Atta Halilintar, salah satu YouTuber dan influencer terkemuka di Indonesia, kembali menjadi perbincangan hangat di jagat maya setelah dituding menjiplak konten live streaming dari YouTuber internasional, IShowSpeed. Kontroversi ini muncul usai Atta melakukan siaran langsung di Yogyakarta pada 21 September 2024, yang dinilai banyak pihak sangat mirip dengan siaran yang dilakukan oleh IShowSpeed, yang merupakan salah satu streamer terpopuler saat ini.
Konten yang Dipermasalahkan
Saat melaksanakan live streaming yang berjudul "CCTV atta buat istri. LIVE Jogja," Atta terlihat mengenakan jersey Real Madrid berwarna merah-putih. Konten ini ditayangkan tidak lama setelah IShowSpeed mengakhiri siaran langsungnya di kota yang sama, menggunakan jersey Manchester United. Kombinasi timing dan konsep yang diusung Atta dalam streamingnya, yang juga melibatkan interaksi dengan masyarakat lokal dan meladeni permintaan foto bersama, semakin memperkuat dugaan bahwa Atta meniru gaya dan format IShowSpeed.
Tak lama setelah tayangnya konten tersebut, Atta mendapatkan banyak komentar negatif dari netizen di platform media sosial. Beberapa di antaranya menyebut bahwa konten Atta terlalu mirip dengan IShowSpeed, bahkan ada yang mengatakan bahwa tampak "langsung ditiru plek ketiplek," sebuah frasa yang menggambarkan peniruan yang sangat dekat. Dalam melihat potongan foto live streamingnya tersebut, terlihat bahwa konten Atta ditonton oleh lebih dari 109 ribu orang.
Reaksi Netizen
Dampak dari siaran langsung ini tak hanya beredar di kalangan penggemar Atta, tetapi juga luas di media sosial. Banyak netizen merasa bahwa Atta tidak sekadar terinspirasi, tetapi benar-benar melakukan peniruan. Berbagai julukan mulai bermunculan, seperti "El Tiru," "El Copy," "El Plagiat," hingga "tukang jiplak." Kini, julukan-julukan tersebut telah menjadi tagar yang menghiasi berbagai platform, termasuk X atau Twitter, di mana banyak pengguna merasa terhibur dengan komentar-komentar sindiran yang ditujukan kepada Atta.
Salah satu pengguna media sosial bahkan menyebutnya sebagai "duta jiplak," menunjukkan betapa luasnya reaksi negatif terhadap kontennya. Reaksi ini tidak hanya datang dari kalangan netizen biasa, tetapi juga para penggemar dan pengamat industri kreatif yang menganggap bahwa tindakan meniru dapat merugikan keaslian dan kreativitas dalam pembuatan konten.
Sejumlah komentar mencolok di antaranya, "Buset duta jiplak berulah," dan "Kemarin adeknya niruin pwk, sekarang abangnya," yang menunjukkan bahwa sikap meniru ini dianggap sebagai pola yang berlanjut dalam keluarga Halilintar. Ada juga bagian netizen yang mengajak pengikutnya untuk lebih fokus pada IShowSpeed, menyinggung bahwa mereka yang merasa FOMO (fear of missing out) selama streaming IShowSpeed lebih baik mengikuti konten Atta yang sudah jelas-jelas meniru.
Pentingnya Keaslian dalam Konten Kreatif
Konteks permasalahan ini menjadi menarik karena dalam dunia kreatif, keaslian adalah hal yang sangat dihargai. Peniruan dapat memberikan dampak negatif, tidak hanya bagi individu yang ditiru, tetapi juga bagi reputasi peniru itu sendiri. Masyarakat saat ini semakin kritis dalam menilai konten, dan mereka tidak segan-segan memberikan penilaian, terutama jika merasa bahwa satu konten dihasilkan dari upaya yang tidak otentik.
Atta Halilintar sebagai salah satu figur publik harus belajar untuk lebih berhati-hati dalam menciptakan konten. Meski dia memiliki basis penggemar yang besar dan banyak pengikut di platform YouTube dengan 31,5 juta subscriber, konsekuensi dari tindakan meniru secara langsung dapat merusak citranya dan mengganggu loyalitas penggemar yang sudah ada. Para influencer biasanya memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin dengan memberi contoh yang baik, baik untuk penggemar maupun untuk industri yang lebih luas.
Menjadi Referensi atau Peniru?
Diskusi tentang inspirasi versus peniruan dalam dunia konten terus menjadi topik hangat. Banyak kreator yang merasa terinspirasi oleh satu sama lain, tetapi pergeseran ini menjadi masalah ketika inspirasi tersebut diambil secara langsung tanpa ada perubahan atau inovasi. Atta harus merenungkan hal ini agar ke depannya bisa lebih kreatif dan tidak terjebak dalam stigma negatif sebagai peniru.
Sementara itu, IShowSpeed, dengan basis penggemar yang besar di luar Indonesia, mungkin tidak merasakan dampak langsung dari tindakan Atta. Namun, situasi ini menunjukkan bagaimana budaya konten digital kini mulai menjurumus kepada masalah etika dan kreativitas. Setiap influencer dituntut untuk lebih menghargai profesi mereka dan memperhatikan cara mereka dalam menyajikan konten agar tidak melanggar batas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seluruh pelaku industri.
Kontroversi ini menggugah diskusi lebih dalam mengenai tanggung jawab kreator, bagaimana mereka dapat menjaga keaslian serta mengontribusi dengan cara yang positif dan inovatif di dunia yang semakin kompetitif ini. Adanya kritik tajam menggunakan julukan-julukan aneh sebagai bentuk sindiran, seharusnya menjadi pelajaran bagi Atta dan semua kreator lainnya untuk lebih berhati-hati dalam berkarya.