Setidaknya 78 orang tewas akibat sebuah tragedi di Danau Kivu, Kongo timur, ketika kapal yang kelebihan penumpang terbalik pada Kamis, 3 Oktober 2024. Kapal tersebut membawa 278 penumpang saat gemuruh ombak dan gangguan cuaca membuatnya kehilangan keseimbangan dekat pelabuhan Kituku. Jean-Jacques Purusi, Gubernur Provinsi Kivu Selatan, menyebutkan bahwa angka korban tewas ini masih bersifat sementara dan kemungkinan akan terus meningkat seiring dengan dilanjutkannya upaya pencarian para korban di dalam danau.
Tragedi ini bukanlah kejadian pertama yang merenggut banyak nyawa akibat kecelakaan kapal di Kongo. Sebelumnya, pada bulan Juni, sebuah kapal lain yang juga kelebihan muatan tenggelam dekat ibu kota Kinshasa, mengakibatkan 80 orang kehilangan nyawa. Data menunjukkan bahwa kelebihan muatan merupakan penyebab utama dari banyak kecelakaan maritim di negara Afrika Tengah ini, di mana pemantauan dan penerapan peraturan maritim seringkali diabaikan. Bahkan para pejabat Kongo telah berulang kali memperingatkan tentang bahaya dan kesulitan yang timbul dari kelebihan muatan, tetapi masyarakat sering terpaksa memilih transportasi laut karena keterbatasan akses ke rute darat yang lebih aman.
Menurut saksi mata, kapal itu berangkat dari Minova di Provinsi Kivu Selatan dan sedang berlayar menuju Goma di Provinsi Kivu Utara ketika tragedi terjadi. Ketika kapal tersebut memasuki pelabuhan Kituku, para penumpang terlihat berdesak-desakan. Salah satu saksi, Francine Munyi, menyatakan, “Saya berada di pelabuhan Kituku ketika saya melihat kapal datang dari Minova, penuh penumpang. Kapal itu mulai kehilangan keseimbangan dan tenggelam ke dalam danau. Beberapa orang menceburkan diri ke dalam air.” Menyaksikan peristiwa tersebut, Munyi mengatakan tidak ada yang dapat ia lakukan untuk menolong karena ia tidak bisa berenang.
Upaya penyelamatan dilaporkan berlangsung setelah kapal terbalik, dengan petugas penyelamat yang menemukan sedikitnya 50 mayat di permukaan air. Selain itu, 10 orang berhasil diselamatkan dan saat ini dirawat di rumah sakit setempat. Namun, seiring dengan upaya pencarian yang terus berlangsung, ada kemungkinan lebih banyak penumpang yang menjadi korban belum ditemukan. Keluarga-keluarga yang kehilangan orang terkasih berkumpul di pelabuhan Kituku, menuduh pihak berwenang lalai dalam menangani masalah kelebihan muatan dan keselamatan transportasi laut.
Situasi keamanan di wilayah tersebut, terutama akibat konflik bersenjata antara militer Kongo dan kelompok bersenjata M23, juga berkontribusi pada peningkatan penggunaan transportasi laut. Jalur darat yang sebelumnya digunakan oleh banyak pedagang dan masyarakat untuk berpergian telah menjadi berbahaya, yang membuat banyak orang beralih ke kapal sebagai alternatif yang dianggap lebih aman. Akan tetapi, perubahan ini juga datang dengan risikonya sendiri, terutama terkait dengan standar keselamatan yang sering kali diabaikan oleh perusahaan pelayaran.
Elia Asumani, seorang agen pengiriman di jalur ini, mengungkapkan keprihatinan yang mendalam mengenai situasi tersebut. “Kami takut. Kecelakaan kapal ini sudah bisa diduga,” ujarnya, menyoroti bagaimana ketidakamanan dan pengabaian terhadap regulasi keselamatan dapat dengan mudah menimbulkan bencana.
Keluarga korban, seperti Bienfait Sematumba yang berusia 27 tahun, merasakan dampak emosional yang mendalam akibat tragedi ini. Ia kehilangan empat anggota keluarganya dalam insiden tersebut. “Mereka semua sudah meninggal. Sekarang saya sendirian. Jika pihak berwenang mengakhiri perang, kecelakaan kapal ini tidak akan pernah terjadi,” ungkapnya dengan penuh kesedihan.
Neema Chimanga, salah satu dari sedikit penyintas yang berhasil selamat, menceritakan pengalaman traumatisnya. “Kami melihat perahu mulai terisi air di tengah jalan. Pintu perahu terbuka, dan kami mencoba menutupnya. Namun, air sudah masuk, dan perahu pun miring. Saya menceburkan diri ke dalam air dan mulai berenang. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa keluar dari air,” katanya dengan suara bergetar.
Ketidakstabilan di wilayah Kongo sudah menyebabkan banyak tantangan bagi masyarakat, dan kecelakaan kapal ini menekankan betapa rentannya mereka dalam mencari transportasi yang aman. Dengan akses ke rute darat yang terbatas dan sering kali berbahaya, masyarakat mengandalkan kapal meskipun mengetahui resikonya. Pihak berwenang di Kongo kini diharapkan dapat mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan keselamatan di perairan, termasuk menegakkan peraturan yang ada dan membuat jalur transportasi yang lebih aman untuk masyarakat.
Tragedi ini menjadi pengingat akan pentingnya keselamatan dalam transportasi laut di Kongo, di mana banyak jiwa tergantung pada alternatif yang tersedia di tengah konflik dan ketidakamanan yang berkepanjangan. Kecelakaan mematikan ini seharusnya mendorong semua pihak untuk merenungkan langkah nyata yang perlu diambil demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat yang terjebak dalam kondisi sulit ini.