Fossil fuels mungkin tidak akan bertahan selamanya. Meskipun banyak ilmuwan memperdebatkan kapan tepatnya kita akan mengalami kehabisan sumber daya ini, situasinya tetap tidak dapat diprediksi karena faktor konsumsi yang meningkat dan penemuan cadangan baru. Apa pun itu, mayoritas ahli sepakat bahwa cadangan tersebut akan habis dalam waktu dekat, memicu perlombaan untuk beralih ke sumber energi terbarukan yang dapat menggantikan posisi fossil. Salah satu kemungkinan jawaban yang liriknya semakin terdengar adalah memanfaatkan limbah yang kita hasilkan.
Menurut U.S. Energy Information Administration (EIA), lebih dari seperempat dari seluruh konsumsi energi di Amerika Serikat pada tahun 2022 berasal dari sektor transportasi. Dengan fakta ini, pencarian sumber bahan bakar alternatif dan desain mesin yang dapat menggunakannya dengan efektif menjadi sangat penting. Salah satu solusi yang diajukan adalah transisi menuju biofuel, khususnya biomethane.
Di tahun 2023, Fortune Business Insights mencatat bahwa industri bahan bakar alternatif telah memiliki nilai lebih dari $460 miliar dan diprediksi akan meningkat sepuluh kali lipat dalam sembilan tahun ke depan. Menyusul keputusan Uni Eropa untuk melarang penjualan mobil bertenaga bahan bakar fosil pada tahun 2035, insentif untuk berinvestasi dalam pengembangan bahan bakar alternatif semakin meningkat. Lantas, bagaimana peran biomethane dalam konteks ini, dan apa bedanya dengan alternatif bahan bakar lainnya?
Apa itu Biomethane?
Sebelum memahami biomethane, kita perlu mengenal komponen utamanya, yaitu biogas. Biogas merupakan salah satu produk yang secara alami dihasilkan melalui proses pencernaan anaerobik dari bahan organik. Proses ini biasanya terjadi tanpa campur tangan manusia di tempat-tempat seperti tempat pembuangan akhir, pertanian, dan fasilitas pengolahan limbah.
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan biogas telah meluas, dari penerangan jalan hingga powering data center besar seperti milik Apple. Namun, untuk digunakan sebagai alternatif yang memadai dalam mesin bertenaga gas alam, biogas perlu diproses lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas dan efisiensinya. Proses pengolahan ini juga penting untuk mengurangi risiko kerusakan pada mesin yang dirancang untuk menggunakan gas alam, mengingat beberapa jenis biogas dapat mengandung bahan kimia yang merusak seperti siloksan.
Sekarang, sebagian besar biomethane di dunia merupakan produk dari biogas yang telah dimurnikan atau "ditingkatkan". Pada tahap ini, kontaminan seperti nitrogen, karbon dioksida, dan senyawa organik volatil lainnya dihilangkan. Selain itu, ada juga metode alternatif untuk memproduksi biomethane dengan cara mengekspos biomassa tertentu pada kondisi tertentu, seperti tekanan dan panas yang ekstrem.
Bagaimana Mesin Biomethane Bekerja?
Karena fungsinya yang mirip dengan gas alam, biomethane dapat menggunakan infrastruktur yang sama untuk praktik distribusinya dan dapat digunakan dalam mesin pembakaran internal (ICE) yang dirancang untuknya. Banyak negara Eropa, seperti Swedia, Prancis, dan Jerman, telah lama menambahkan biomethane ke dalam jaringan gas alam mereka. Contohnya, pada tahun 2010, Volkswagen meluncurkan uji coba Bio-Bug di Inggris, mobil berbahan bakar biogas pertama yang dapat juga menggunakan bensin tanpa mengorbankan performanya.
Pada bulan Desember 2023, Scania meluncurkan versi mesin truk berat OC13 yang kompatibel dengan biomethane, yang diklaim mampu meningkatkan penghematan bahan bakar hingga 5% untuk armada komersial. Seiring bertambahnya permintaan untuk kendaraan yang meminimalkan emisi, beberapa produsen mobil terkemuka di Jepang, seperti Toyota, Suzuki, dan Nissan, juga telah memperlihatkan minat yang besar untuk mengembangkan mesin biomethane.
Masalah dengan Sistem Mesin Biomethane
Namun, tidak semua mengenai biomethane berjalan mulus. Beberapa masalah dihadapi terkait keselamatan publik dan kesehatan akibat proses produksi biomethane yang tidak selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap komunitas di sekitarnya. Penelitian yang dipublikasikan dalam Environmental Justice pada tahun 2022 menunjukkan bahwa proses pencernaan anaerobik untuk menciptakan biomethane juga memancarkan emisi beracun lainnya, seperti NOx, yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Selain itu, tantangan logistik untuk menyuplai biomethane dalam operasi armada besar juga menjadi perhatian. Studi dari Journal of Cleaner Production juga mencatat bahwa biomethane bisa jadi kurang efisien dibandingkan gas alam karena konsentrasi metan yang lebih rendah. Meski banyak tantangan yang harus dihadapi, potensi untuk meningkatkan teknologi dan desain mesin khusus biomethane juga sangat menjanjikan.
Mengapa Mesin Biomethane Masih Bisa Menjadi Masa Depan?
Meninggalkan bahan bakar fosil akan membutuhkan waktu dan usaha. Seperti yang diungkapkan Dr. Laine Mears, Ketua Departemen Teknik Otomotif di Clemson University, masalah tidak hanya terletak pada tantangan teknik, tetapi juga pada inertial pasar dan insentif ekonomi yang membuat kendaraan gas dan diesel tetap mendominasi jalanan.
Mesin biomethane memiliki banyak fitur yang dapat memudahkan transisi ini. Bahan baku untuk biomethane berasal dari limbah organik yang melimpah dan berbiaya produksi yang jauh lebih murah dibandingkan dengan gas alam. Menurut European Biogas Association, biaya produksi biomethane di Eropa pada tahun 2022 hanya sepertiga dari biaya gas alam. Selain itu, penggunaan mesin berbahan bakar biomethane dengan kendaraan yang sudah ada dapat memudahkan transisi bagi konsumen.
Dengan tantangan dan potensi yang ada, biomethane dapat memberikan dampak signifikan dalam mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil, sambil memanfaatkan limbah yang ada untuk menciptakan sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.