Pengguna internet di Indonesia kini dihadapkan pada fenomena baru yang memengaruhi ekosistem penyedia layanan internet, terutama dalam konteks penggunaan RT/RW Net berbasis Starlink. Kebangkitan layanan GPS berbasis satelit ini telah menimbulkan kegelisahan di kalangan perusahaan penyedia internet tetap yang selama ini menargetkan pasar residensial. Kekhawatiran ini tidak hanya datang dari sektor bisnis, tetapi juga meminta perhatian lebih dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk mengatur praktik berbagi internet ini.
Layanan RT/RW Net berbasis Starlink memungkinkan satu pelanggan untuk berbagi koneksi internet dengan beberapa rumah tetangga, hal ini menciptakan potensi untuk penurunan pelanggan bagi penyedia layanan tetap. Henry Wijayanto, Head of External Communications dari XL Axiata, menyatakan bahwa model bisnis ini akan mengganggu layanan internet rumah yang sudah ada, tidak hanya milik XL Axiata tetapi juga ISP lainnya di Indonesia. “Kehadiran layanan Starlink ke pasar residensial dan digunakan untuk RT/RW Net tentu memberikan dampak terhadap layanan FBB yang disediakan para ISP dan operator,” ungkapnya.
Fenomena ini telah mendapat perhatian dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang mencatat bahwa Starlink dapat digunakan simultan oleh beberapa rumah dengan memanfaatkan peralatan tertentu. Zulfadly Syam, Sekretaris Umum APJII, menyebutkan bahwa praktik ini sudah berjalan dan membantu masyarakat untuk mengurangi beban biaya internet, di mana biaya langganan Starlink adalah sekitar Rp750.000 per bulan. Jika biaya tersebut dibagi dengan teman atau tetangga, akan akan sangat terasa sekali hematnya.
Akan tetapi, model bisnis ini juga memunculkan tantangan. Menurut APJII, pemakaian internet yang melampaui batas telah diatur melalui Fair Usage Policy (FUP), yang memberikan hak kepada penyedia layanan untuk mengatur penggunaan secara wajar. Dalam konteks Starlink, pemakaian yang tidak sesuai ketentuan dapat dikenakan sanksi berupa pemblokiran akses. Ini menunjukkan adanya potensi masalah ketika banyak orang menggunakan satu koneksi tanpa menjaga tanggung jawab penggunaan.
Situasi ini mendapat perhatian dari Kemenkominfo. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi telah menyatakan rencananya untuk membentuk satuan tugas (Satgas) yang berkolaborasi dengan APJII guna menanggulangi praktik RT/RW Net ilegal. Menkominfo menekankan bahwa meskipun internet adalah hak masyarakat Indonesia, pengaturan yang ketat tetap diperlukan. Ia mendorong Satgas ini tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan aparat penegak hukum terkait praktik jual kembali jasa internet yang tidak berizin.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tugas ini adalah keamanan data. Menkominfo menegaskan bahwa perlindungan data harus senantiasa menjadi prioritas dalam setiap aspek yang berkaitan dengan internet. Keberadaan Satgas ini diharapkan untuk meningkatkan kesadaran tentang bagaimana cara menahan praktik-praktik yang merugikan baik bagi penyedia layanan maupun masyarakat secara keseluruhan.
Namun, tantangan dalam memberantas RT/RW Net ilegal ini terasa sulit diatasi, salah satunya adalah keterbatasan sumber daya manusia. Dalam hal ini, APJII juga berencana untuk melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum guna memberikan pelatihan dan pendidikan tentang ciri-ciri praktik ilegal ini, sehingga proses pengawasan bisa lebih efektif. Pengawasan yang ketat menjadi semakin penting mengingat adanya dugaan keterlibatan beberapa ISP dalam memfasilitasi praktik ini demi mengejar target tertentu.
Dalam rangka merespons kondisi ini, diperlukan regulasi yang jelas untuk mengatur penggunaan teknologi satelit seperti Starlink. Henry Wijayanto berharap pemerintah bisa melibatkan semua pihak yang berkaitan untuk mengatur tata kelola bisnis satelit orbit rendah ini. Kesepakatan regulasi akan menjadi langkah penting bukan hanya bagi penyedia layanan, tetapi juga untuk melindungi konsumen dari dampak negatif yang mungkin muncul akibat penggunaan yang tidak bijak.
Masyarakat di satu sisi tentu menyambut baik hadirnya alternatif koneksi internet yang lebih murah dan bisa diakses oleh banyak orang. Namun, di sisi lain, mereka juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap penyedia layanan internet yang telah ada. Keseimbangan antara kemudahan akses internet dan keberlangsungan bisnis penyedia layanan internet di Indonesia akan menjadi tantangan bagi Kemenkominfo dan semua pihak yang terlibat.
Dalam konteks ini, upaya penegakan aturan dan pengawasan yang ketat akan menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan layanan internet yang berkualitas di Indonesia. Melalui keterlibatan regulator dan stakeholders dalam menciptakan iklim usaha yang adil, diharapkan setiap pihak dapat merasakan manfaat dari perkembangan teknologi tanpa mengorbankan keadilan dan keberlangsungan bisnis yang telah ada.