir di hampir setiap aspek kehidupan. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa hanya sekitar 31% siswa di desa-desa tersebut yang telah mengakses sumber belajar tambahan seperti video pembelajaran dan ebook. Sementara itu, hasil survei menunjukkan bahwa 22% lainnya menggunakan internet hanya untuk mencari informasi dan menyelesaikan tugas sekolah. Angka-angka ini menunjukkan adanya potensi yang sangat besar untuk meningkatkan penggunaan internet dalam pendidikan di daerah yang kurang berkembang.

Dalam rangka memahami lebih jauh mengenai tantangan yang dihadapi, penelitian berjudul “Survey Penetrasi Pengguna Internet di Daerah Tertinggal Tahun 2024” mengungkapkan bahwa hanya 18,5% tenaga didik di desa yang mengikuti pelatihan dan pengembangan profesional secara online. Ini menunjukkan bahwa meskipun internet tersedia, keterlibatan dan partisipasi pendidik dalam meningkatkan kemampuan melalui teknologi masih sangat rendah.

Kendala teknis dan infrastruktur yang kurang memadai menjadi penghalang utama dalam pemanfaatan internet. Riset APJII mencatat bahwa 48,4% guru merasa lebih mudah mengakses informasi dan sumber belajar melalui internet, sementara 25,3% merasa terbantu tetapi terkendala oleh masalah teknis. Jadi, meskipun akses informasi semakin terbuka, kualitas infrastruktur dan pelatihan yang memadai masih menjadi masalah yang harus diselesaikan.

Kondisi keterbatasan ini juga berimbas pada siswa. Survei menunjukkan 12,5% siswa dan tenaga pendidik di desa belum memanfaatkan internet untuk kebutuhan pendidikan, dan sejumlah siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan teknologi. Bahkan, ada sekitar 6% guru yang belum menggunakan internet secara optimal, dengan 1% mengalami kesulitan serius dalam menggunakan teknologi yang ada. Hal ini menegaskan bahwa keberadaan teknologi harus diimbangi dengan kemampuan dan pengetahuan untuk mengoperasikannya.

Pemanfaatan internet yang ada saat ini seperti kelas virtual melalui aplikasi video conference, yakni 33,3%, menunjukkan bahwa ada peningkatan pelayanan pendidikan. Namun, kurangnya infrastruktur yang memadai dan koneksi internet yang tidak stabil menjadi kendala besar, dengan 59,2% surveyor mengidentifikasikan ini sebagai masalah utama. Hasil survei juga mengungkapkan bahwa keterbatasan perangkat keras di sekolah, seperti komputer atau tablet, masih menjadi tantangan serius—12,5% responden mengenali masalah ini.

Adanya program seperti Bakti yang difasilitasi oleh pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tertinggal. Penilaian dari perangkat desa menunjukkan respons yang beragam. Sekitar 39,2% menyampaikan bahwa kontribusi akses internet terlihat, meskipun masih ada ruang untuk perbaikan. Namun, sebaliknya, 22,5% menilai hanya terdapat sedikit peningkatan kualitas pendidikan, sementara 19,2% lainnya mengklaim ada peningkatan yang signifikan. 19,2% responden lebih lanjut mengungkapkan bahwa tidak ada perubahan yang bisa diidentifikasi setelah penerapan program tersebut.

Perbandingan ini menggambarkan adanya ketidakteraturan dalam keberhasilan program tersebut di lapangan. Dalam konteks ini, penting untuk mengevaluasi faktor-faktor pendorong di balik keberhasilan dan kegagalan program-program pendidikan berbasis internet di desa. Salah satu solusi yang diusulkan adalah peningkatan infrastruktur dasar, penyediaan perangkat teknologi yang memadai, serta pelatihan berkelanjutan untuk pendidik dan siswa agar mereka dapat memanfaatkan potensi yang ada.

Para ahli mendasari argumen ini dengan fakta bahwa pendidikan modern di era digital memerlukan lebih dari sekedar penyediaan perangkat. Instruksi yang efektif dan program pelatihan yang dirancang dengan baik dapat mendorong pemanfaatan internet yang lebih baik. Ketergantungan pada konektivitas internet perlu diimbangi dengan pengembangan kurikulum yang tanggap terhadap teknologi, untuk memastikan bahwa siswa dari desa tertinggal juga mampu bersaing dengan rekan-rekannya di daerah yang lebih maju.

Sebagaimana terlihat, tantangan dalam pemanfaatan internet untuk pendidikan di desa tertinggal sangat kompleks dan tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan satu dimensi saja. Sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, serta masyarakat lokal sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif dan adaptif. Keberadaan internet seharusnya tidak hanya dipandang sebagai sebuah alat, tapi juga sebagai pemandu yang membawa perubahan positif bagi masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari banyak peluang.

Masyarakat desa, pendidik, dan pemerintah harus berpadu dalam upaya mengoptimalkan penggunaan internet untuk pendidikan. Transformasi pendidikan di desa tertinggal tidak hanya akan membuka akses ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan harapan bagi generasi masa depan. Terwujudnya pendidikan yang berkualitas di desa-desa tersebut akan menjadi salah satu kunci untuk memecahkan masalah ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia, yang hingga kini masih menjadi tantangan besar bagi bangsa.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button