Indonesia

Keppres Pemindahan Ibu Kota Diserahkan ke Pemerintahan Baru, IKN Dinilai Belum Siap

Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada tahun ini akan berlangsung di Jakarta, bukan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang baru dibangun di Kalimantan Timur. Hal ini menandakan bahwa keputusan presiden (Keppres) tentang pemindahan Ibu Kota juga dialihkan ke pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto, presiden terpilih. Situasi ini memunculkan sejumlah pertanyaan mengenai kesiapan IKN dan arah kebijakan pemerintahan yang sedang berjalan.

Pengamat Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Reni Suwarso, menyatakan bahwa langkah ini menunjukkan fenomena "cuci tangan" dari pemerintahan saat ini. Ia menyoroti bahwa seorang pemimpin seharusnya mampu membuat keputusan yang bijak dan konsisten. "Seorang presiden yang keputusannya direvisi terus artinya kurang bijak. Mengapa kebijakan direvisi terus? artinya ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, ada target yang tidak tercapai," ungkap Reni saat diwawancarai oleh Media Indonesia, pada tanggal 4 Agustus 2024.

Reni berpendapat bahwa pemindahan Ibu Kota ke Nusantara yang belum dilaksanakan menunjukkan bahwa lokasi tersebut belum siap untuk menjadi pusat pemerintahan. Pelantikan di Jakarta dianggap sebagai simbol bahwa berbagai persiapan yang harus dilakukan di IKN belum terpenuhi. "Keppres yang diserahkan ke pemerintahan baru memperlihatkan bahwa pemerintahan Jokowi mau cuci tangan," tambahnya. Dia menilai adanya masalah yang tidak kunjung selesai dan banyak target yang tidak tercapai dalam waktu yang dijadwalkan, memaksa keputusan tersebut diserahkan kepada pemerintahan yang baru.

Lebih jauh, Reni menilai bahwa pemerintah Jokowi terkesan mengejar hasil instan tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang. Dia mencontohkan upaya membangkitkan kembali RUU Dewan Pertimbangan Agung yang sebelumnya sudah dihapus dalam UUD 1945. Hal ini dianggap sebagai bentuk kepentingan pribadi dari presiden yang ingin memiliki lembaga resmi setelah masa jabatannya berakhir.

Contoh lain yang disoroti oleh Reni adalah upaya pemerintahan Jokowi untuk mendorong DPR agar memproses RUU Polri di masa akhir masa jabatan. Reni mengkritik bahwa RUU ini dinilai dapat merusak tatanan pengelolaan pertahanan dan keamanan negara, terutama melalui perluasan kewenangan Polri yang dinilai melanggar batasan kewenangan kementerian dan lembaga lainnya. "Semua aspek mau diatur oleh polisi, kacau dunia persilatan," ujarnya dengan tegas.

Situasi ini memunculkan keprihatinan di kalangan masyarakat dan pengamat politik mengenai masa depan IKN dan ketidakpastian dalam rencana pemindahan Ibu Kota. Banyak yang khawatir bahwa keputusan yang diambil tanpa persiapan matang dapat berdampak negatif pada stabilitas pemerintahan dan kelangsungan pembangunan infrastruktur di IKN.

Isu yang dihadapi dalam pemindahan Ibu Kota menjadi sorotan utama, di mana banyak pihak mempertanyakan feasibility dan urgensi dari program ambisius ini. Berbagai tantangan logistik, sosial, dan lingkungan hidup tentunya harus menjadi perhatian serius. Hingga saat ini, IKN masih di tahap pengembangan, dan banyak elemen masyarakat merasa tidak ada cukup transparansi mengenai apa yang menjadi rencana jangka panjang pemerintah.

Reni juga mengingatkan bahwa sebelum melangkah lebih jauh, penting bagi pemerintahan baru untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap segala kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya. Tidak hanya berkaitan dengan pemindahan IKN, tapi juga semua kebijakan yang menyangkut keamanan, otonomi daerah, dan perlindungan hak asasi manusia.

Hal ini penting dilakukan agar setiap langkah yang diambil tidak hanya menjadi pembenaran untuk keputusan yang keliru, tetapi dapat berjalan seiring dengan cita-cita bangsa untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Persoalan yang ada saat ini, menurut Reni, merupakan cermin dari ketidakpastian dan kompleksitas yang dihadapi pemerintah dalam mengelola transisi kepemimpinan yang baik.

Berbagai kritik terhadap kebijakan pemerintahan saat ini menunjukkan bahwa tidak sedikit masyarakat yang berharap proses transisi ini dapat berjalan lebih mulus. Pandangan Reni serta pengamat lainnya diharapkan dapat menjadi masukan yang diolah menjadi kebijakan yang lebih baik oleh pemerintahan baru, demi kemajuan dan keberhasilan pembangunan IKN di masa yang akan datang.

Kesangsian terhadap rencana pemindahan Ibu Kota juga turut dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor ekonomi dan sosial yang lebih luas, termasuk potensi konflik lahan, keberlanjutan sumber daya, dan kesejahteraan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, upaya untuk menjadikan IKN sebagai simbol kemajuan bangsa harus diimbangi dengan realisasi pemenuhan hak-hak masyarakat yang ada.

Ke depan, tantangan bagi pemerintahan baru adalah mengelola ekspektasi publik dan menjalankan agenda pembangunan yang inklusif serta berkelanjutan. Pelantikan presiden dan wakil presiden di Jakarta, bersama Keppres pemindahan Ibu Kota yang diserahkan kepada pemerintahan baru, menjadi sinyal kuat bagi apa yang mungkin akan terjadi dalam dinamika pemerintahan, serta menjadi momen refleksi bagi seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi perubahan.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button