Indonesia

Kekerasan dan Bullying Jadi Tantangan Serius bagi Perempuan Indonesia di Era Modern

Perilaku kekerasan, intoleransi, dan bullying terhadap perempuan di Indonesia telah menjadi fenomena yang harus ditangani dengan serius. Dalam konteks ini, tantangan yang dihadapi perempuan Indonesia tidak hanya terbatas pada aspek sosial, tetapi juga menjalar ke sektor pendidikan dan ekonomi, di mana kesetaraan gender menjadi isu krusial. Salah satu suara yang mengangkat permasalahan ini adalah Hetifah Sjaifudian, seorang politikus dari Partai Golkar dan Ketua X DPR, yang menegaskan bahwa kekerasan dan bullying masih menjadi penghalang besar bagi perempuan dalam mengejar kesetaraan hak.

Data yang diperoleh dari UNDP 2023 menunjukkan bahwa Indeks Ketimpangan Gender Indonesia berada di peringkat 110 dari 170 negara. Ini mengindikasikan bahwa meskipun ada peningkatan partisipasi perempuan di berbagai lini, tantangan yang ada tetap signifikan. Hetifah mencatat bahwa pola pikir konservatif dan kesenjangan upah juga turut berkontribusi terhadap ketidaksetaraan ini. Dia menegaskan bahwa meskipun sudah ada kemajuan, seperti tingginya jumlah mahasiswa perempuan di bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika), situasi di dunia kerja masih jauh dari ideal. Hanya sekitar 50% perempuan yang tertarik untuk berkarier di bidang STEM setelah mereka lulus, sesuatu yang sangat dipengaruhi oleh stigma dominasi laki-laki di sektor tersebut.

Sementara itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek RI, Anindito Aditomo, memberikan pandangan terkait partisipasi perempuan di pendidikan. Menurutnya, angka partisipasi perempuan di bidang pendidikan justru lebih tinggi daripada laki-laki, yang merupakan cerminan dari keberhasilan Kurikulum Merdeka dalam mendorong kesetaraan gender. Dia menambahkan bahwa adanya indikator yang mengukur kesadaran guru tentang kesetaraan gender dapat mendukung peningkatan kualitas pendidikan yang lebih inklusif.

Terkait dengan metode pengajaran, pemerhati pendidikan Najelaa Shihab menyoroti kurangnya keberagaman gender di kalangan pengajar, terutama pada pendidikan tingkat dasar. “Kurangnya guru laki-laki di kelas rendah dapat menciptakan pengajaran yang lebih feminis,” kata Najelaa. Namun, dia menghargai langkah-langkah yang diambil oleh Kemendikbudristek dalam memperbaiki materi ajar yang lebih sensitif terhadap isu gender. Hal ini menjadi salah satu langkah positif untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung pemenuhan hak-hak perempuan.

Di waktu yang sama, Rektor Universitas Yarsi, Fasli Jalal, menekankan pentingnya evaluasi kebijakan berkeadilan gender dan penyediaan data terpilah untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik dalam merumuskan kebijakan yang dapat membuat pendidikan lebih responsif terhadap isu gender. Ia mendorong adanya perubahan di tingkat sekolah yang tidak hanya berbentuk kebijakan, tetapi juga fasilitas dan praktek pembelajaran, agar lebih mendukung lingkungan belajar yang aman bagi semua siswa, termasuk perempuan.

Kekerasan dan bullying adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari permasalahan yang dihadapi perempuan di sisa kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di tempat kerja. Belum lama ini, kasus-kasus bullying di lingkungan pendidikan, baik dalam bentuk fisik maupun emosional, seringkali menimpa perempuan, yang menyebabkan dampak psikologis yang berkelanjutan. Dalam banyak kasus, isu ini ada hubungannya dengan lingkungan sosial dan kultur masyarakat yang masih mempertahankan norma patriarki.

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga penelitian, mayoritas perempuan muda mengaku pernah mengalami beberapa bentuk kekerasan atau bullying di sekolah atau universitas. Situasi ini mendorong kalangan pendidik dan pemangku kebijakan untuk lebih serius menanggapi masalah ini dengan pendekatan yang lebih sistematis dan terintegrasi. Harapan ke depan adalah agar sekolah dapat menjadi tempat yang aman bagi semua siswa, terlepas dari gender, dan menjadi wadah untuk mendukung pengembangan karakter serta kemampuan diri.

Dari sisi legislasi, berbagai organisasi dan lembaga pemerintah berusaha untuk menetapkan aturan dan perundang-undangan yang dapat melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan. Hal ini tidak hanya penting sebagai upaya untuk mengurangi angka kekerasan dan bullying, tetapi juga dalam rangka memastikan hak-hak perempuan di semua sektor kehidupan. Dengan demikian, kesetaraan gender bukan hanya mimpi, tetapi dapat menjadi kenyataan apabila semua pihak berkontribusi dalam mewujudkan lingkungan yang aman dan inklusif.

Melihat kondisi ini, jelas bahwa tantangan bagi perempuan Indonesia sangat kompleks dan multifaset. Keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat sipil, sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini dengan efektif. Dengan pendekatan yang berorientasi pada kesetaraan, diharapkan perempuan dapat mengakses semua kesempatan yang tersedia tanpa adanya hambatan yang disebabkan oleh kekerasan dan bullying. Upaya ini harus dilakukan secara berkelanjutan agar visi kesetaraan gender dapat terwujud di seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button