Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia (MIKTA) yang dilaksanakan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York pada 24 September 2024. Pertemuan ini diadakan dalam konteks mencari solusi untuk berbagai tantangan global dan membahas penguatan kerjasama di bidang pembangunan berkelanjutan serta tata kelola global. Kegiatan ini berlangsung setelah disahkannya Pact of The Future dalam Konferensi Tingkat Tinggi untuk Masa Depan yang diadakan pada 22 September 2024.
Menlu Retno dalam pertemuan tersebut menekankan pentingnya mendorong implementasi Pact of the Future. Dalam keterangannya, ia menegaskan bahwa banyak pihak kini mempertanyakan relevansi dokumen-dokumen yang dihasilkan PBB, di tengah adanya kesenjangan signifikan antara komitmen yang dinyatakan dan realisasi di lapangan. “MIKTA dapat berperan penting dalam menjembatani gap tersebut,” ungkapnya. Menlu Retno juga kembali menyoroti bahwa multilateralisme tidak sekadar perlu bertahan, tetapi juga harus dapat memberikan manfaat nyata bagi negara anggotanya.
Ada empat isu utama yang diangkat oleh Menlu Retno selama pertemuan MIKTA. Pertama adalah perbaikan tata kelola global dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Data menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang cukup besar dalam implementasi SDGs, contohnya pada SDG 6, di mana sekitar 60 persen dari target terhambat. “Kita harus persempit gap implementasi ini,” tambah Menlu Retno.
Kedua, Menlu Retno menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan. Ia mengajak para Menteri Luar Negeri MIKTA untuk berkolaborasi dalam mendukung pemenuhan hak-hak perempuan di Afghanistan, termasuk hak-hak terhadap akses pendidikan dan pekerjaan, yang saat ini masih sangat terbatas.
Ketiga, Menlu Retno menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap pekerja kemanusiaan. Ia menyesalkan adanya kampanye negatif terhadap UNRWA, lembaga PBB yang bertanggung jawab atas bantuan dan perlindungan bagi pengungsi Palestina. Retno juga memberikan apresiasi terhadap Pernyataan Bersama mengenai Perlindungan bagi Pekerja Kemanusiaan di Wilayah Konflik yang diinisiasi oleh Australia, yang menjadi bagian penting dari upaya untuk melindungi mereka yang bertugas dalam situasi berisiko tinggi.
Keempat, dinamika di Timur Tengah menjadi sorotan penting dalam pertemuan ini. Menlu Retno menyerukan agar negara-negara di kawasan bersatu untuk menghentikan kekejaman kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel. “Kita tidak boleh biarkan Lebanon menjadi Gaza baru,” ujarnya, menunjukkan keprihatinan yang mendalam terhadap situasi kemanusiaan yang tengah berlangsung.
MIKTA, yang berdiri sejak 2013, merupakan forum yang berfungsi sebagai "pembangun jembatan" dalam menyuarakan berbagai solusi bagi tantangan global. Organisasi ini mempertemukan negara-negara dengan beragam perspektif dan pengalaman, untuk saling berbagi strategi dan menemukan pijakan bersama dalam isu-isu internasional. Pada tahun 2024, kepemimpinan MIKTA dipegang oleh Meksiko, dengan harapan dapat menghasilkan kolaborasi yang lebih efektif antarsesama anggota.
Pertemuan ini juga mencerminkan komitmen Indonesia dalam memperkuat kerjasama internasional untuk menangani isu-isu kemanusiaan dan mempromosikan perdamaian serta stabilitas global. Dalam konteks ini, Menlu Retno menekankan pentingnya tindakan kolektif dari negara-negara MIKTA dalam mendukung penyelesaian konflik di Timur Tengah, serta menunjukkan solidaritas terhadap hak-hak dasar manusia.
Dengan demikian, MIKTA diharapkan tidak hanya menjadi platform dialog, tetapi juga dapat menjadi daya dorong bagi perubahan positif dalam masyarakat global yang tengah menghadapi berbagai tantangan. Agenda-agenda yang dibahas dalam pertemuan ini menjadi penting untuk memperkuat mekanisme kerjasama internasional dalam mengatasi isu-isu yang saling berkaitan, terutama di tengah ketidakpastian geopolitik saat ini.
Kegiatan MIKTA yang dihadiri oleh Menlu Retno mencerminkan peran aktif Indonesia dalam forum-forum internasional serta komitmennya untuk memperjuangkan isu-isu kemanusiaan secara global. Dengan berbagai langkah konkret yang diambil, diharapkan hasil dari pertemuan ini dapat memberikan dampak positif tidak hanya bagi negara-negara yang terlibat, tetapi juga bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.