Kesehatan

Konsumsi Protein Hewani di Indonesia Masih Rendah Dibandingkan Negara-Negara ASEAN

Konsumsi protein hewani di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Menurut data dari IMF dan OECD tahun 2022, rata-rata konsumsi daging ayam di Indonesia hanya mencapai 8,2 kilogram per kapita per tahun. Angka ini jauh di bawah Malaysia yang mengonsumsi 50,1 kg, Vietnam dengan 17,2 kg, Filipina 14,3 kg, dan Thailand 8,1 kg. Hal ini menunjukkan bahwa ada masalah serius terkait pola konsumsi protein hewani di Indonesia yang perlu segera ditangani.

Temuan ini muncul setelah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (Japfa), bersama Yayasan Edufarmers dan Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGK UI), melakukan studi untuk mengukur kecukupan gizi anak-anak di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di lima kota, yaitu Padang, Sragen, Mempawah, Malang, dan Makassar, dengan hasil yang diungkapkan dalam konferensi pers “Makan Bergizi Bersama JAPFA” di Artotel Gelora Senayan, Jakarta, pada 25 September 2024.

Selama enam minggu, masing-masing wilayah diuji coba dengan tiga model pemberian makanan yang berbeda selama periode sepuluh hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi angka kecukupan gizi serta efektivitas setiap model pemberian makanan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa meskipun konsumsi protein hewani relatif rendah, status gizi siswa tergolong normal. Menariknya, sebanyak 63% siswa tidak terbiasa membawa bekal makanan dari rumah.

Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, seorang ahli gizi kesehatan masyarakat dari PKGK UI, mengemukakan bahwa meski konsumsi protein hewani di kalangan siswa belum optimal, status gizi mereka berdasarkan berat dan tinggi badan berada dalam kategori normal menurut standar WHO dan Kementerian Kesehatan. Ini menunjukkan bahwa meskipun asupan protein hewani kurang, ada faktor lain yang berkontribusi pada status gizi yang baik di kalangan anak-anak.

Dalam studi tersebut, tiga model pemberian makan yang diuji adalah Ready to Eat (RTE), Ready to Cook (RTC), dan Swakelola, yang dimaksudkan untuk menganalisis efektivitas serta memantau proses produksi dan distribusi makanan bergizi. Direktur Corporate Affairs APKFA, Rachmat Indrajaya, menekankan komitmen perusahaan dalam menyediakan pangan yang bergizi dan terjangkau. Ia menyatakan bahwa upaya ini dilakukan sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 2 tentang pengentasan kelaparan dan mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Pentingnya kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, diakui oleh Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review (IFSR), I Dewa Made Agung. Ia menekankan bahwa keberhasilan program makan bergizi di Indonesia memerlukan sinergi antara sektor publik dan privat. Hasil studi yang dilakukan diharapkan bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah dan pihak terkait untuk meningkatkan kualitas konsumsi protein hewani di kalangan masyarakat.

Rendahnya konsumsi protein hewani di Indonesia mengindikasikan perlunya edukasi tentang pentingnya nutrisi, terutama protein hewani dalam diet sehari-hari. Protein hewani dikenal memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber protein nabati. Hal ini penting, terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Selain itu, budaya dan kebiasaan makan masyarakat Indonesia juga dinilai turut memengaruhi pola konsumsi protein hewani. Banyak daerah di Indonesia yang masih mengandalkan makanan nabati dan mengabaikan asupan protein hewani. Hakikatnya, berbagai tantangan di lapangan, mulai dari harga yang tidak terjangkau hingga ketersediaan produk di daerah tertentu, sering kali menjadi penghalang untuk meningkatkan konsumsi protein hewani.

Dalam konteks ini, perlu adanya program-program sosial yang mempromosikan pola makan sehat dengan memasukkan protein hewani sebagai bagian penting dari menu sehari-hari. Pemerintah, lembaga swasta, serta organisasi non-pemerintah dapat bekerja sama untuk memberikan pendidikan gizi yang lebih baik kepada masyarakat, serta menyediakan akses yang lebih baik terhadap produk protein hewani dengan harga yang terjangkau.

Keberhasilan dari upaya ini tidak hanya berpotensi meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional. Dalam jangka panjang, memperbaiki pola konsumsi protein hewani dapat menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kualitas generasi muda Indonesia, serta berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan semua faktor yang telah disebutkan, sangat penting bagi semua pihak untuk bersinergi dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya konsumsi protein hewani di Indonesia. Rencana aksi yang jelas dan terarah harus dikembangkan dengan melibatkan pendidikan, aksesibilitas, dan juga keberlanjutan dalam produksi. Ini bisa menjadi kunci untuk mencapai peningkatan yang signifikan dalam status gizi masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak yang menjadi generasi penerus bangsa.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button