Pendidikan

Komersialisasi Pendidikan Dinilai Makin Vulgar: Tantangan Etika dan Kualitas Pembelajaran

Pengamat pendidikan Ki Darmaningtyas menyoroti isu meningkatnya biaya pendidikan di Indonesia, khususnya di perguruan tinggi, yang dinilai semakin vulgar sebagai hasil dari komersialisasi pendidikan. Dalam diskusi yang diadakan melalui proyek Focus Group Discussion (FGD) yang disiarkan di YouTube oleh BPIP RI, Darmaningtyas menjelaskan bahwa fenomena ini tidak hanya membebani orang tua siswa, tetapi juga berpotensi mengeksklusi masyarakat dengan latar belakang ekonomi yang lebih rendah dari akses terhadap pendidikan berkualitas.

Menurut Darmaningtyas, komersialisasi pendidikan telah menciptakan situasi di mana pendidikan berkualitas hanya dapat dijangkau oleh kalangan masyarakat yang mampu secara finansial. Dalam konteks ini, perguruan tinggi dengan semena-mena menetapkan biaya kuliah yang tinggi atas nama peningkatan kualitas pendidikan. Darmaningtyas menegaskan bahwa upaya perguruan tinggi untuk mencari pemasukan dari mahasiswa semakin menegaskan pentingnya aspek komersial dalam keberlangsungan pendidikan.

Kondisi komersialisasi ini semakin vulgar, itu yang terjadi terutama di pendidikan tinggi,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses komersialisasi di dunia pendidikan telah berlangsung dengan sangat signifikan dan menjadi isu yang perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat.

Pertumbuhan biaya pendidikan yang tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat menjadi perhatian tersendiri. Darmaningtyas menyatakan bahwa terdapat proses kapitalisasi yang terlihat jelas, dengan adanya privatisasi dan liberalisasi yang semakin masif dalam pendidikan tinggi. Menurutnya, kebijakan yang ada saat ini, baik melalui peraturan presiden maupun undang-undang, turut serta mendukung arah yang kurang menguntungkan ini.

Darmaningtyas menambahkan bahwa koorporatisasi dalam pengelolaan pendidikan memberikan dampak yang lebih serius. Perguruan tinggi dituntut untuk mencapai target-target tertentu yang seringkali tidak berkaitan langsung dengan kualitas pendidikan dan pengembangan kompetensi mahasiswa. "Jadi ini sudah seperti, persis seperti mengelola perusahaan," ujarnya, yang menunjukkan bagaimana parameter bisnis kini lebih mendominasi pengelolaan pendidikan.

Isu meningkatnya biaya pendidikan dan komersialisasi pendidikan mendapatkan perhatian besar di kalangan masyarakat. Banyak orang tua dan calon mahasiswa merasa tertekan dengan adanya biaya pendidikan yang terus melonjak. Bagaimana tidak, biaya yang tinggi bukan hanya mencakup uang kuliah, tetapi juga tambahan biaya lainnya yang harus dikeluarkan seperti biaya buku, alat tulis, dan berbagai kebutuhan lainnya selama proses belajar mengajar.

Darmaningtyas juga menyoroti keberadaan regulasi yang ada, yang cenderung tidak mendukung pemerataan akses pendidikan. Alhasil, dengan hadirnya regulasi yang lebih berpihak pada sistem kapitalis ini, masyarakat yang tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai terpaksa harus merelakan keinginan mereka untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas.

Perubahan ini, lanjut Darmaningtyas, tidak hanya membuat pendidikan semakin elit, tetapi juga menciptakan kesenjangan sosial yang cukup signifikan. Masalah ini dapat berujung pada perjuangan kalangan menengah ke bawah untuk akses pendidikan yang seharusnya sudah menjadi hak setiap warga negara. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak agar pendidikan tidak hanya menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan.

Dalam diskusi tersebut juga dibahas perlunya pembaruan kebijakan untuk mendukung akses pendidikan yang lebih adil dan setara bagi seluruh lapisan masyarakat. Darmaningtyas menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi yang ada, agar pendidikan dapat diakses tanpa harus dibebani biaya yang memberatkan.

Selain itu, untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat dalam merumuskan jalan keluar yang dapat menjaga kualitas pendidikan sekaligus memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat. Upaya ini diharapkan dapat menciptakan iklim pendidikan yang lebih sehat dan inklusif, di mana setiap individu, terlepas dari latar belakang ekonomi, memiliki peluang yang sama untuk menjalani pendidikan tinggi.

Pendidikan seharusnya tidak hanya dianggap sebagai alat untuk mencapai status sosial atau materi, melainkan sebagai proses pengembangan diri yang penting dan fundamental bagi setiap individu. Oleh karena itu, pergeseran paradigma yang lebih memperhatikan aspek kemanusiaan dalam pendidikan sangat diperlukan. Selaras dengan hal ini, perlu ditanamkan nilai-nilai sosial dalam sistem pendidikan agar tidak hanya fokus pada keuntungan finansial semata.

Dalam menutup diskusi, Darmaningtyas mengingatkan bahwa tantangan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia sangatlah besar, tetapi solusi yang tepat dapat segera ditemukan jika semua pihak dengan serius berkomitmen menghasilkan kebijakan yang mendukung pendidikan berkualitas bagi semua, tanpa memandang status ekonomi. Setiap individu berhak atas pendidikan yang baik, dan hal ini seharusnya bukan hanya mimpi bagi mereka yang tidak memiliki cukup dana.

Dengan demikian, permasalahan komersialisasi pendidikan ini mengisyaratkan perlunya langkah konkrit dan strategis dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan sistem pendidikan yang adil dan merata. Mengingat, pendidikan adalah pondasi masa depan bangsa, sangat penting untuk memastikan bahwa pendidikan tidak terjungkal menjadi sekadar ladang bisnis.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button