Hiburan

Kita Cari Kerja Sendiri, Generasi Muda Tak Bergantung pada Bantuan Orang Tua

Sejumlah orator dan demonstran yang terdiri dari mahasiswa, komika, serta masyarakat umum menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR pada Kamis, 22 Agustus 2024. Di antara para peserta aksi, komedian terkenal Abdurrahim Arsyad atau yang lebih dikenal dengan Abdur Arsyad, menjadi salah satu suara paling vokal yang menarik perhatian media dan publik. Dalam orasinya, Abdur menegaskan pentingnya kemandirian dalam mencari pekerjaan dan menolak campur tangan dari orang tua dalam proses tersebut.

Dalam orasinya yang berlangsung di tengah hiruk-pikuk demonstrasi, Abdur Arsyad menyampaikan, “Kawan-kawan semuanya, mohon maaf, kami mewakili teman-teman lainnya. Jangan berharap kalau kami lucu karena yang lebih lucu di dalam sana, kumpulan orang-orang tolol,” merujuk kepada para anggota DPR yang saat itu berada di dalam gedung. Pernyataan ini disampaikan dengan nada yang penuh semangat, menunjukkan ketidakpuasan terhadap kinerja legislatif yang dianggap tidak sesuai harapan masyarakat.

Lebih lanjut, Abdur menekankan, “Teman-teman kita semua berkumpul di siang hari ini kita semua cari kerja sendiri bukan dibantu bapaknya.” Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya usaha pribadi dalam mencapai karier yang diinginkan, sekaligus menjadi kritikan terhadap ketergantungan pada nepotisme dalam pencarian kerja. Dalam konteks ini, Abdur dan rekan-rekannya ingin menegaskan bahwa generasi muda harus berjuang untuk dirinya sendiri tanpa mengandalkan posisi atau kekuatan orang tua.

Aksi demo yang digelar bukan hanya untuk menyuarakan aspirasi mengenai pencarian kerja, tetapi juga terkait dengan isu penting lainnya di ranah politik. Salah satu tuntutan utama para demonstran adalah menolak revisi UU Pilkada yang baru saja diputuskan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Dalam keputusan tersebut, ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah kursi di parlemen. Keputusan ini berhadapan langsung dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya menghapus ambang batas tersebut.

Kondisi ini menciptakan apa yang dianggap banyak pihak sebagai “problem konstitusional” yang serius, di mana terjadi dugaan pelanggaran terhadap prinsip demokrasi dan konstitusi. Kritikan ini tidak hanya datang dari kalangan aktivis, tetapi juga dari para akademisi, termasuk guru besar dan ilmuwan politik yang menekankan perlunya perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai mengancam demokrasi.

Abdur menegaskan pentingnya peran masyarakat dan aktivis dalam mengawal jalannya demokrasi. Ia menyatakan, “Kami pastikan demokrasi lima tahun ke depan tidak akan macet lagi,” yang menunjukkan harapan untuk menciptakan sistem yang lebih baik dan transparan dalam proses politik dan pemilihan umum.

Demo yang diadakan ini juga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk aktivis pro-demokrasi dan mereka yang menganggap bahwa elite politik telah mengabaikan kepentingan rakyat. Partisipasi komedian yang dikenal dengan guyonan satirical-nya ini menunjukkan bahwa humor juga bisa menjadi alat untuk menyampaikan kritik sosial yang tajam.

Abdur Arsyad dan rekan-rekannya berpendapat bahwa kondisi saat ini mencerminkan adanya pembegalan terhadap demokrasi, di mana kepentingan elite dapat mengontrol keputusan yang seharusnya diambil untuk kepentingan publik. Hal ini menjadi sorotan utama dalam diskusi mengenai masa depan demokrasi di Indonesia, terutama terkait dengan pemilihan umum yang akan datang.

Fenomena politik saat ini juga mengundang perhatian mengenai peran generasi muda dalam menghadapi situasi tersebut. Dalam era yang serba digital dan informasi mudah diakses, penting bagi generasi ini untuk tetap kritis dan tidak terjebak dalam pendapat yang ditentukan oleh kepentingan segelintir orang. Keberanian untuk berbicara dan mencari pekerjaan tanpa mengandalkan hubungan orang tua menjadi simbol kemandirian yang perlu dicontoh.

Demonstrasi ini mencerminkan gelombang ketidakpuasan yang luas di kalangan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Dengan mengangkat isu-isu penting seperti kemandirian dalam mencari pekerjaan dan tantangan demokrasi, aksi ini tidak hanya menjadi wadah ekspresi bagi generasi muda tetapi juga mendorong diskursus publik mengenai keadaan sosio-politik di Indonesia saat ini.

Sebagai penutup, aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR tidak hanya menjadi panggung bagi komika seperti Abdur Arsyad untuk menyampaikan pendapatnya, tetapi juga mengingatkan kita semua akan pentingnya peran aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Suara generasi muda harus didengar, dan perjuangan mereka dalam mencari keadilan dan kesempatan yang setara menjadi bagian penting dari perjalanan demokrasi di Indonesia.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button