Teknologi

MPR Dorong Pembentukan Angkatan Siber Usai PDNS 2 Alami Gangguan Selama 2 Bulan

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, menegaskan pentingnya pembentukan Angkatan Siber di Indonesia, terutama setelah serangan siber yang dialami oleh Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya. Serangan yang terjadi pada tanggal 20 Juni 2024 oleh kelompok peretas yang dikenal sebagai Brain Cipher telah menyebabkan gangguan berkelanjutan selama dua bulan, dengan ratusan data lembaga dan instansi pemerintah terkunci dan tidak dapat diakses. Insiden ini mengungkapkan betapa krusialnya langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan siber di Indonesia.

Bamsoet, sapaan akrabnya, menilai bahwa kasus peretasan ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memiliki lembaga keamanan siber yang kuat dan peraturan hukum yang mendukung upaya tersebut. Indonesia saat ini menduduki posisi kelima di Asia Tenggara dalam hal keamanan siber, menurut data dari National Cyber Security Index. Ini mengindikasikan bahwa meskipun telah ada upaya untuk melindungi data dan infrastruktur digital, negara ini masih rentan terhadap ancaman siber.

Dalam Sidang Tahunan 2024, Bamsoet mengungkapkan bahwa dunia telah memasuki era internet of military things, di mana operasi militer dapat dilakukan dari jarak jauh dengan lebih cepat dan akurat. Dalam konteks ini, keberadaan Angkatan Siber sebagai matra keempat dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi sangat penting untuk memperkuat tiga matra yang sudah ada: Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. “Sudah saatnya Indonesia segera mempersiapkan pembentukan Angkatan Siber,” ujarnya dengan tegas.

Geopolitik Indonesia juga menjadi salah satu alasan mendesaknya pembentukan Angkatan Siber, mengingat posisi Indonesia yang berhadapan langsung dengan negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Australia dalam kerangka Five Power Defence Arrangement (FPDA), serta tantangan geopolitik dari kekuatan besar seperti Rusia, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Hal ini menuntut Indonesia untuk memiliki strategi pertahanan yang lebih komprehensif, termasuk di ranah siber.

Menanggapi serangan yang terjadi di PDNS 2, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melakukan langkah-langkah perbaikan untuk melindungi data penting dari serangan serupa di masa depan. Menurut Hokky Situngkir, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, mereka menerapkan kebijakan pencadangan data (backup data) dengan cadangan berlapis yang dikenal sebagai konsep 3-2-1. Konsep ini mengharuskan ada tiga salinan data, dua media penyimpanan yang berbeda, dan satu salinan yang disimpan secara offsite.

Lebih lanjut, Hokky mengindikasikan bahwa pelajaran yang diambil dari insiden ini antara lain berkaitan dengan penguatan kata sandi dan pentingnya autentikasi multifaktor. Pusat Operasi Keamanan (Security Operation Center) juga akan ditingkatkan fungsinya untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks. “Kita juga harus memperkuat cara pembuatan password agar lebih aman,” katanya.

Insiden peretasan yang menerpa PDNS 2 tidak hanya berdampak pada keamanan data pemerintah, tetapi juga menyebabkan gangguan pada beberapa layanan publik, termasuk imigrasi, yang mengalami masalah serius hingga lumpuh total. Hal ini tentunya dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan data pribadi dan layanan pemerintah. Gangguan ini juga berpotensi berdampak negatif terhadap ekonomi nasional, mengingat banyaknya layanan yang perlu bergantung pada data yang terintegrasi dan mudah diakses.

Serangan oleh Brain Cipher menunjukkan betapa seriusnya ancaman siber yang dihadapi oleh infrastruktur penting di Indonesia. Semua layanan yang terhubung dengan PDNS 2 menjadi rentan, dan kerugian yang ditimbulkan akibat serangan ini masih dalam proses perhitungan, dengan pemerintah belum merilis angka kerugian secara resmi. Tetapi dampak sosial dan ekonomi dari gangguan ini sudah terasa nyata, menuntut tindakan cepat dan efektif dari berbagai pihak terkait.

Dalam konteks pembentukan Angkatan Siber, Bamsoet berharap agar pemerintah dapat segera merespons realitas ini dengan kebijakan yang mendukung pembangunan kemampuan siber yang lebih baik. Pengembangan kemampuan pertahanan siber sangat diperlukan untuk melindungi aset digital nasional dan memperkuat posisi Indonesia di arena pertahanan global.

Lebih jauh lagi, pembentukan Angkatan Siber juga diharapkan dapat mengintegrasikan upaya perlindungan data di berbagai lembaga pemerintahan dan sektor swasta, sehingga tercipta ekosistem yang lebih robust dan resilient terhadap serangan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting untuk menciptakan sinergi dalam menangkal ancaman siber.

Melihat tren global dan banyaknya serangan siber yang terjadi di seluruh dunia, sinyal bahwa Indonesia perlu segera membentuk Angkatan Siber menjadi semakin kuat. Mengingat semakin canggihnya teknologi dan modus operandi para pelaku kejahatan siber, ketersediaan sumber daya manusia yang terampil di bidang keamanan siber juga menjadi hal yang tidak bisa diabaikan.

Pemerintah diharapkan dapat segera mengumumkan langkah konkret mengenai pembentukan Angkatan Siber, dengan dukungan regulasi yang memadai serta program pelatihan dan pendidikan yang relevan. Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia diharapkan dapat bertransformasi menjadi negara yang lebih aman dan resilient dalam menghadapi ancaman keamanan siber di era digital saat ini.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button