Gaya Hidup

Miskonsepsi Soal DBD: Masyarakat Percaya Tak Bisa Dua Kali Terkena Penyakit Ini

Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa hingga minggu ke-33 tahun 2024, Indonesia mengalami lonjakan signifikan dalam kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah kasus mencapai 181.079 dan mengakibatkan 1.079 kematian. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan total kasus di tahun 2023 yang mencapai 44.438 dengan 322 kematian. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya masalah DBD di Tanah Air, terutama saat memasuki musim hujan yang dapat meningkatkan jumlah nyamuk Aedes aegypti, penyebab utama penyakit ini.

dr. Anas Ma’ruf, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, mengungkapkan bahwa Indonesia tengah menghadapi beban yang sangat berat akibat DBD. Ribuan kasus dilaporkan setiap tahunnya dan pemerintah berusaha memerangi penyakit ini melalui strategi nasional yang komprehensif. Strategi ini mencakup penguatan sistem surveilans, pengendalian vektor, dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi dampak penyakit.

Dalam konteks ini, masih banyak miskonsepsi yang beredar di masyarakat terkait dengan DBD, salah satunya anggapan bahwa seseorang yang pernah terinfeksi DBD tidak akan terinfeksi lagi. Menurut dr. Buti A. Azhali, SpA, MKes, yang merupakan dokter spesialis anak, hal ini adalah kesalahan besar. DBD disebabkan oleh empat serotipe virus dengue, sehingga seseorang yang pernah terinfeksi dengan satu serotipe masih berisiko terkena infeksi dengan serotipe lainnya. Malahan, infeksi kedua kali dapat berisiko lebih parah, termasuk kemungkinan terjadinya dengu hemoragik atau sindrom syok dengue yang berpotensi fatal.

Pencegahan menjadi langkah yang sangat penting dalam mengatasi DBD. Salah satu cara efektif dalam pencegahan adalah melalui vaksinasi. Saat ini, vaksin DBD tersedia untuk kelompok usia 6 hingga 45 tahun dan telah mendapatkan rekomendasi dari berbagai asosiasi medis. Misalnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan vaksinasi bagi anak usia 6-18 tahun, sementara Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan untuk usia 19-45 tahun. dr. Buti menegaskan bahwa untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dengan dosis yang dianjurkan.

Pengawasan terhadap penyakit ini juga diambil serius oleh pemerintah daerah. Misalnya, di Kota Bandung, kasus DBD mencapai 46.594 dengan 281 kematian, menjadikannya wilayah dengan angka tertinggi sepanjang tahun ini. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dr. R. Vini Adiani Dewi, menyatakan bahwa provinsi ini menghadapi tantangan serius dalam pengendalian DBD, terutama di daerah berpenduduk padat. Hingga awal September, tercatat ada 47.525 kasus dengan 286 kematian. Dengan kehadiran program-program pengendalian vektor dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat, diharapkan dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.

Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, berkomentar bahwa DBD merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, tempat tinggal, atau gaya hidup. Anak-anak sekolah dan orang dewasa yang bekerja adalah kelompok paling rentan, dan penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak. Untuk itu, penting untuk melaksanakan langkah-langkah pencegahan secara kolektif, termasuk kegiatan kampanye yang sudah dilaksanakan "Langkah Bersama Cegah DBD" di berbagai kota.

Memahami dan mengedukasi masyarakat tentang miskonsepsi seputar DBD adalah langkah awal yang krusial. Sebuah kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya pencegahan, serta pemahaman tentang risiko infeksi berulang karena serotipe virus yang berbeda, penting untuk mencegah munculnya kasus baru. Masyarakat perlu didorong untuk aktif dalam menjaga lingkungan sekitarnya agar tetap bersih dan terhindar dari genangan air, tempat perindukan nyamuk.

Penting bagi setiap individu untuk memahami bahwa pencegahan DBD bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi adalah tugas bersama yang memerlukan kolaborasi di antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga kesehatan. Edukasi tentang vaksinasi, pengendalian lingkungan, serta pengawasan kesehatan harus terus ditingkatkan agar dampak DBD dapat diminimalkan. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan angka kasus DBD yang terus meningkat dapat ditekan, sehingga masyarakat dapat terhindar dari ancaman yang lebih besar lagi.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button