Bisnis

Minyak Dunia Tertekan: Lemahnya Permintaan Global Mendorong Penurunan Harga

Harga minyak dunia mengalami penurunan yang signifikan kemarin, dipicu oleh kekhawatiran akan lemahnya permintaan global. Dalam perdagangan terakhir, harga minyak mentah Brent berjangka untuk pengiriman Oktober ditutup pada level USD78,80 per barel, mengalami penurunan sebesar USD1,14 atau 1,43 persen. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dari Amerika Serikat mengalami penurunan yang lebih drastis, ditutup pada USD73,55 per barel, menyusut sebesar USD2,36 atau 3,11 persen.

Penurunan ini sejalan dengan keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak di tengah kurangnya permintaan. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, OPEC+, yang memiliki pengaruh besar terhadap harga minyak global, mengumumkan rencananya untuk melanjutkan kenaikan produksi mulai bulan Oktober. Keputusan ini muncul pada saat yang kurang tepat, ketika pemulihan permintaan minyak global tidak secepat yang diperkirakan.

Pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024 diperkirakan akan mengalami perlambatan. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan permintaan dari Tiongkok, yang merupakan salah satu konsumen minyak terbesar di dunia. Sebelumnya, Morgan Stanley menurunkan estimasi pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun ini menjadi 1,1 juta barel per hari dari proyeksi sebelumnya yaitu 1,2 juta barel per hari.

Kondisi ekonomi Tiongkok yang melambat menjadi faktor kunci dalam proyeksi tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat tidak hanya membatasi konsumsi energi tetapi juga mendorong pergeseran besar ke arah kendaraan listrik. Selain itu, ada peningkatan signifikan dalam penggunaan bahan bakar gas alam cair (LNG) di Tiongkok, terutama untuk kendaraan berat seperti truk, yang juga mengurangi ketergantungan pada minyak.

Goldman Sachs juga mencatat pertumbuhan permintaan minyak di Tiongkok yang melambat secara drastis tahun ini. Perusahaan investasi ini memperkirakan penurunan pertumbuhan permintaan minyak di negara tersebut menjadi hanya 200 ribu barel per hari untuk tahun 2024, dibandingkan dengan tahun lalu. Prediksi mereka juga menyebutkan bahwa konsumsi minyak keseluruhan dapat menurun sebesar 300 ribu barel per hari.

Sementara itu, revisi harga minyak juga dilakukan oleh para analis. Goldman Sachs memperhitungkan harga rata-rata minyak Brent akan mencapai USD80 per barel pada kuartal keempat tahun 2024, turun dari ekspektasi awal yang sebesar USD85 per barel. Penyesuaian ini menandakan kepercayaan yang menurun di pasar terhadap potensi rebound harga minyak di tengah tantangan permintaan.

Kondisi ini menciptakan tekanan lebih lanjut pada pasar minyak dunia, di mana investor kini lebih cenderung menganalisis dampak jangka panjang dari perubahan tersebut terhadap perekonomian global. Penurunan pada harga minyak juga dapat mempengaruhi negara-negara penghasil minyak yang sangat bergantung pada pendapatan dari ekspor minyak, dan menyebabkan dampak luas terhadap berbagai sektor lainnya.

Ada upaya dari OPEC+ untuk mendukung harga minyak global. Namun, dalam konteks pasar yang terus berubah, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada ketersediaan permintaan yang menguat. Dengan pengaruh yang dimiliki OPEC+ dalam menstabilkan pasar, keputusan untuk meningkatkan produksi justru dapat berfungsi sebagai pedang bermata dua jika permintaan global tetap lemah.

Dalam pandangan jangka panjang, perubahan pada struktur pasar energi global menciptakan tantangan tersendiri. Peralihan menuju sumber energi terbarukan dan kendaraan listrik mengindikasikan bahwa masa depan konsumsi energi mungkin tidak bisa diandalkan kepada minyak seperti sebelumnya. Munculnya tren ini memicu diskusi lebih dalam mengenai keberlanjutan industri minyak dan masa depan pasar energi secara keseluruhan.

Kondisi pasar yang fluktuatif ini menjadi perhatian penting bagi investor dan pengambil keputusan di berbagai sektor. Mampuan untuk beradaptasi dengan perubahan ini akan menjadi faktor krusial bagi pertumbuhan jangka panjang serta stabilitas produk energi di seluruh dunia. Pemerintah dan perusahaan juga diharapkan untuk melakukan penyesuaian strategi agar dapat berfungsi dan bertahan di tengah perubahan dinamika pasar yang cepat dan agresif.

Dengan mengamati perkembangan ini, analisis yang lebih mendalam dan pemahaman yang lebih baik terhadap faktor-faktor pendorong permintaan dan penawaran akan semakin penting. Kebijakan yang diambil oleh OPEC+ dan respons pasar terhadap komponen ini akan terus membentuk arah harga minyak global di masa mendatang. Sebagai salah satu penggerak utama ekonomi dunia, fluktuasi harga minyak berpotensi memiliki dampak yang jauh lebih luas dari sekadar industri minyak itu sendiri.

Sementara harapan untuk pemulihan pada permintaan tetap ada, tantangan nyata yang dihadapi pasar minyak dunia menunjukkan jalan yang panjang menuju stabilitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Ketidakpastian ini mendorong para analis dan pelaku pasar untuk tetap waspada dalam memantau tren global yang mengarah pada transformasi struktural dalam penggunaan energi.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button