Dengan semakin meningkatnya masalah keamanan pangan di seluruh dunia, krisis kekurangan nutrisi menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia. Di tengah berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, teknologi satelit muncul sebagai solusi yang menjanjikan. Satellit sebagai Solusi Pantauan Nutrisi menawarkan sebuah pendekatan baru yang dapat membantu petani memantau tingkat nutrisi pada tanaman mereka sejak awal pertumbuhannya. Hal ini tidak hanya memungkinkan petani untuk mendeteksi masalah lebih awal, namun juga berpotensi menyelesaikan isu kurang gizi global yang mengkhawatirkan.
Di seluruh dunia, lebih dari satu miliar orang mengalami masalah malnutrisi, yang disebabkan oleh kekurangan mikronutrien meskipun mereka mengkonsumsi kalori yang cukup. Fenomena ini dikenal sebagai hidden hunger, yang menunjukkan bahwa dari sekadar memenuhi kebutuhan kalori, fokus juga harus diberikan pada penyediaan diet yang kaya akan nutrisi esensial. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB menyoroti kemajuan yang "sangat lambat" dalam mengurangi kelaparan dan malnutrisi, menegaskan bahwa sekadar memberi makan tidaklah cukup.
Mengatasi Tantangan Analisis Nutrisi menjadi penting, karena menganalisis hasil panen di laboratorium untuk menentukan kandungan nutrisi itu mahal dan memakan waktu. Proses ini biasanya hanya dapat dilakukan setelah panen, sehingga tidak dapat memberikan petunjuk yang tepat waktu untuk perbaikan. Namun, dengan teknologi satelit, petani bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan lebih awal dalam siklus pertumbuhan tanaman. Jika informasi tentang komposisi nutrisi tersedia lebih awal, intervensi seperti penyaluran bahan kimia yang tepat dapat dilakukan untuk mengatasi kekurangan nutrisi tersebut.
Teknologi Sensor yang Digunakan dalam pengamatan ini sangat beragam, meskipun tidak semua dapat membaca komposisi kimia tanaman dengan akurat. Alat seperti instrumen hiperspektral yang dipasang pada misi Prisma 2 yang dikelola oleh Badan Luar Angkasa Italia, serta sistem multi-spektral pada misi Copernicus Sentinel-2, telah menunjukkan kemampuan dalam analisis ini. Penelitian terbaru oleh tim ilmuwan di Universitas Twente dan Dewan Penelitian Nasional Italia menggunakan data dari sensor ini untuk menganalisis ladang jagung, padi, kedelai, dan gandum di wilayah Po Valley, Italia.
Tim ini membandingkan hasil analisis spektrum dari sensor satelit dengan hasil analisa lab dari biji-bijian. Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap penting siklus tanaman — vegetatif, reproduktif, dan kematangan — pada tahun 2020. Hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan unik ini dapat memprediksi kandungan makronutrien dan mikronutrien dengan tingkat akurasi yang menjanjikan untuk elemen penting seperti kalium, fosfor, magnesium, dan besi.
Namun, meskipun hasilnya positif, ada juga tantangan. Ketika dilakukan analisis mineral seperti kalsium dan nitrogen, akurasi yang diperoleh tidak begitu memuaskan, khususnya dalam kasus jagung dan padi. Hal ini menyoroti kebutuhan untuk meningkatkan teknologi dan metode yang digunakan dalam penelitian satelit untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan dapat diandalkan.
Masa Depan yang Menjanjikan diharapkan bisa dicapai melalui proyek lanjutan seperti EO4Nutri, yang akan menganalisis jagung, padi, sorgum, teff, dan gandum untuk sembilan target nutrisi – kalsium, besi, magnesium, nitrogen, fosfor, kalium, selenium, sulfur, dan zinc. Proyek ini didukung oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) yang akan memanfaatkan misi satelit CHIME yang membawa instrumen hiperspektral canggih. Penelitian ini diharapkan dapat memungkinkan petani untuk melakukan intervensi yang akan meningkatkan kualitas nutrisi biji-bijian sejak awal musim tanam.
Dengan demikian, tujuan akhir dari penggunaan teknologi satelit adalah memberikan peringatan awal kepada petani dan lembaga pangan pemerintah jika suatu ladang tanaman kekurangan nutrisi penting. Hal ini akan memungkinkan para petani untuk melakukan tindakan perbaikan, seperti memberikan suplemen organik atau anorganik ke tanah agar tanaman dapat menyerapnya dengan lebih baik. Pendekatan ini memiliki potensi besar, terutama di saat perubahan iklim mengancam kehidupan pertanian di berbagai belahan dunia.
Dengan perkembangan ini, dunia diharapkan dapat menghadapi tantangan kekurangan nutrisi dengan cara yang lebih inovatif dan tepat waktu, menggunakan teknologi canggih yang ada. Adopsi teknologi ini tidak hanya dapat meningkatkan hasil pertanian, tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi malnutrisi dan mempromosikan keberlanjutan pangan secara global. Optimisme ini tentunya menjadi harapan bagi jutaan orang di seluruh dunia yang masih berjuang melawan kelaparan dan kekurangan gizi.