Indonesia

Keinginan Wapres Maruf Amin Jadi Penengah Konflik PKB-PBNU Dinilai Hanya Sebatas Wacana

Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang memiliki latar belakang sebagai mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), sebelumnya menyatakan kesediaannya untuk menjadi mediator dalam konflik antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan PBNU. Namun, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, menilai realisasi dari niat tersebut masih jauh dari harapan dan terlihat sebatas wacana. Hingga saat ini, Ma’ruf Amin belum menunjukkan langkah konkret dalam meredakan ketegangan antara kedua pihak, terlebih setelah Muktamar VI PKB di Nusa Dua, Bali, yang berlangsung pada 24-25 Agustus 2024.

Idil Akbar menyoroti bahwa Ma’ruf seharusnya lebih aktif dalam perannya sebagai penengah. “Kalau Pak Kiai Ma’ruf Amin mau menjadi mediator, yang harusnya dilakukan adalah paling tidak mempertemukan pihak yang berkepentingan,” ujarnya. Pernyataan ini menggarisbawahi kurangnya inisiatif yang diambil Ma’ruf Amin, meskipun ia telah menyatakan komitmennya untuk membantu menyelesaikan polemik ini. Ia menambahkan, “Sejauh ini dalam Muktamar belum terungkap ada pemecahan masalah, apa yang dilakukan Pak Ma’ruf belum bisa dikatakan berhasil untuk mendamaikan, belum ada upaya konkret.”

Kekhawatiran mengenai efektivitas Ma’ruf Amin dalam menyelesaikan konflik ini semakin diperkuat oleh jabatan barunya sebagai Ketua Dewan Syura PKB. Menurut Idil, posisi tersebut memiliki dilema tersendiri, sebab Ma’ruf berada di antara dua kubu yang berseteru. “Posisi itu dilematis, karena Pak Ma’ruf tidak bisa berpihak ke salah satu,” jelasnya. Meski begitu, ada keyakinan bahwa jabatan baru tersebut memberikan peluang bagi Ma’ruf untuk diterima lebih baik oleh kedua belah pihak, yang dapat membantunya dalam upaya mediasi.

Dalam pandangan Idil, penyelesaian konflik ini sangat diperlukan, mengingat berlarut-larutnya perselisihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi anggota organisasi dan masyarakat Nahdliyin. Dia bahkan menyarankan agar melibatkan kiai-kiai NU yang dihormati dalam proses mediasi ini, untuk memperkuat posisi dan legitimasi dalam penyelesaian konflik. “Ma’ruf Amin hanya salah satu alternatif. Jadi, perlu alternatif lain, katakan kiai lain yang dihormati di PKB dan PBNU bisa diajak,” imbuhnya.

Keinginan Ma’ruf Amin untuk menjadi juru damai bukanlah tanpa alasan. Ia menyatakan bahwa mendamaikan pihak-pihak yang berselisih merupakan perintah agama dan dasar tanggung jawabnya sebagai pendiri PKB. Dalam keterangan tertulis pada 7 Agustus 2024, ia menegaskan bahwa niatnya untuk mendamaikan konflik tidak akan diteruskan jika salah satu pihak menjadikannya sebagai alat untuk menyerang pihak lainnya. “Tapi kalau hanya nyari peluru, untuk menghantam yang satu, hanya minta dari saya tetapi digunakan untuk peluru, untuk menghantam yang lain, saya tidak bersedia,” tegasnya.

Walaupun keinginan baik yang diungkapkan Ma’ruf Amin sudah terlihat, realitas lapangan menunjukkan bahwa harapan akan peran aktifnya sebagai mediator belum membuahkan hasil nyata. Muktamar VI PKB yang dihadiri Ma’ruf Amin menghasilkan pengangkatan dirinya sebagai Ketua Dewan Syura PKB periode 2024-2029, namun tidak ada langkah yang jelas tampak dalam upayanya untuk meredakan ketegangan dengan PBNU.

Konflik antara PKB dan PBNU yang berkepanjangan ini, jika dibiarkan, dapat menimbulkan dampak negatif tidak hanya bagi para pihak yang berselisih, tetapi juga bagi masyarakat luas. Sikap saling menguatkan dan menjunjung tinggi prinsip mediasi serta rekonsiliasi memang diperlukan demi stabilitas organisasi dan menghindari perpecahan di kalangan Nahdliyin.

Partai Kebangkitan Bangsa sebagai salah satu partai politik yang berakar pada komunitas NU, menghadapi tantangan berat dalam menjaga kestabilan dan hubungan baik dengan PBNU. Dengan latar belakang Ma’ruf Amin yang kaya dan pengalaman di kedua entitas tersebut, banyak yang berharap bahwa ia mampu berperan aktif dan efektif dalam menuntaskan permasalahan ini, meskipun situasinya saat ini terkesan stagnan.

Berkaitan dengan hal ini, masyarakat menunggu langkah konkret selanjutnya dari Ma’ruf Amin. Upaya untuk menyatukan kedua kubu yang berseteru sangat vital guna menjaga keutuhan serta harmoni di tubuh Nahdlatul Ulama dan PKB. Mengingat pentingnya peran kiai yang lebih dihormati, Idil menegaskan, diperlukan upaya kolektif yang melibatkan semua pihak dalam rangka mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Dengan semua tantangan yang ada, waktu akan menjadi penentu apakah keinginan Ma’ruf Amin untuk menjadi juru damai akan terwujud dengan langkah-langkah yang nyata atau tetap menjadi wacana belaka. Harapan akan adanya kejelasan dan aksi nyata dalam mediasi antara PKB dan PBNU sangat diharapkan oleh masyarakat, guna memastikan kesejahteraan dan stabilitas dalam tubuh organisasi yang memiliki pengaruh besar ini.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button